Hi's Like, Idiot But Psiko

Pecundang Dan Pengecut



Pecundang Dan Pengecut

0Seember air dibawa dan setelah itu, air yang ada di dalam ember disiram ke arah seorang pemuda yang sedang pingsan. Pemuda itu baru saja dibawa, tentunya pemuda itu adalah Fedrick. Dia sudah siap digunakan sebagai pion yang akan membawa kemenangan bagi Antonio dan juga Oliver.     

Fedrick terbangun dan terkejut, matanya melihat sekeliling yang tampak asing. Seorang pria yang baru saja menyiramnya dengan air berlalu pergi. Tidak ada siapa pun selain dirinya di dalam ruangan yang sangat asing itu.     

Kepalanya terasa sakit, dia tidak bisa mengingat apa pun. Di mana dia saat ini? Fedrick mencoba mengingat, dia ingat betul saat itu dia diancam sehingga mau tidak mau dia menyetujui permintaan pria yang sedang menangkapnya. Setelah dia setuju, kepalanya dipukul dan setelah itu dia tidak ingat apa pun lagi. Semua itu terjadi karena Roberto menyuntikkan cairan yang bisa membuatnya hilang kesadaran selama beberapa hari ke dalam pembuluh darahnya.     

Roberto melakukan hal itu agar dia bisa membawa Fedrick dengan mudah. Dia tidak suka membawa sandera yang bisa melawan karena risiko ketahuan sangatlah besar. Roberto juga datang ke California karena dia juga menjalankan bisnis ilegalnya dengan beberapa pengusaha di kota itu.     

Fedrick masih belum mengerti, air yang ada di rambut di kibaskan supaya kering. Sesungguhnya dimana dia saat ini? Tidak itu saja yang membuat dirinya bertanya-tanya, dia juga bertanya dalam hati akan keberadaan kedua orangtuanya dan keadaan mereka. Sungguh dia sangat berharap ayah dan ibunya baik-baik saja.     

Suasana sunyi, Fedrick sangat ingin bertanya tapi pada siapa? Dia sangat ingin tahu di mana tapi dia curiga jika dia sedang berada di California saat ini karena tujuan para penjahat itu ingin menggunakan dirinya untuk menjebak Aleandra.     

"Sial!" umpatannya terdengar. Dia sungguh tidak menyangka akan jadi seperti ini. Entah apa yang akan terjadi dengan dirinya dan Aleandra nanti yang pasti dia sangat berharap Aleandra tidak membencinya karena dia juga terdesak.     

Fedrick hanya bisa menunduk, entah apa yang bisa dia lakukan. Rasanya ingin melarikan diri namun dia juga tidak berdaya. Jika saja kedua orangtuanya tidak disandera mungkin dia bisa mencari cara untuk melarikan diri dari tempat itu. Dia sangat tahu kedua orangtuanya pasti akan celaka jika dia kabur sebab itu dia tidak berdaya.     

Pusing, tentu saja. Dia sungguh tidak tahu harus melakukan apa. Selama dia sedang dalam kebingungan, pintu ruangan terbuka. Oliver masuk ke dalam ruangan itu, mata Fedrick menatapnya dengan tajam dan penuh kebencian karena wanita itu sudah menjebak dirinya.     

"Apa kau masih ingat denganku?" tanya Oliver basa basi.     

"Kau?! Beraninya kau menjebak aku?" Fedrick menatapnya penuh dengan kebencian.     

"Aku tidak menjebakmu, aku hanya memanfaatkan dirimu saja!"     

"Apa bedanya?" teriak Fedrick.     

"Ayolah, jangan marah seperti itu. Kita bicara baik-baik jika kau ingin selamat," ucap Oliver dengan seringai lebar.     

"Kurang ajar, kita tidak saling mengenal sebelumnya dan kau tidak mengenal Aleandra lalu untuk apa kau menjebak aku seperti ini?" Fedrick kembali berteriak, dia sungguh tidak terima wanita itu memanfaatkan dirinya.     

"Walau aku tidak mengenal kalian berdua tapi gadis itu bersama dengan orang yang sangat ingin aku bunuh, kebetulan kau juga baru menemuinya karena sebab itulah aku memanfaatkan dirimu karena hanya kau yang bisa membawa Antonio padaku!"     

"Apa maksud ucapanmu?" Fedrick tampak berpikir, matanya tidak lepas dari Oliver. Sial, apa yang ingin wanita itu bunuh adalah Maximus Smith?     

"Apa yang ingin kau bunuh adalah Maximus Smith?" tanyanya memastikan.     

"Yes, seandainya kau tidak datang mencari gadis yang bersama dengannya maka aku tidak akan memanfaatkan dirimu untuk membawa Antonio."     

"Kenapa? Apa harus menjebak aku terlebih dahulu agar kau bisa membawa pria itu datang?" Fedrick mulai mencibir.     

"Tentu saja, kami memiliki musuh yang sama sebab itu kami bekerja sama untuk menghancurkan Maximus. Dia mendapatkan apa yang dia inginkan dan aku juga mendapatkan apa yang kau inginkan!"     

"Ha.. Ha... Ha... Ha...!" Fedrick tertawa dengan keras. Oliver menatapnya tajam dengan ekspresi wajah tidak senang. Apa yang pria itu tertawakan?     

"Kenapa kau tertawa, apa ada yang lucu dari ucapanku?" tanya Oliver dengan nada tidak senang.     

"Tentu saja ada, kau dan pria bernama Antonio itu benar-benar pengecut!" cibir Fedrick.     

Oliver semakin terlihat tidak senang, Fedrick kembali tertawa terbahak-bahak dan hal itu membuat Oliver semakin dikuasai oleh api kemarahan.     

"Kalian benar-benar pengecut! Jika kalian berani dan punya kekuatan, pergi langsung tantang Maximus dan ajak dia berduel. Aku tidak tahu seberapa hebat dirinya dan apa permasalahan kalian namun kau benar-benar membuat aku tertawa karena kalian hanya bisa memanfaatkan orang lain yang tidak ada hubungannya dengan permasalahan kalian!" setelah berkata demikian, Fedrick kembali tertawa.     

"Diam kau!" bentak Oliver marah.     

"Kenapa, apa yang aku katakan salah?" Fedrick menatapnya dengan tatapan menghina.     

"Sudah aku katakan, diam!"     

"Lihatlah kalian berdua," Fedrick masih tidak berhenti mencibir, "Kalian berdua dan dia seorang diri, kenapa kalian takut dengannya? Kalian melibatkan orang-orang yang tidak bersalah, kalian melibatkan kami yang tidak tahu apa-apa, bukankah itu yang namanya pengecut?"     

"Diam, kau orang awam yang tidak tahu apa pun!" Teriak Oliver marah.     

"Aku memang tidak tahu apa pun tapi yang aku tahu kau dan pria bernama Antonio itu hanyalah pengecut!" ucap Fedrick.     

Kemarahan semakin menguasai hati Oliver, dia berjalan pergi untuk mengambil sebuah pemukul dan setelah mendapatkannya, OLiver kembali mendekati Fedrick.     

"Sepertinya kau harus harus diberi pelajaran agar kau mengerti posisi yang sedang kau hadapi saat ini!"     

"Ingin memukulku? Itu memang tindakan seorang pengecut yang hanya bisa menyiksa orang yang sedang tidak berdaya!" cibir Fedrick lagi.     

"Diam, kau sudah terlalu banyak bicara jadi sebaiknya kau diam!" Oliver memukulkan tongkatnya ke tubuh Fedrick.     

Teriakan Fedrick terdengar tapi dia tidak juga berhenti mencibir Oliver karena wanita itu benar-benar pengecut.     

"Pukul sampai kau puas, kalian memang pengecut yang tidak bisa menghadapi satu orang. Pengecut seperti kalian pada akhirnya pasti akan mati!"     

Oliver semakin murka, tidak saja memukul tubuh Fedrick tapi dia juga memukul wajah pria itu. Dia tidak terima Fedrick menghinanya seperti itu apalagi Fedrick tidak tahu apa pun akan kekuatan yang Maximus miliki. Fedrick juga tidak tahu apa yang dia alami jadi dia tidak terima pria itu menghinanya seperti itu.     

Teriakan Fedrick semakin nyaring terdengar, walau harus merasakan rasa sakit namun dia puas telah menghina wanita itu bahkan dia berharap Antonio mendengar penghinaan yang dia ucapkan.     

Oliver memukulnya dengan membabi buta dan akhirnya dia berhenti saat sebuah pukulan keras mendarat di kepala Fedrick. Darah mengalir dari kepalanya, Fedrick tampak tidak berdaya. Oliver terengah, sial. Rasanya ingin membunuh pria itu saat ini juga karena penghinaan yang dia berikan.     

"Apa belum selesai, pengecut?" tanya Fedrick dengan nada cibirannya.     

"Sialan, kau benar-benar ingin mati!" Oliver hendak mengayunkan tongkatnya namun seseorang menahan tongkatnya.     

"Hentikan, Oliver. Apa kau ingin dia mati?!" tanya Antonio dengan nada kesal.     

Karena emosi yang menguasai hati sampai membuat Oliver tidak menyadari kedatangan pria itu. Antonio sungguh tidak percaya, sandera yang dibawa oleh kakaknya dihajar habis-habisan oleh Oliver.     

"Lepaskan, Antonio! Aku ingin memukulnya sekali lagi karena dia begitu berani menghina aku dan mengatakan jika kita hanyalah pengecut!"     

"Kau hanya dipermainkan olehnya saja, kenapa kau tidak bisa mengontrol emosi? Bagaimana jika dia mati, bukankah sia-sia kakakku membawanya kemari?"     

Oliver menatap Fedrick dengan api kemarahan. Sial, dia datang untuk mempertemukan Fedrick dengan seseorang yang akan bekerja sama dengannya nanti tapi dia justru terbawa emosi.     

"Kau benar, jika bukan karena masih berguna sudah aku bunuh dia tapi aku akan tetap membunuhnya karena dia telah berani menghina diriku jadi kau harus mengingat hal ini, setelah dia tidak berguna lagi maka dia harus menjadi milikku! Aku akan merobek mulutnya yang telah menghina aku, aku akan mencincangnya menjadi serpihan dan membuatnya mati dalam penderitaan!" ucap Oliver sambil menenangkan emosinya.     

"Dia jadi milikmu tapi untuk sekarang, dia adalah pion kita yang berharga jadi tahan emosimu. Biarkan dia mau berkata apa yang pasti kita tetap dalam rencana kita!"     

"Cih, dua pecundang dan pengecut yang saling bekerja sama sungguh menyedihkan!" Cibir Fedrick lagi.     

"Kau?!" Oliver hendak mendekatinya tapi Antonio menahan.     

"Sebaiknya jaga ucapanmu, Fedrick. Kau tidak lupa kedua orangtuamu masih berada di tanganku, bukan?"     

Fedrick mengangkat wajah dan menatap Antonio dengan tajam, dia bahkan meludahi pria itu dengan ludah yang bercampur darah. Antonio memejamkan mata saat ludah Fedrick mendarat tepat di wajahnya, sedangkan Oliver melangkah mundur sambil mengumpat.     

"Jangan menguji kesabaranku, sungguh. Jika kau bertindak lebih dari pada ini, salah satu orangtuamu akan merasakan bagaimana sakitnya kursi listrik yang sedang dia duduki saat ini jadi jaga sikapmu!" ancam Antonio sambil mengelap wajah.     

"Sudahlah, tidak perlu berbasa basi lagi dengannya! Sekarang aku akan mempertemukan pria itu dengan kalian," Oliver mengangkat tangan dan menepuknya.     

Mata Antonio tertuju ke arah pintu begitu juga dengan Fedrick. Mereka ingin tahu siapa yang hendak Oliver kenalkan dengan mereka. Pintu ruangan terbuka, Austin masuk ke dalam bersama dengan seorang pria yang tidak asing bagi mereka.     

Mata Fedrick melotot begitu juga dengan Antonio. Pandangan mereka tidak lepas dari pria yang melangkah masuk bersama dengan Austin.     

"Bagaimana, Sayang?" Austin mendekati Oliver dan berdiri di sisinya, "Sempurna, bukan?" tanyanya lagi.     

"Luar biasa, Austin. Sunggu ide yang cemerlang!" puji Oliver.     

Antonio mendekati Austin dan melihat pria yang berdiri di dekat mereka dengan teliti, sungguh dia tidak bisa mempercayai apa yang dia lihat saat ini.     

"Bagaimana, Antonio? Rencana sudah bisa kita jalankan, bukan?" tanya Oliver dengan seringai lebar.     

Fedrick mengumpat dalam hati, mereka benar-benar pengecut yang melakukan segala cara. Dia harap Aleandra tidak terkecoh dengan tipu muslihat mereka dan dia harap, Maximus bisa melindungi Aleandra dan membongkar trik murahan yang hendak mereka lakukan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.