Hi's Like, Idiot But Psiko

Perangkap Antonio



Perangkap Antonio

0Ketika Oliver menghubungi Antonio, pria itu tidak menjawab karena dia merubah rencananya. Alat komunikasi dibuang, dia tidak ingin ada yang tahu apa yang sedang dia lakukan bersama dengan anak buahnya. Cctv dan alat komunikasi, dia sudah tahu kemampuan musuh. Dia tidak akan mengikuti rencana Oliver lagi dan akan menggunakan caranya sendiri untuk menyambut kedatangan musuh.     

Hujan rintik mulai mengguyur saat Antonio menjalankan rencananya. Agar musuh tidak tahu apa yang sebenarnya dia lakukan, Antonio memerintahkan anak buahnya untuk berkamuflase dengan alam layaknya seorang tentara di medan perang. Lagi pula hutan yang gelap dan rimbunnya pepohonan dapat membantu mereka bersembunyi dari pantauan musuh.     

Sibuknya Michael menyelamatkan ibu Fedrick juga memberinya kesempatan untuk melancarkan rencananya karena tidak ada yang mengawasi cctv lagi. Antonio memerintahkan para anak buahnya memasang perangkap di sekitar markas, dia tidak boleh kalah di sana, tidak karena dia harus kembali ke Rusia.     

Beberapa ranjau di pasang, musuh akan langsung mati meledak saat mereka mendekati markas. Setelah ranjau sudah dipasang, mereka kembali bersembunyi untuk menunggu kedatangan musuh. Dia harap yang datang ke tempatnya adalah Maximus Smith karena dia menginginkan pria itu saja, yang lain tidak ada urusan dengannya.     

Pemuda itu yang sudah membunuh ketiga anak buahnya, pemuda itu juga yang melindungi buronan yang dia inginkan. Sebab itu dia harus mendapatkan pria itu dan membunuhnya agar kematian ketiga anak buahnya tidak sia-sia tapi dia tidak tahu jika salah satu anak buahnya yang ditangkap oleh Maximus waktu itu masih hidup dan menunggu kedatangannya.     

Selama Antonio mengintai, Maximus dan anak buahnya yang lain juga mengintai. Mereka harus waspada karena mereka tidak tahu apa yang disiapkan oleh musuh. Pria bernama Antonio itu tidak boleh dia remehkan bahkan dia rasa pria itu lebih berbahaya dari pada musuh yang lainnya.     

Maximus memerintahkan anak buahnya untuk berpencar, dia dan Aleandra melangkah maju dari balik pepohonan. Hujan yang mengguyur membuat tanah dan rerumputan menjadi basah sehingga jejak apa yang telah dilakukan oleh musuh tidak terlihat.     

Antonio mengintip dari persembunyian, dia bisa melihat jika para musuh sudah datang mendekat. Dia akan terus mengintai dan melihat apakah musuh akan sadar dengan perangkap yang dia buat atau tidak. Maximus dan para anak buahnya terus melangkah maju, mereka juga melihat situasi. Markas musuh terlihat sepi, dia mulai curiga.     

Max memerintahkan anak buahnya untuk keluar dari persembunyian, mereka akan menampakkan diri secara terang-terangan untuk melihat reaksi musuh. Dari jarak yang tidak begitu jauh, seharusnya musuh bisa membidik mereka dan menembak mereka. Tidak mungkin Antonio tidak memiliki seorang penembak jitu, bukan?     

"Kenapa kita keluar, Max? Bukankah ini berbahaya?" tanya Aleandra tidak mengerti.     

"Ada yang aneh, Aleandra," ucap Maximus. Mata melihat sekitar, musuh tidak menyerang mereka sama sekali. Sungguh luar biasa. Jika dia yang berada di posisi musuh, dia pasti akan menyerang kecuali musuh sudah menyiapkan perangkap untuk menyambut kedatangan mereka.     

"Maju perlahan dan perhatikan langkah!!" perintah Maximus pada anak buahnya.     

Mereka bergerak, maju dengan perlahan. Antonio menunggu dengan Antusias saat melihat Maximus dan para anak buahnya semakin mendekati ranjau. Saat kaki mereka menginjak ranjau, maka mereka semua akan mati meledak. Sepertinya mudah membunuh pria itu, Oliver terlalu melebih-lebihkan saja.     

Mata Antonio tidak lepas dari mereka, langkah mereka semakin mendekatinya ranjau yang dia pasang. Bahkan dia bisa menebak langkah mereka sudah tidak mencapai sepuluh langkah lagi. Entah kenapa dia jadi tidak sabar, rasanya ingin berteriak untuk memancing mereka supaya mereka terus melangkah.     

Maximus semakin curiga, keadaan sekitar yang sunyi membuatnya mengambil kesimpulan jika musuh memang sudah menyiapkan perangkap untuknya. Mereka terus melangkah maju, dari sepuluh langkah kini jarak mereka ke ranjau hanya tinggal lima langkah.     

Max kembali melihat sekitar dan kini matanya jatuh pada permukaan tanah. Semak-Semak yang tidak jauh terlihat tercabut sebagian. Hujan memang sudah menyamarkan tanah yang digali namun semak-semak yang tercabut dan membentang lumayan jauh membuatnya curiga.     

Saat langkah mereka tinggal dua langkah saja mendekati Ranjau, Max mengangkat tangan sehingga anak buahnya berhenti. Antonio mengumpat, kenapa pria itu berhenti? Anak buahnya diam, tidak bergerak. Aleandra menatap Maximus dengan tatapan heran karena mereka tiba-tiba berhenti.     

"Tunggu di sini!" pinta Max pada Aleandra.     

"Ada apa?"     

Maximus tidak menjawab, matanya tertuju pada permukaan tanah. Max melangkah maju, Antonio menahan napas. Satu langkah lagi, hanya butuh satu langkah lagi maka Maximus akan mati meledak. Pada saat itu dia dan para anak buahnya akan keluar untuk menyerang yang tersisa. Antonio tidak menyadari jika Aleandra berada di sana, itu karena situasi yang gelap sehingga dia tidak bisa melihat wajah Aleandra dengan jelas.     

Antonio menahan napas saat Max mengangkat satu kakinya dan hendak menginjak ke atas ranjau, dia sudah tidak sabar namun Maximus tidak juga menginjakkan kakinya ke atas ranjau.     

Mata Maximus melihat bagian tanah yang hendak dia injak, matanya bahkan melihat ke kanan dan ke kiri karena di sepanjang tanah itu rerumputan tercabut. Sekarang dia tahu apa yang terjadi, pantas saja musuh tidak menyerang. Ternyata benar dugaannya, ada perangkap yang sudah disiapkan musuh untuk menyambut kedatangan mereka.     

Antonio mengumpat karena Max tidak jadi menginjak ranjau itu, dia justru melangkah mundur dan meminta anak buahnya untuk mundur. Tidak bisa, dia sudah tidak tahan lagi. Sepertinya dia harus keluar untuk menyerang karena dia menduga, Maximus sudah mengetahui perangkap yang dia siapkan.     

"Mundur!" Maximus memerintahkan anak buahnya untuk mundur. Dua senjata api di arahkan ke arah markas karena bisa saja musuh tiba-tiba menembak. Aleandar juga melangkah mundur, walau tidak mengerti tapi dia akan mengikuti Maximus.     

"Ada apa, Max?" tanyanya ingin tahu.     

"Di depan kita banyak ranjau Aleandra. Di sepanjang jalan itu, jika kita terus maju maka kita semua akan mati!"     

"Sial, lalu bagaimana?" tanya Aleandra. Dia semakin cemas akan keadaan Fedrick.     

Max tidak menjawab, sebuah batu yang ada di tanah diambil dan setelah itu, Maximus melemparkannya ke arah ranjau. Batu jatuh tepat di atas permukaan tanah dan tidak lama kemudian, ledakan pun terjadi.     

Aleandra terkejut, begitu juga dengan anak buah yang lain. Umpatan Antonio kembali terdengar, sudah dia duga jika musuh sudah tahu perangkap yang dia buat. Tidak mau membuang waktu, Antonio merasa dia tidak perlu bersembunyi lagi, sebaiknya dia memerintahkan anak buahnya untuk menyerang.     

"Bunuh mereka semua!" teriak Antonio.     

Para anak buahnya maju, merangkak di rerumputan dan siap menembak. Anak buah Maximus juga tiarap di atas tanah, mereka juga merangkak maju. Ranjau yang belum meledak akan menjadi pembatas mereka. Maximus dan Aleandra bersembunyi di balik pohon, Antonio juga bersembunyi di balik pohon dengan dua senjata api di tangan.     

Sepertinya dia melihat seorang wanita berada di sisi Maximus. Wajahnya memang tidak jelas terlihat tapi dia penasaran dengan sosok wanita itu. Tidak mungkin jika wanita itu Aleandra, bukan? Kakaknya sudah membawa Aleandra ke Rusia, dia sangat yakin wanita itu hanya wanita lain.     

Suasana sunyi, belum ada yang menyerang dari kedua belah pihak. Semua sudah berada di posisi, namun belum ada yang berani melakukan penyerangan. Dua buah granat sudah berada di tangan anak Maximus, benda itu akan dilemparkan ke arah musuh.     

Ternyata tidak Max saja yang menyiapkan granat, anak buah Antonio juga menyiapkannya. Salah satu dari mereka berusaha mengambil granat dari kantong celana. Pin granat sudah ditarik setelah mendapatkannya, granat siap dilemparkan namun suara benda jatuh yang menghantam tanah, mengejutkan mereka.     

"Sial, lari!" salah seorang anak buah Antonio berteriak saat melihat sebuah granat mendarat di dekatnya.     

Ledakan tidak terhindarkan, tubuh mereka terpental, bahkan ada yang jatuh ke atas ranjau sehingga suara ledakan kembali terjadi. Tidak itu saja, keadaan semakin di perparah karena granat yang ada di tangan Anak buah Antonio meledak sehingga anak buahnya kacau balau.     

Max dan Aleandra keluar dari persembunyian, begitu juga dengan anak buahnya. Mereka melangkah maju dan melewati kobaran api sambil menembaki anak buah Antonio.     

Anak buah Antonio balas menyerang, beberapa anak buah Max gugur akibat tembakan tapi hal itu tidak membuat mereka gentar. Mereka terus melangkah melewati kobaran api dan menembaki musuh. Bahkan musuh yang terkena ledakan dan masih hidup tidak luput dari timah panas mereka.     

Keadaan terdesak semakin dirasakan oleh anak buah Antonio, mereka akan kembali ke markas dan menyiapkan rencana kedua. Antonio bahkan sudah berada di dalam markas bersama beberapa anak buahnya untuk melakukan rencana kedua mereka.     

Max dan anak buahnya terus melangkah maju, menembaki musuh yang kembali ke markas. Antonio mengintip dari balik jendela, dia ingin melihat sudah seberapa dekat musuh dengan markasnya. Pria itu tidak akan bisa mengalahkan dirinya dengan mudah, mata berfous pada Maximus yang melangkah mendekat. Tadi tidak begitu terlihat karena hutan yang gelap namun cahaya dari lampu markas menerangi mereka sehingga dia bisa melihat wajah Max dengan jelas.     

Mata Antonio tidak lepas dari pria yang harus dia bunuh namun tidak lama kemudian, matanya terbelalak melihat gadis yang berjalan mendekati Max dengan dua pistol di tangan dan terus menembaki anak buahnya. Bukankah itu Aleandra? Kenapa gadis itu bisa ada di sana?     

Tidak, tidak benar. Bagaimana mungkin gadis itu ada di sana padahal kakaknya sudah membawanya ke Rusia? Rasa curiga memenuhi hati, tidak mungkin kakaknya melepaskan gadis itu, tidak mungkin pula gadis itu melarikan diri dari kakaknya karena dia yakin tidak mungkin bisa.     

Antonio meminta seseorang meretas cctv di mana pesawat kakaknya berada tadi, dia harus memastikan ini terlebih dahulu sebelum menyerang musuh. Rekaman cctv sudah didapatkan, Antonio terkejut melihat pesawat milik kakaknya yang sudah menjadi puing. Pria itu diam, berpikir dan mencari tahu apa yang terjadi. Tidak lama kemudian, dia sadar jika kakaknya sudah diserang. Benar apa yang Oliver katakan, mereka dikecoh.     

"Sial!" umpatan nyaring memenuhi ruangan. Sekarang terjawab sudah kenapa gadis itu bisa berada bersama Maximus. Senjata api diambil, dia bersumpah jika dia akan membunuh mereka berdua dan tidak akan melepaskan mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.