Hi's Like, Idiot But Psiko

Kami Akan Berhati-hati



Kami Akan Berhati-hati

0Marline mengajak suaminya pergi ke rumah putra mereka. Tentunya setelah mereka mendapat kabar jika telah terjadi sesuatu dengan kakak Aleandra. Kabar duka itu mereka dapat setelah mereka mencari putra mereka saat Max dan Aleandra pergi ke makam.     

Tentunya itu kabar yang mengejutkan. Mereka masih bertemu dengan Max dan Aleandra beberapa hari yang lalu dan tidak terjadi apa pun. Kejadian itu pasti membuat Aleandra sangat berduka tapi bukan itu saja yang membuat mereka cemas, mereka cemas dengan putra mereka apalagi sepertinya musuh sudah bergerak.     

Marline dan Michael menunggu cukup lama sampai akhirnya Aleandra dan Maximus kembali. Rasa cemas itu sirna setelah melihat keadaan putra mereka baik-baik saja.     

"Mom, Dad?" Maximus tidak tahu jika ayah dan ibunya akan datang.     

"Kenapa begitu lama? Kami sudah menunggu sedari tadi," ucap ibunya.     

"Aku mengajak Aleandra pergi jalan-jalan untuk memperbaiki suasana hati."     

"Oh, aku sudah mendengarnya," Marline menghampiri Aleandra dan memeluknya, "Turut berduka cita, Sayang," ucapnya.     

"Terima kasih, Aunty," Aleandra juga memeluk Marline.     

"Bagaimana keadaanmu? Apa kau baik-baik saja?"     

"Tentu saja, Aunty. Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku."     

"Apa kalian sudah makan?" tanya Marline seraya melepaskan pelukannya.     

"Tentu, kami sudah makan sebelum pulang."     

"Baiklah, aku senang kau baik-baik saja. Memang berat kehilangan orang yang di sayang tapi jangan terlalu tenggelam dalam kesedihan."     

"Terima kasih atas nasehat Aunty," Aleandra tersenyum. Perasaannya memang sudah lebih baik karena Maximus membawanya ke beberapa tempat indah selain Japanese Tea Garden. Maximus bahkan membawanya makan malam romantis sehingga dia tidak tenggelam dengan kesedihan yang dia rasakan. Walau tidak dipungkiri kesedihan itu masih ada namun apa yang mereka lakukan hari ini membuatnya tidak terlalu sedih lagi.     

Marline tersenyum, dia sangat senang Aleandra terlihat baik-baik saja dan tidak tenggelam dalam kesedihan tapi sebaiknya dia meminta mereka untuk berhati-hati.     

"Aku harap kalian lebih berhati-hati setelah kejadian ini," pinta Marline. Apa pun yang sudah mereka alami dia sangat yakin, bahaya pasti sedang mengintai mereka.     

"Aku tahu, Mom. Kami akan berhati-hati."     

"Boleh aku berbicara denganmu , Max?" pinta sang ayah.     

"Tentu, Dad. Pergilah mandi, Aleandra. Aku akan berbicara dengan kedua orangtuaku terlebih dahulu," jawab Maximus seraya berbicara dengan Aleandra.     

Aleandra mengangguk dan berlalu pergi saat Maximus bersama dengan kedua orangtuanya beranjak karena mereka ingin berbicara di dalam ruang pribadi Maximus. Entah apa yang hendak mereka bicarakan, tapi dia tahu itu sangat penting. Lebih baik dia pergi mandi, apalagi sudah malam. Dia juga ingin tidur karena lelah.     

Tidak ingin berlama-lama, Aleandra mandi dengan cepat. Maximus belum kembali, sepertinya dia dan kedua orangtuanya sedang membicarakan hal yang serius dan memang saat itu mereka sedang membahas masalah musuh yang telah membuat Aleandra harus kehilangan kakaknya.     

Cukup lama mereka berada di dalam ruangan untuk membahas hal itu dan akhirnya kedua orangtuanya pamit pergi. Marline dan Michael percaya Max bisa mengalahkan musuh-musuhnya nanti tapi bukan berarti mereka tidak akan turun tangan. Mereka pasti akan membantu Maximus karena mereka tidak akan membiarkan putra mereka melawan musuh mereka sendirian.     

Setelah kedua orangtuanya pergi, Maximus masuk ke dalam kamar. Senyum menghiasi wajah saat melihat Aleandra sudah tertidur. Sepertinya Aleandra lelah tapi dia belum mengganggunya.     

Maximus bergegas mandi, dia tidak menggunakan apa pun saat naik ke atas ranjang dan masuk ke dalam selimut yang menutupi tubuh Aleandra. Tidur Aleandra jadi terganggu, dia bahkan mengerang pelan.     

"Ngh," Aleandra bergerak sedikit lalu tidur kembali. Dia tidak sadar jika baju kaus yang dia pakai sudah naik ke atas ulah Maximus.     

Max masih mengganggu tidurnya, bibirnya sudah berada di belahan dada Aleandra dan bermain di sana. Aleandra kembali bergerak, kali ini dia terbangun karena Maximus menggigit puncak dadanya.     

"Max?" Aleandra membuka matanya yang berat.     

"Aku kira kau tidak akan bangun!" Max beringsut ke atas dan mencium pipinya.     

"Bagaimana aku bisa tidur sedangkan kau bagaikan bayi yang sedang mencari makan."     

Maximus terkekeh, satu tangan membelai dada Aleandra dan memainkan puncaknya. Hal itu membuat Aleandra mendesah apalagi Maximus meremas dadanya.     

"Di-Di mana kedua orangtuamu, Max?" tanya Aleandra dibalik napasnya yang berat.     

"Sudah pulang sedari tadi."     

"Apa yang kalian bahas?" Aleandra menggigit bibir, sedangkan bibir Maximus berpindah dari leher terus ke bawah. Baju Aleandra dilepaskan dan dilemparkan begitu saja. Kini hanya celana dalam saja yang dia kenakan.     

"Max," Aleandra berusaha mendorong wajahnya karena dia ingin tahu apa yang Maximus bahas dengan kedua orangtuanya.     

"Ssstt, bahas hal ini besok pagi. Malam ini aku menginginkan dirimu jadi jangan membahas yang lainnya."     

"Baiklah," Aleandra mencium dahinya dan mengusap rambutnya, "Malam ini aku milikmu!" ucapnya lagi.     

"Kau memang sudah jadi milikku!" Max mencium bibirnya dengan penuh nafsu. Tangannya bergerak bebas, membelai tubuh Aleandra. Dadanya kembali di remas, Aleandra mengerang dibalik ciuman panas mereka. Lidah Maximus sudah bermain dia dalam, begitu juga dengan lidah Aleandra.     

Ciuman yang mereka lakukan sudah cukup membangkitkan gairah mereka, belum lagi tangan Maximus yang sudah masuk ke dalam celana dalam dan membelai area sensitifnya.     

"Akh... Max!" Aleandra mendesah, jari Maximus bermian dengan lincah di bawah sana.     

"Sepertinya kita sudah lama tidak melakukan hal ini, Aleandra."     

Aleandra tidak menjawab, jari jemari Maximus yang sedang bermain di area sensitifnya membuatnya malas berbicara.     

"Apa kau menginginkan lebih, Aleandra?" Maximus mencium wajahnya, lehernya dan kembali berada di bagian dadanya.     

"Yes, please!" pinta Aleandra memohon dengan napas berat.     

Max tersenyum, tangan ditarik keluar dari celana dalam yang masih digunakan oleh Aleandra. Tentunya hal itu membuat tubuh Aleandra berdenyut menginginkan lebih. Rasanya ingin berteriak agar Maximus tidak menghentikan permainan jarinya karena dia sangat menginginkan sentuhan itu.     

Maximus menikmati tubuhnya dari atas, kedua dada Aleandra dinikmati terlebih dahulu. Mulutnya sudah mengulum dada yang satu dan menghisapnya, sedangkan jarinya bermain di puncak dada yang satunya. Aleandra menikmati sentuhan membuat nikmat yang dia berikan sambil memejamkan mata. Dia ingin menikmati rasa nikmat yang diberikan oleh Maximus tanpa memikirkan apa pun.     

Setelah menikmati dadanya, bibir Maximus turun ke bawah. Celana dalam yang masih dikenakan oleh Aleandra pun diturunkan dengan perlahan. Aleandra seperti pasrah, itu karena dia benar-benar ingin menikmati permainan mereka.     

Kedua kaki Aleandra dibuka, Max juga tidak berkata apa-apa. Tidak perlu banyak bicara untuk hal itu, cukup bibir dan lidah saja yang bermain. Jilatan lebar yang dia berikan, membuat Aleandra mendesah nikmat. Kedua tangan Aleandra sudah berada di kepalanya, menekannya agar Maximus menikmati area intimnya lebih dari pada itu.     

Lidah Maximus tidak juga berhenti, dia seperti sedang menikmati makanan lezat. Permainan lidahnya membuat tubuh Aleandra bergetar namun dia berhenti saat sudah hampir mencapai puncaknya.     

Max menjilati bibirnya dan beringsut naik, satu kaki Aleandra sudah di angkat namun sebuah ciuman mendarat di dahi Aleandra.     

"Apa kau masih ingin yang lain, Aleandra?" bisiknya sambil memberikan sebuah ciuman lagi.     

"Kau tahu itu, Max," jawab Aleandra sambil mengatur napasnya yang memburu.     

"Bersiaplah!" Maximus mendorong miliknya ke dalam sana. Aleandra mengerang, tubuhnya bahkan sedikit terangkat.     

Kapan terakhir kali mereka bercinta? Dia sendiri lupa tapi dia tidak akan pernah bosan bercinta dengan Maximus apalagi sosis Amerika membuatnya puas ditambah kekuatan yang Maximus miliki membuatnya melayang karena permainannya.     

Maximus memaju-mundurkan bokongnya, mendorong dengan keras sampai tepukan tubuh mereka terdengar. Kuku Aleandra menancap di bahunya. Dia tampak berantakan namun seksi. Max juga terlihat gagah dengan keringat yang mengalir di dahi. Kepala ranjang yang menghantam dinding pun terdengar, mereka mulai merubah posisi percintaan mereka.     

Kedua tangan Aleandra berada di belakang, Maximus bagai menguncinya. Hal itu membuat Aleandra berbaring pasrah menerima hujaman demi hujaman yang diberikan oleh Maximus.     

Dorongan keras yang dia lakukan, membuat miliknya menusuk semakin dalam. Aleandra mengerang nikmat, jujur saja dia menyukainya apalagi Max tidak juga berhenti di belakang sana.     

"Apa kau puas, Aleandra?" tanya Maximus tanpa berhenti mendorong.     

"Lebih keras lagi, Max!" pinta Aleandra.     

"Hng, kau lebih liar dari pada yang aku duga!" kedua tangan Maximus melingkar di bokongnya, pria itu sedikit menunduk dan setelah itu Max kembali bergerak dan mendorong lebih keras untuk mencari klimaks dari permainan mereka.     

"Lebih keras Max, akhh!" pinta Aleandra lagi.     

Ranjang mereka sudah berantakan, entah berapa lama mereka bermain tapi mereka tidak peduli yang penting rasa nikmatnya. Maximus mendorong semakin keras sampai akhirnya mereka berdua mengerang karena puncak kenikmatan dari permainan mereka sudah datang.     

Mereka berdua terengah-engah, Maximus masih berada di belakang Aleandra. Dada mereka turun naik akibat napas yang memburu. Aleandra tumbang di atas ranjang saat Maximus menarik keluar miliknya. Dia juga tumbang di sisi Aleandra.     

Mereka saling pandang, senyum menghiasi wajah. Mereka berdua terlihat puas dengan permainan yang baru saja mereka lakukan. Aleandra beringsut, mendekati Maximus dan memeluknya.     

"Apa kau masih kuat, Mr. Smith?" godanya.     

"Kenapa terdengar seperti sebuah tantangan, Aleandra."     

"Yes, ini memang tantangan. Kau tahu kita tidak akan berhenti setelah kita memulai. Aku ingin lagi dan aku yakin, kau juga ingin lagi!"     

Max terkekeh dan mencium dahi Aleandra, mereka memang tidak akan berhenti setelah mereka memulai. Mereka akan berhenti setelah mereka puas dan merasa cukup.     

"Yang kau katakan sangat benar, aku tidak akan berhenti sebelum kau menyerah!"     

"Sudah aku duga!" Aleandra memeluknya erat. Matanya pun terpejam, dia ingin tidur sebentar sebelum mereka kembali memulai.     

Tangan Maximus tidak henti mengusap kepalanya. Ciumannya juga mendarat di dahi Aleandra. Setelah kehilangan kakaknya, Aleandra sudah tidak punya siapa-siapa lagi, dia benar-benar sebatang kara di kota asing itu tapi dia sangat mensyukuri pertemuan mereka.     

Maximus menyentuh bekas luka tembak yang ada di punggung Aleandra, itu adalah bekas tembakan yang diberikan oleh anak buahnya. Walau Aleandra tidak pernah mengungkit hal itu tapi setiap kali dia melihat bekas luka tembak itu, dia sangat bersyukur karena Aleandra tidak mati. Jika sampai hal itu terjadi maka mereka tidak akan seperti ini. Mulai sekarang dia berjanji tidak akan membiarkan Aleandra terluka walau satu luka gores pun. Jika ada yang berani melakukannya maka dia bersumpah akan membalas luka yang Aleandra dapat sekalipun Fedrick yang melakukannya, dia akan tetap membalasnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.