Hi's Like, Idiot But Psiko

Kau Sudah berubah



Kau Sudah berubah

0Setelah kepergian Adrian beberapa hari, keadaan sudah kembali seperti biasa. Keadaan Aleandra juga sudah seperti biasanya, dia tahu terlalu tenggelam dalam kesedihan tidak dapat mengubah apa pun. Orang yang sudah pergi tidak bisa kembali lagi walau dia menangisinya sepanjang hari, dia sadar akan hal itu sebab itu dia tidak mau tenggelam dalam kesedihan terlalu lama.     

Maximus juga kembali bekerja karena pekerjaan sudah menumpuk namun satu hal yang membuatnya gusar, tidak ada pergerakan sama sekali dari musuh. Dia sudah menyelusuri di berbagai tempat untuk mencari keberadaan mereka namun mereka hilang tanpa bekas.     

Gusar, tentu saja. Lagi-Lagi mereka main kucing-kucingan dan tidak bisa langsung menyerang. Apakah mereka sengaja mundur terlebih dahulu untuk menyusun rencana karena sandera mereka sudah dia dapatkan? Mungkin saja demikian, sepertinya para musuh itu mulai bertindak hati-hati. Tidak masalah, dia akan menunggu mereka dengan rencana mereka karena dia tidak akan pernah melepaskan mereka dan apa pun rencana yang mereka miliki, dia tidak akan takut sama sekali.     

Kegusaran yang Maximus rasakan semakin menjadi, dia sedang menunggu musuh menunjukkan diri namun justru Caitlyn yang datang dan menunjukkan dirinya. Padahal Caitlyn sudah lama tidak mengganggu, dia pikir wanita itu sudah menyerah namun dia datang tanpa diundang.     

"Berhentilah mengganggu aku, Caitlyn!" pinta Max dengan nada kesal.     

"Aku hanya ingin bertemu denganmu, Max. Tidak lebih," ucap Caitlyn.     

"Kita sudah bertemu, sekarang kau boleh pergi!"     

"Kenapa kau selalu bersikap seperti itu padaku, Max? Kita sahabat tapi kenapa kau memperlakukan aku seperti ini?" tanya Caitlyn dengan ekspresi wajah sedih, "Apakah kau benar-benar benci denganku?" tanyanya lagi.     

"Sesungguhnya aku tidak benci denganmu, Caitlyn. Kau memang sahabat baikku, aku tidak pernah membencimu namun aku benci perasaan cinta yang ada di hatimu untukku. Aku tidak suka kau menyimpan perasaan padaku, aku hanya menginginkan hubungan kita sebatas sahabat saja!"     

"Tapi perasaan ini ada tanpa aku inginkan, Max!" ucap Caitlyn.     

"Aku juga tidak mau perasaan ini tumbuh, aku juga ingin kita tetap sebagai sahabat tapi perasaan suka yang ada di hatiku tumbuh dengan sendirinya lalu aku harus bagaimana?" Caitlyn tampak menunduk, dia bahkan menangis.     

Max menghembuskan napas beratnya, sepertinya tidak ada pilihan lain selain berbicara baik-baik dengan Caitlyn. Saat itu mereka sedang berada di kantornya, dia memang sengaja membiarkan Caitlyn masuk karena dia ingin meminta Caitlyn berhenti dan menjauh darinya. Dia melakukan hal itu karena dia tidak mau musuh memanfaatkan Caitlyn sehingga dia harus menghabisi Caitlyn. Bagaimanapun musuh sedang bersiap, sebab itu Caitlyn bisa mereka manfaatkan dengan mudah dan dia tidak mau hal itu terjadi.     

Maximus melangkah mendekati Caitlyn yang sedang duduk di sofa, dia bahkan duduk di sisi Caitlyn sampai membuat wanita itu heran. Tidak biasanya Maximus melakukan hal demikian, mata Caitlyn bahkan tidak berpaling darinya.     

"Dengarkan aku baik-baik, Caitlyn. Aku tidak mau persahabatan kita yang sudah terjalin lama jadi hancur berantakan. Kau juga harus tahu jika aku banyak musuh dan aku tidak ingin musuhku memanfaatkan dirimu sehingga terjadi sesuatu padamu. Aku tahu kau menyukaiku dan seharusnya perasaan itu tidak boleh ada."     

"Aku tahu, Max," Caitlyn masih menunduk dan menangis terisak, "Sudah aku katakan padamu jika perasaan ini tumbuh tanpa aku inginkan. Aku selalu mengagumi dirimu walau kau sedikit aneh tapi itu tidak membuat aku mundur. Selama ini aku selalu menganggap tidak ada pria seperti dirimu sebab itu aku sangat berharap kau membalas perasaanku dan mencintaiku."     

"Seharusnya kau tahu itu tidak mungkin terjadi, bukan?"     

"Apa tidak ada harapan sama sekali, Max? Apa aku benar-benar tidak bisa memiliki dirimu?" Caitlyn mengangkat wajah dan menatapnya dengan lekat.     

"Tidak!" jawab Max tanpa ragu karena baginya, Caitlyn adalah sahabat dan tidak lebih.     

"Seharusnya kau tahu, aku bukan orang yang suka memberikan harapan pada siapa pun jika memang aku tidak suka. Kau juga tahu aku sudah memiliki kekasih jadi jangan bertanya demikian karena tidak ada harapan untukmu dan kita, ditakdirkan untuk menjadi sahabat baik saja!"     

"Jadi dia lebih baik dariku?" Caitlyn menutupi wajahnya dan kembali menangis. Dia tahu Maximus pasti akan menjawab demikian namun rasanya sangat menyakitkan setelah mendengarnya secara langsung.     

"Tidak, ini bukan masalah siapa yang lebih baik tapi ini masalah perasaan!" Maximus menarik Caitlyn mendekat dan memeluknya. Caitlyn terkejut karena Maximus tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya.     

"Kau wanita yang baik, Caitlyn. Aku percaya itu tapi perasaan yang ada di hatiku untukmu tidak seperti perasaan yang aku miliki untuknya. Kau sahabat baikku dan dia wanita spesial bagiku. Seharusnya kau sudah tahu jika aku tidak bisa memiliki perasaan spesial untukmu karena sejatinya kita memang sahabat!"     

"Apa kau akan memiliki perasaan spesial untukku jika kita tidak memiliki hubungan persahabatan, Max?" tanya Caitlyn. Jika memang Maximus akan menyukainya dalam keadaan seperti itu maka dia akan lebih suka tidak menjadi sahabat Maximus dan lebih memilih menjadi wanita spesial di hatinya.     

"Tidak!" Jawaban yang diberikan Maximus membuat Caitlyn tersenyum pahit. Ternyata hasilnya tetap sama.     

"Kenapa? Apa aku tidak menarik? Apa dia lebih baik dan lebih menarik dari pada aku?" tanya Caitlyn seraya menghapus air matanya.     

"Sudah aku katakan, bukan masalah itu, Caitlyn. Kau dan dia memiliki sifat yang berbeda, apa yang ada padamu tidak ada pada dirinya begitu juga sebaliknya tapi bukan berarti kau tidak menarik. Bukankah sudah aku katakan jika semua yang terjadi di antara kita adalah masalah perasaan? Kita sudah lama mengenal tapi aku tidak bisa memiliki perasaan spesial untukmu tapi dia, aku menginginkannya, aku ingin menjaganya dan ingin selalu bersama dengannya. Seharusnya kau mengerti tanpa perlu aku lanjutkan!"     

Caitlyn diam tapi tidak lama kemudian dia menangis dengan keras dalam pelukan Maximus. Kedua tangannya bahkan mencengkeram baju Maximus dengan erat. Sesungguhnya dia sudah tahu, dia tahu jika Max pasti menolaknya namun perasaan patah hati itu sangat menyakitkan dan tidak bisa dia bendung lagi. Untuk hari ini, dia ingin menangis di dalam pelukan Max karena dia tahu pria itu tidak akan pernah memeluknya lagi.     

Maximus hanya diam, persahabatan wanita dan pria memang sedikit rumit tapi dia memang harus melakukan hal itu agar Caitlyn menyerah dan tidak mengejarnya juga tidak mengharapkan dirinya lagi. Bagaimanapun dia ingin Caitlyn menjalani kehidupannya dengan baik dan berhenti mengejarnya karena itu hanya sia-sia.     

"Kenapa kita ditakdirkan hanya menjadi sahabat saja, Max?" tanya Caitlyn di sela isak tangisnya.     

"Kita tidak berjodoh!"     

"Apa kau akan jatuh cinta padaku seandainya ada kehidupan kedua, Max?"     

"Tidak!" jawab Max singkat.     

"Menyebalkan!" Caitlyn memukul dadanya dan melepaskan pelukannya. Walau menyakitkan tapi perasaannya sedikit lebih baik.     

"Masih ingin menangis? Jika kau masih ingin menangis maka aku akan memanggil Jared untuk memelukmu!"     

"Apa? Aku tidak mau!" ucap Caitlyn dengan wajah cemberut.     

Maximus terkekeh, dia rasa setelah ini Caitlyn akan menyerah dan tidak mengejar dirinya lagi. Seharusnya dia melakukan hal ini sejak lama agar Caitlyn menyerah.     

"Sekarang kau sudah berubah, Max," Caitlyn menegakkan duduknya sambil menghapus air matanya yang tersisa.     

"Tidak, Caitlyn. Aku tidak berubah sama sekali!"     

"Tidak, walau kau menyangkal tapi aku bisa melihat jika kau telah banyak berubah. Apa dia yang telah membuatmu seperti ini?"     

Max melirik ke arah Caitlyn sejenak, apa dia telah berubah? Dia sungguh tidak menyadarinya.     

"Anggap saja demikian!" ucapnya.     

'"Baiklah," Caitlyn mengusap wajahnya yang basah oleh air mata, "Sekarang aku tahu kenapa dia bisa begitu spesial bagimu," ucapnya sambil tersenyum tipis.     

"Dulu kau tidak seperti ini, Max. Kau mana mungkin mau memeluk aku untuk menghibur aku? Aku tidak menyangka kau akan melakukannya. Kau mau duduk dan berbicara denganku saja sudah sangat luar biasa. Setiap kali aku datang, hanya kemarahan yang aku dapatkan darimu dan sekarang, kau benar-benar sudah berubah. Aku mengerti sekarang kenapa kau tidak pernah menganggap aku spesial dan kenapa kau tidak memiliki perasaan padaku," pandangan Caitlyn menerawang, senyum pahit terukir di bibir, "Ternyata aku tidak bisa merubahmu seperti ini walau aku sudah lama mengenal dirimu. Ternyata kau bisa seperti ini setelah bertemu dengannya padahal kalian belum kenal lama."     

"Sekarang kau mengerti, bukan?" Max kembali melirik ke arah Caitlyn, bagus jika Caitlyn sudah sadar.     

"Yeah, seperti yang kau katakan. Semua karena perasaan dan aku, memang tidak ditakdirkan untukmu."     

"Hei, jangan menyerah. Banyak pria yang jauh lebih baik dari pada aku di luar sana. Berdamailah dengan hatimu lalu cari kebahagiaanmu di luar sana."     

"Kau benar, maaf jika aku mengganggumu selama ini," Caitlyn memandanginya dan tersenyum manis.     

"Bodoh! Yang lalu tidak perlu dipikirkan yang penting sekarang kau sudah sadar jika kita tidak bisa bersama sekeras apa pun kau berusaha."     

"Baiklah, Mr. Smith. Dulu aku sangat berharap menjadi istrimu tapi sepertinya tidak mungkin. Terima kasih sudah mau berbicara denganku. Aku mau pergi jalan-jalan untuk menghibur diriku yang sedang patah hati tapi ingat, jangan lupa undang aku saat kau akan menikah dengannya! Jika kau melupakan aku, maka aku membuat perhitungan denganmu!" ucap Caitlyn seraya meraih tasnya. Pembicaraan mereka sudah cukup, dia tahu hasilnya akan sama saja sekeras apa pun dia berusaha. Tapi perasaannya sedikit ringan setelah membicarakan hal ini dengan Max walau rasa sakit akibat patah hati harus dia rasakan.     

"Jaga dirimu baik-baik, Caitlyn. Aku pasti mengundangmu saat kami akan menikah nanti!" Max juga beranjak, akhirnya Caitlyn menyerah dan bisa menerima hubungan mereka yang hanya sebatas sahabat saja.     

"Itu sudah pasti, bukan?" Caitlyn mendekatinya dan memeluknya, "Sampaikan salamku dan permintaan maafku untuk kekasihmu," ucapnya.     

"Pasti!"     

"Goodbye, Max," setelah berkata demikian, Caitlyn melepaskan pelukannya dan melangkah menuju pintu. Dia tidak akan menoleh ke belakang karena jika dia melakukan hal itu, dia tidak akan sanggup melepaskan pria yang sudah dia cintai begitu lama.     

Seharusnya dia melakukan hal ini sejak lama, menyerah pada cinta yang tidak akan pernah dia miliki tapi semua itu belum terlambat karena sekarang dia benar-benar menyerah dan akan melupakan cintanya. Semoga saja ada seseorang yang ditakdirkan untuk dirinya di luar sana yang tidak beda jauh dengan Maximus.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.