Hi's Like, Idiot But Psiko

Tantangan Berduel



Tantangan Berduel

0Antonio benar-benar marah, pesawat milik kakaknya sudah tidak berbentuk lagi. Dia sungguh tidak menduga, selama mereka waspada mereka justru di kecoh oleh musuh. Dia menebak saat mereka menunggu musuh yang mereka kira sudah akan datang, musuh telah melakukan banyak hal tanpa mereka ketahui.     

"Aarrgghhhh!!" teriakan Antonio terdengar. Kesal, marah menjadi satu di dalam hati. Apakah kakaknya mati akibat ledakan pesawat itu? Atau kakaknya sudah mati di tangan Maximus. Padahal dia kira Roberto sudah bersenang-senang dengan Aleandra tapi siapa yang menduga?     

"Aku akan membunuhmu, Maximus Smith!" teriakan Antonio terdengar sampai ke luar ruangan sehingga Max dapat mendengarnya.     

"Aku harap kau tidak lari, Antonio!" ucap Max pula sambil menembaki anak buah Antonio.     

Antonio beranjak masuk ke dalam sebuah ruangan, dia akan menunggu Maximus di sana jika Maximus bisa melewati para anak buahnya yang sudah siap menyerang. Bajunya dilepas sehingga memperlihatkan tubuhnya yang dipenuhi oleh tato. Sebuah senjata diambil, kursi juga diletakkan di tengah ruangan dan setelah itu Antonio duduk di kursi itu untuk menunggu kedatangan Maximus.     

Di luar sana, Maximus masih menyerang anak buah Antonio yang berada di luar. Para anak buah itu sengaja menghadang langkah Max dan anak buahnya supaya mereka tidak bisa masuk ke dalam markas karena rekannya sedang menyiapkan serangan dadakan di dalam sana.     

Di dalam markas, anak buah Antonio sudah hampir siap dengan senjata api yang sedang mereka rakit. Ketika benda itu sudah selesai, mereka akan menghabisi semua musuh yang berada di luar sana. Sebuah senjata otomatis sedang dipasang, senjata otomatis itu akan bergerak sendiri layaknya robot.     

Senjata otomatis itu akan berputar tiga ratus enam puluh derajat saat senjata otomatis diaktifkan. Senjata itu akan terus menembaki musuh sehingga tidak akan ada yang selamat nantinya. Sebagai seorang yang menjalankan bisnis gelap, Antonio baru saja mendapatkan senjata itu dan sekarang, dia akan menguji coba senjata itu.     

Maximus melangkah maju bersama dengan Aleandra, suara tembakan sudah terhenti karena anak buah Antonio sudah tidak bersisa di luar sana. Suasana jadi hening, Maximus dan Aleandra berdiri saling membelakangi sambil melihat situasi.     

"Kenapa tiba-tiba sunyi, Max?" tanya Alendra.     

"Kita mundur sebentar, sepertinya musuh menyiapkan rencana lain," ucap Maximus. Belum juga Aleandra menjawab, tiba-tiba saja pintu ruangan terbuka. Max melihat ke arah pintu, begitu juga dengan Aleandra. Sebuah benda tinggi dan bulat berjalan keluar dari ruangan itu, benda itu berhenti sebentar dan terbuka sehingga mengeluarkan seperti sumbu-sumbu yang berlubang. Maximus mengumpat dan meraih tangan Aleandra.     

"Lari!" teriaknya seraya membawa Alenadra lari menuju pepohonan.     

Senjata otomatis mulai aktif dan menembak, senjata itu berputar menembaki apa saja yang ada. Beberapa anak buah Maximus menjadi korban akibat senjata itu, popohonan yang ada disekitar hancur karena senjata otomatis terus mengeluarkan timah panas yang tidak akan berhenti jika ribuan peluru yang ada di dalamnya tidak habis.     

Di dalam ruangannya, Antonio tersenyum dan tampak puas. Dia ingin lihat apakah Maximus bisa secepat senjata otomatisnya? Dia yakin satu atau dua tembakan sudah pria itu dapatkan. Itu bagus, dia bisa menebas leher pria itu dengan mudah nantinya dan membawanya kembali ke Rusia untuk dipertontonkan pada semua musuhnya.     

Suara tembakan masih tidak juga berhenti dari senjata otomatis miliknya. Batang-Batang pohon besar yang ada di sekitar lokasi mulai hancur, Maximus mengumpat dan tampak kesal. Dia tidak menduga musuh memiliki senjata canggih seperti itu namun yeah... itu bukanlah hal yang mustahil.     

Untuk saat ini dia hanya bisa bersembunyi karena satu kesalahan saja yang dia lakukan, maka peluru-peluru yang di tembakan dari senjata otomatis itu akan menghunjam tubuhnya. Sebaiknya dia mencari cara untuk melumpuhkan senjata otomatis itu.     

Dia dan Aleandra berdiri di sisi yang berbeda, Aleandra berada di sisi pohon yang lain. Batang pohon itu sudah hampir hancur semua, dia harus mencari tempat yang aman untuk berlindung jika tidak pohon itu akan tumbang dan menimpanya. Maximus melihat ke arahnya, sial. Peluru timah panas itu tidak akan cepat habis, sungguh pengecut yang bisa mengandalkan mesin saja.     

Otaknya bekerja, dia melihat daya rusak akibat peluru senjata api tersebut, sekarang waktunya matematika. Maximus menghitung jarak kerusakan yang diakibatkan senjata otomatis dengan jarak permukaan tanah. Dia tidak bisa terus bersembunyi, anak buahnya juga tidak. Jika dia mendapatkan jarak antara permukaan tanah dan sumbu terakhir senjata otomatis tersebut maka cara satu-satunya dia harus bertiarap di atas permukaan tanah untuk menghancurkan senjata otomatis tersebut namun dia harus menemukan permukaan tanah yang pas agar peluru itu tidak mengenai dirinya.     

Mata melihat sana sini, otak bekerja dengan cepat. Karena senjata otomatis itu menghancurkan sekitar yang ada jadi dia bisa melihat kerusakan yang diakibatkan oleh senjata api itu tanpa perlu keluar dari persembunyian. Setelah mendapatkan jaraknya, kini Max melihat permukaan tanah. Sebuah pistol peledak berukuran tidak besar diambil. Max berjalan lurus mengikuti bayangan pepohonan di mana dia sedang bersembunyi. Salah langkah sedikit saja maka dia akan mati.     

Aleandra menatapnya dengan tatapan heran, dia tidak menyangka Antonio begitu sulit ditangani. Entah apa yang Maximus lakukan tapi dia terus berjalan lurus tanpa terkena peluru yang melesat melewatinya. Anak buah Max juga tidak berdaya, sebagian dari mereka terluka akibat tembakan senjata api dan beberapa mati.     

Langkah Maximus terhenti, entah apa yang dia lakukan karena gelap tapi yang pasti dia sedang mencari tanah yang sedikit landai agar dia bisa menembaki dan menghancurkan senjata otomatis itu. Jangan kira dia tidak punya akal, hanya senjata otomatis tidak akan bisa menghalangi langkahnya dan tidak akan bisa membunuhnya.     

Permukaan tanah landai sudah dia temukan, sesuai dengan perhitungannya, dia akan menghancurkan senjata api otomatis itu dengan sekali tembakan saja. Para anak buah Antonio yang ada di dalam bersembunyi. Karena senjata otomatis itu berputar tiga ratus enam puluh derajat maka mereka juga bisa menjadi korban dari peluru senjata itu.     

Antonio cukup puas, dia memerintahkan anak buahnya untuk tidak menghentikan senjata itu sampai peluru habis. Dia menebak musuh sudah lari kocar kacir saat ini tapi dia tahu pria bernama Maximus itu akan tetap menyerang walau dia mendapatkan beberapa tembakan. Dia akan memenggal kepalanya saat Max dalam keadaan sekarat namun sayangnya tebakannya salah, mata Antonio tidak lepas dari senjata yang ada di tangan dan tiba-tiba saja, suara ledakan terjadi disusul dengan suara ledakan yang lain.     

Antonio terkejut dan beranjak, sial. Apa dia sudah salah perhitungan? Yeah... dia salah besar telah mengira senjata otomatisnya bisa menghalangi langkah Maximus. Sesuai dengan perhitungannya yang akurat, Max di atas permukaan landai dan membidik senjata otomatis yang tidak juga berhenti menembak. Peluru dari senjata api otomatis itu melesat di atas kepalanya namun dia tidak peduli dan dalam satu kali tarikan napas saja, Max menembakkan senjata apinya ke arah senjata otomatis milik Antonio. Dentingan suara padat terdengar dan tidak lama kemudian ledakan terjadi.     

Anak buah Antonio terkejut namun belum sempat mereka mengerti situasi tiba-tiba saja bangunan bagian depan meledak. Teriakan mereka terdengar, tubuh mereka terpental akibat ledakan. Anak buah Maximus menyergap tanpa aba-aba, suara tembakan kembali terdengar.     

Situasi berubah, sekarang Maximus yang mengambil kendali. Max dan Aleandra melangkah maju menembaki musuh, tinggal menangkap Antonio maka semuanya selesai. Anak buah Antonio terpukul kalah, mereka belum juga menguasai situasi akibat ledakan namun mereka sudah mendapat serangan dari anak buah Maximus.     

Mereka berlari menyelamatkan diri tapi tidak ada yang dilepaskan oleh anak buah Max apalagi banyak rekan mereka yang menjadi korban. Suara tembakan mengiringi teriakan mereka, mereka tidak saja ditembak mati tapi mereka juga ditangkap lalu sebilah pisau berada di leher mereka dan mereka dibunuh di tempat itu juga. Lagi pula yang Maximus inginkan hanya Antonio, hanya pria itu saja yang tidak akan dibunuh di tempat itu.     

Antonio semakin was-was, sepertinya Maximus tidak terluka sama sekali. Sial, semua perangkap yang dia siapkan untuknya gagal total tapi dia bukan pengecut, dia akan menunggu pria itu dan mengajaknya berduel untuk melihat sejauh apa kekuatan yang dia miliki sehingga dia bisa kalah seperti itu.     

Markas sudah dikuasai oleh Maximus, Aleandra diam saat melihat kekejaman anak buah Maximus yang menyabetkan pisau mereka di leher musuh yang mereka tangkap dalam keadaan hidup. Dia tahu dia tidak sedang syuting film, tindakan yang mereka lakukan adalah nyata.     

Entah ada berapa, sepertinya ada belasan orang yang tertangkap dan mati dengan cara itu. Darah mereka bahkan membasahi lantai, Aleandra melangkah di belakang Maximus dan memandangi punggung pria itu. Dia tahu Max menakutkan tapi dia tidak berani membayangkan bagaimana kejinya pria itu saat mengeksekusi musuh. Para anak buahnya saja begitu keji, bagaimana dengan dirinya?     

Seorang anak buah mendekatinya dan memberi laporan jika tidak ada musuh yang tersisa namun Maximus memerintahkan mereka untuk waspada karena Antonio belum mereka temukan. Dia juga memerintahkan para anak buahnya untuk mencari sandera, sebab itu mereka mulai berpencar.     

"Apa kau baik-baik saja, Aleandra?" Max menghampiri Aleandra yang berdiri diam melihat anak buah Antonio mati bersimbah darah.     

"Antonio?" ucapnya.     

"Kita cari bersama, dia pasti sedang bersembunyi!" Max menghampiri Aleandra dan meraih tangannya.     

"Aku menunggumu di sini, Maximus Smith!" terdengar suara teriakan Antonio.     

"Kemarilah, aku menantangmu berduel sampai salah satu dari kita mati!" Antonio kembali berteriak. Anak buah Maximus bergerak ke arah datangnya suara, pintu di dobrak hingga terbuka dan tentunya mereka mendapati seorang pria yang dipenuhi tato disekujur tubuh sudah menunggu di dalam dengan sebilah pedang di tangan.     

Anak buah Maximus menyergap masuk, begitu juga dengan Maximus dan Aleandra. Antonio menatap mereka dengan tatapan penuh amarah dan kebencian. Setelah memenggal kepala Maximus maka dia juga akan merobek anggota tubuh Aleandra menjadi serpihan dan setelah itu, tubuh mereka berdua akan dia buang ke laut sehingga menjadi makanan para ikan hiu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.