Hi's Like, Idiot But Psiko

Maximus Vs Antonio



Maximus Vs Antonio

0Pistol disimpan, Maximus membuka jaket yang dia gunakan dan melemparkannya ke arah anak buahnya. Antonio menantangnya berduel? Tentu dia tidak akan menolak tantangan pria itu bahkan dia memang sudah sangat menantikannya dan dia harap Antonio tidak menyesal.     

Aleandra berdiri agak jauh sambil memegangi perutnya yang terasa begitu sakit. Darah bahkan mulai mengalir dari lukanya, sepertinya efek obat sudah habis namun dia tidak peduli karena dia sudah pernah mengalami hal seperti itu sebelumnya.     

Maximus memerintahkan anak buahnya keluar dari ruangan itu untuk mencari sandera sehingga tinggal mereka bertiga saja. Antonio tidak mempedulikan hal itu, lagi pula pertarungan itu hanya di antara dirinya dan Maximus saja. Dia juga sudah mempersiapkan kejutan untuk mereka saat mereka mendapatkan sandera jadi biarkan saja mereka mencari.     

Sebilah pedang berada di tangan Maximus, tentunya pedang itu diberikan oleh anak buahnya sebelum mereka keluar.     

"Apa kau yakin ingin menantangku dalam bermain pedang?" tanya Maximus.     

"Apa aku terlihat bercanda? Sebaiknya jaga kepalamu baik-baik!" ucap Antonio. Pedang sudah diangkat, dia akan menebas kepala pria itu tanpa ragu.     

"Ha... Ha... Ha... Ha!" Max tertawa terbahak mendengar ancaman Antonio. Ingin menebas kepalanya? Apa Antonio pikir dia bisa melakukan hal itu dengan mudah? Dia jadi ingin tahu, seberapa hebat pria itu memainkan pedangnya?     

"Berhenti tertawa dan majulah. Aku sudah tidak sabar menebas kepalamu dan membawamu pulang ke Rusia!" Antonio semakin kesal.     

"Aku sangat takut mendengarnya, Antonio. Aku akan menjaga kepalaku baik-baik tapi kau jagalah tanganmu baik-baik karena aku hanya menginginkan satu tanganmu saja. Ada yang sudah lama menunggumu di markas dan aku rasa pria yang aku tangkap di pesawat juga menunggumu!"     

"Kau? Apa yang kau lakukan pada kakakku?!" teriak Antonio. Ternyata kakaknya tertangkap, dia kira Roberto sudah mati bersama pesawat yang meledak.     

"Apa yang aku lakukan? Kau akan tahu nanti setelah kau bergabung dengannya. Seorang anak buahmu yang aku tangkap waktu itu juga sudah menunggu kedatanganmu, dia sangat bangga akan kehebatanmu jadi sebaiknya kau tidak membuatnya kecewa!" cibir Max.     

"Kau?! Aku pasti akan membunuhmu!" ucap Antonio dengan kemarahan di hati.     

"Aku sudah sangat siap!" Max mengangkat pedangnya yang tajam.     

"Aku pastikan kau pasti mati!" Antonio kembali mengangkat pedangnya yang sempat dia turunkan saat mendengar jika kakaknya sudah tertangkap. Dia pasti bisa membunuh pria itu dan menyelamatkan kakaknya. Seharusnya dia yang memegang kendali namun semua jadi terbalik.     

Aleandra bersandar di dinding bangunan, sial. Dia butuh duduk sebenar agar rasa sakit di perutnya berkurang. Selama mereka belum menyelamatkan Fedrick maka dia tidak akan bisa tenang. Dia sangat berharap anak buah Maximus menemukan keberadaan Fedrick di luar sana.     

Max dan Antonio sudah siap, mereka berjalan memutar dan saling pandang. Belum ada yang memulai sampai langkah mereka berhenti. Pedang tajam mereka sudah siap dan tidak lama kemudian, teriakan Antonio terdengar. Mereka berdua berlari ke arah musuh, pedang diayunkan dan tidak lama kemudian... Traangggg!! Benturan kedua benda tajam itu berbunyi.     

Mereka melangkah mundur dan setelah itu suara pedang beradu kembali berbunyi. Tidak ada yang mengalah, setiap serangan yang diberikan oleh Antonio dapat Maximus tangkis. Mau diserang dari bagian kanan, kiri atau bawah gerakan Antonio dapat dia baca. Tentunya hal itu membuat Antonio kesal setengah mati. Dia tidak menduga pria itu memiliki kemampuan dalam memainkan pedang tapi dia tidak tahu, Maximus sudah bermain dengan pedang semenjak dia masih kecil.     

"Sialan, jangan hanya bisa menangkis!" teriak Antonio marah seraya menyabetkan pedangnya ke arah Maximus dengan sekuat tenaga.     

Benturan keras dan suara pedang berbunyi, Maximus sampai mundur ke belakang akibat terdorong. Antonio belum puas, dia kembali berlari ke arah Maximus dan menyabetkan pedangnya lagi.     

"Apa hanya ini kemampuanmu?" tanya Maximus mencibir.     

"kau benar-benar meremehkan kekuatanku. Tidak saja memenggal kepalamu tapi aku juga akan memotong tubuhmu menjadi serpihan dan melemparkannya pada anjing liar."     

"Terdengar menakutkan, Antonio. Tapi jika kau tidak bisa maka bersiaplah karena tubuhmu akan menjadi rebutan binatang buas peliharaanku. Sekarang aku memberimu kesempatan untuk membunuhku, jadi lakukan dengan baik!" ucap Maximus seraya mendorong pedangnya dengan sekuat tenaga sehingga tubuh Antonio terdorong ke belakang!"     

"Aku yang akan membunuhmu jadi jangan banyak membual!" teriak Antonio. Dia kembali menyerang, menyabetkan pedangnya tanpa henti dengan emosi tinggi. Tidak mungkin dia tidak bisa mengalahkan pria itu, dia sudah membunuh banyak orang jadi tidak mungkin dia tidak bisa membunuh hanya seorang pemuda saja. Dia sudah lama berkecimpung di dunia gelap, hanya seorang pemuda yang tidak memiliki banyak pengalaman pasti bisa dia habisi.     

Antonio terus menyerang, Maximus hanya menangkis setiap serangannya. Dia tidak terlihat menyerang sama sekali, dia memang sengaja melakukan hal itu untuk melihat sampai di mana kemampuan yang Antonio miliki walau sabetan pedang yang diberikan oleh Antonio membuat lengannya terluka.     

Antonio semakin marah, tidak ada luka berarti yang dia berikan pada pemuda itu. Dia bahkan berusaha menusuk bagian vital Maximus tapi pria itu bisa menangkis pedangnya. Suara sabetan pedang yang memekakkan telinga memenuhi ruangan, Aleandra sudah bersandar di dinding sebagai penonton. Da harus menjauhi mereka agar tidak terkena sabetan pedang.     

Dia tidak menduga jika Maximus juga ahli pedang, dia baru berpikir tentang hal itu saat mereka berada di Japanese Garden Tea. Sekarang dia seperti sedang melihat dua samurai yang sedang bertarung bahkan pertarungan sengit mereka belum juga selesai.     

Entah bagaimana tapi saat itu, situasi sudah terbalik karena Maximus mulai menyerang Antonio. Dia kira pria itu akan memberikan permainan yang menyenangkan namun ternyata hanya itu saja yang bisa pria itu berikan. Semua serangan yang Antonio dapat dia baca jadi sekarang saatnya dia yang menyerang.     

"Jaga tanganmu baik-baik, Antonio!" teriak Maximus seraya menyabetkan pedangnya.     

Antonio mengumpat, dia semakin terpukul mundur. Maximus menyabetkan pedangnya tanpa henti, tentu saja hal itu membuatnya kewalahan. Dia terus terdorong sampai terpojok di dinding, Antonio bahkan tidak bisa menghindari sabetan pedang yang diberikan oleh Maximus sehingga pedang Max mengenai perutnya.     

Teriakan Antonio terdengar, pria itu jatuh berjongkok di atas lantai. Satu tangan berada di perut untuk memegangi bagian yang terluka, sedangkan satu tangan lagi masih memegangi pedang.     

"Sial!" teriak Antonio. Beruntungnya luka itu tidaklah dalam.     

"Bangun! Aku tahu kau tidak akan mati hanya karena luka kecil itu!" ucap Maximus seraya mengarahkan mata pedang tajamnya ke arah Antonio.     

Antonio terengah, dia tidak boleh kalah. Pria itu kembali berdiri dan mengangkat pedangnya. Seorang Antonio tidak boleh kalah oleh pemuda yang belum banyak berkecimpung di dunia kejahatan seperti dirinya.     

"Ayo mulai, kali ini aku pasti berhasil mengambil kepalamu!" ucapnya.     

"Kali ini aku juga akan mengambil satu tanganmu!" Max kembali mengangkat pedang, sudah cukup bermainnya.     

Mereka kembali bertarung, suara sabetan pedang kembali terdengar. Kali ini mereka serius karena pertarungan kali ini akan menentukan siapa yang akan kalah dan siapa yang akan menang dari duel yang mereka lakukan. Di saat mereka sedang sibuk berduel, anak buah Maximus sudah menemukan Fedrick yang diikat di kursi dengan kepala tertutup kain hitam.     

"Tidak ada bom di kursi tersebut namun ada sebuah bom yang melekat di tubuhnya. Bom itu belum aktif dan akan aktif kapan saja saat pemicu bom ditekan.     

Mereka segera menolong Fedrick, kain yang menutupi kepala pria itu bahkan dibuka. Pria itu tidak sadarkan diri, dia seperti diberi obat bius. Fedrick segera dibawa ke ruangan di mana Maximus sedang berduel. Hanya Max saja yang bisa melepaskan bom itu. Mereka tidak bisa melepaskan bom itu sembarangan karena bom yang dipasang di tubuh tidak bisa dicopot begitu saja.     

Maximus dan Antonio masih sibuk berduel saat Fedrick dibawa masuk ke dalam ruangan. Aleandra sangat senang melihatnya namun bom yang menempel di tubuh Fedrick membuatnya khawatir. Dia bahkan mencoba membangunkan Fedrick namun pria itu tidak juga sadar.     

"Apa yang terjadi dengannya?" tanya Aleandra pada anak buah Max.     

"Tidak tahu," jawab mereka.     

"Kenapa tidak lepaskan bomnya?"     

"Jangan sentuh, Nona!" cegah mereka.     

Aleandra menarik tangan, sial. Dia masih belum paham akan benda berbahaya itu, Fedrick dibawa ke dekat dinding agar dia bisa bersandar di dinding. Beruntungnya pria itu tidak mendapat luka apa pun namun bukan itu kejutan yang akan didapatkan oleh Aleandra.     

Antonio terus terpukul mundur, tenaganya bahkan sudah habis. Maximus menyerangnya tanpa henti, pemuda itu tidak memberikannya ruang bahkan untuk menarik napas saja sulit. Percikan api bahkan terjadi saat mata pedang mereka saling menggesek, itu karena pedang saling membentur tanpa henti.     

Max terus menyabetkan pedangnya, sedangkan Antonio kewalahan. Dia merasa sudah tidak sanggup lagi, kedua lengan yang memegang pedang sudah terasa gemetar. Maximus menyabetkan pedangnya lagi, lagi dan lagi sampai akhirnya, Antonio sudah tidak sanggup menangkis serangan yang dia berikan dan akhirnya... Craassshhh!! Pedang Maximus menebas pergelangan tangannnya.     

Antonio berteriak, pedang terpental dan menancap di atas lantai. Tangannya yang putus masih menempel di gagang pedang, teriakan kesakitannya memenuhi ruangan. Mata Aleandra terbelalak, ini pengalaman pertamanya melihat hal mengerikan seperti itu.     

Tangan Antonio berada di tangannya yang sudah putus, darah segar mengalir dari lengannya yang putus. Maximus mendekatinya dan meletakkan mata pedangnya di leher Antonio, akhirnya dia mendapatkan satu lengan Antonio.     

"Walau mengecewakan, namun permainan pedangmu tidak buruk," ucap Maximus.     

"Aku hanya lengah saja dan kalah tenaga!" teriak Atonio.     

"Apa pun alasannya, kau sudah kalah!"     

"Max!" Aleandra berteriak memanggilnya, Maximus menoleh melihat ke arah Aleandra dan pada saat itu, Antonio menekan sesuatu yang ada di balik saku celananya.     

Fedrick masih belum sadarkan diri tapi yang penting dia sudah ditemukan. Masalah bom yang ada di tubuhnya adalah masalah mudah namun bukan itu yang jadi masalahnya.     

"Ha... Ha... Ha... Ha!" Antonio tertawa terbahak, Max melihat ke arahnya kembali begitu juga dengan Aleandra.     

"Aku memang sudah kalah, aku akui kemampuanmu!" ucap Antonio. Tiba-Tiba saja terdengar seperti rantai berbunyi, tirai hitam yang sedari tadi menutupi jendela tiba-tiba terbuka.     

"Sekarang buatlah pilihanmu baik-baik!" teriak Antonio lagi dan dia kembali tertawa.     

Aleandra terkejut melihat sosok yang ada di luar jendela. Aleandra berlari menuju jendela, mata melotot melihat seorang pria tergantung di luar sana. Sial, apa maksudnya ini?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.