Hi's Like, Idiot But Psiko

Saling Menyalahkan



Saling Menyalahkan

0Seember air dibawa masuk ke dalam markas oleh anak buah Maximus. Air itu berbau busuk tentunya air itu diambil dari kolam buaya dimana para buaya itu membuang kotoran. Bisa dikatakan itu adalah air kotoran buaya. Para sandera belum juga sadarkan diri, mereka seperti sedang tidur nyenyak bagaikan berada di hotel bintang lima. Apa lantai dingin di mana mereka berbaring terasa begitu empuk?     

Anak buah Maximus yang membawa air berdiri di hadapan mereka dan menggeleng, mereka benar-benar tidak mengerti situasi. Air yang berisi kotoran diangkat dan setelah itu air disiramkan ke tubuh salah satu dari mereka dan tentunya yang menerima air kotor itu adalah Oliver karena dialah satu-satunya wanita yang ada di antara para sandera itu.     

Oliver terkejut, teriakannya pun terdengar, "Sialan, siapa yang berani menyiramku?" teriaknya lantang.     

Bau dari air kotoran yang membasahi tubuhnya tercium, Oliver kembali berteriak marah karena bau menyengat yang ada di tubuhnya. Suara teriakannya membangunkan yang lain, anak buah Max pun berlalu pergi karena sound sistem untuk membangunkan yang lain sudah aktif.     

"Jangan pergi kau, apa yang kau siramkan di tubuhku ini?!" teriak Oliver.     

"Berhenti berteriak!" teriak Roberto marah. Kepalanya terasa sakit, tubuhnya yang terbentur beberapa kali pun terasa sakit.     

Tidak saja Roberto yang meringis kesakitan, Antonio juga meringis akibat rasa sakit di tangannya. Mereka saling menatap dan terkejut tapi tidak untuk Antonio karena dia sudah tahu jika kakaknya memang sudah tertangkap.     

"Antonio, kenapa kau bisa tertangkap?" tanya Roberto. Walau suara teriakan Oliver belum juga berhenti akibat bau busuk di tubuhnya tapi mereka tidak peduli. Austin berusaha menenangkan OLiver tapi makian yang dia dapatkan.     

"Kau sendiri kenapa bisa tertangkap, Roberto? Bukankah seharusnya kau sudah terbang kembali ke Rusia?" tanya Antonio pula.     

"Kau tidak tahu, pria gila itu menembaki pesawatku sampai jatuh dan gadis itu hanya pura-pura pingsan lalu menyerangku!" ucap Roberto kesal.     

"Sial, kita sudah terkecoh dan semua gara-gara dia!" Antonio menatap ke arah Oliver yang masih memaki.     

"Kenapa kau menyalahkan aku? Aku juga tertipu dan terkecoh oleh rekaman cctv itu!" teriak Oliver tidak terima.     

"Bukankah kau bilang kau bisa menanganinya? Seharusnya kami tidak mempercayai dirimu dan tidak bekerja sama denganmu. Seharusnya kami hanya mencari informasi darimu saja lalu bergerak sendiri!" ucap Antonio     

"Bukankah sudah aku katakan padamu, Antonio. Jangan mempercayai siapa pun dan sekarang lihatlah, kita semua kalah dan kita tidak tahu berada di mana!" ucap kakaknya.     

"Oh, tidak!" Oliver menyadari sesuatu, matanya melihat sana sini.     

"Tidak... Tidak! Aku tidak mau berada di sini, lepaskan aku!" teriaknya lantang.     

"Sial!" teriak Austin. Mereka tahu benar apa yang akan terjadi pada mereka jika mereka sudah berada di tempat itu.     

Roberto dan Antonio saling pandang, kenapa mereka berdua terlihat begitu ketakutan? Mata mereka melihat sana sini, ruangan yang sepi dan terlihat mengerikan. Alat-Alat penyiksaan berada di sisi-sisi ruangan. Antonio dan Roberto menelan ludah, sebagai mafia yang juga akan menyiksa musuhnya mereka tahu ruangan apa itu..     

"Sial!" teriakan Antonio terdengar. Mereka pasti berada di ruangan eksekusi dan bisa dia tebak, sebentar lagi mereka akan di eksekusi.     

"Sialan, aku harus pergi dari sini. Aku harus pergi!" ucap Oliver sambil menarik rantai yang membelenggu kedua tangannya.     

"Percuma, Oliver. Rantai-Rantai ini tidak akan bisa kita lepaskan!" ucap Austin.     

"Diam kau, Austin. Aku harus bisa pergi dari sini, aku tidak mau berada di tempat ini. Apa kau lupa kabar yang kita dapat bagaimana ketika mereka mengeksekusi musuh? Aku sungguh tidak mau merasakan hal mengerikan itu!" Oliver terus berusaha menarik rantai, dia tidak peduli lagi dengan bau yang ada di tubuhnya. Dia harus memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa pergi dari tempat itu.     

Tidak saja mereka, Antonio dan Roberto juga berusaha menarik rantai yang membelenggu tangan mereka. Tidak ada yang berjaga di tempat itu, mereka bisa kabur dengan mudah jika mereka bisa melepaskan rantai itu.     

Mereka terus berusaha namun sia-sia karena rantai itu begitu kokoh apalagi rantai tertanam di tembok ruangan. Sampai sekarang, tidak ada yang bisa melepaskan diri dari belenggu rantai itu apalagi mereka.     

"Tidak, aku tidak mau berada di tempat ini. Aku tidak mau!" teriak Oliver sambil menangis. Selama ini dia sudah banyak mendengar kekejaman para klan Smith dalam mengeksekusi musuh sebab itu dia membutuhkan sekutu yang kuat namun apa daya, sekutunya juga kalah telak dan menjadi penghuni markas itu bersama dengan mereka.     

"Semua ini gara-gara kau, Antonio. Bukankah kau hebat? Kenapa kau tidak bisa membunuhnya padahal dialah yang mendatangimu?" teriak Oliver tidak terima. Sungguh sekutu yang sangat mengecewakan.     

"Diam! Bukankah kita bekerja sama untuk hal ini? Kita menyusun rencana dengan baik, kita berdua melakukan semua dengan kesepakatan. Jika ingin menyalahkan, seharusnya aku menyalahkan dirimu. Aku sudah berhasil mendapatkan gadis itu dengan umpan yang aku lemparkan, jika aku tidak bekerja sama denganmu mungkin aku dan kakakku sudah berada di Rusia saat ini!" teriak Antonio tidak terima.     

"Apa kau bilang?" Oliver semakin kesal, "Apa kau kira bisa mendapatkan gadis itu tanpa campur tanganku? Jangan lupa jika kau berhasil membawa gadis itu berkat topeng yang aku sediakan. Bukankah kau juga ingin membunuh Maximus Smith? Kau yang bersedia tanpa ada paksaan jadi jangan menyalahkan aku untuk apa yang telah terjadi!" teriak Oliver tidak terima.     

"Diam kalian berdua!" teriak Roberto marah. Tidaklah etis saling menyalahkan di situasi saat ini apalagi mereka sama-sama berada di tempat yang sama.     

Antonio diam begitu juga dengan Oliver. Mereka berdua saling menatap dengan tajam. Oliver kecewa sekutu yang dia kira kuat yang akan membawanya pada kemenangan tapi ternyata tidak. Antonio juga kecewa karena dia sudah salah bersekutu dengan Oliver.     

Suasana hening, mereka diam menunduk. Sekarang apa? Mereka tahu mereka tidak bisa pergi dari tempat itu dengan mudah karena rantai yang membelenggu tangan mereka sulit dilepaskan.     

Umpatan Antonio kembali terdengar, dia sungguh tidak menyangka kedatangannya ke Amerika justru membuatnya jatuh ke tangan musuh. Apa dia sudah meremehkan musuh yang dia lawan? Atau dia belum begitu mengetahui siapa lawannya?     

Mereka tidak bersuara lagi, tapi mereka sedang memikirkan cara bagaimana caranya pergi dari tempat itu terutama Oliver. Dia tahu saat Maximus datang maka mereka akan berakhir tragis.     

Di luar sana, salah satu anak buah Maximus menghubungi Jared untuk memberi laporan jika keempat sandera sudah sadarkan diri. Jared berada di rumah sakit saat anak buah yang ada di markas menghubunginya. Dia berada di sana untuk menunggu perintah.     

Pagi itu, Maximus terbangun saat mendengar suara pintu terbuka karena seorang perawat masuk untuk memeriksa kantung darah. Perawat itu juga hendak mengecek keadaan Aleandra. Gadis itu belum juga sadar karena efek obat bius belum habis.     

Max duduk di sisi ranjang dan mengusap wajahnya. Matanya tertuju ke arah Aleandra yang sedang diperiksa. Dia tidak bertanya tapi perawat itu mengatakan jika Aleandra baik-baik saja sebelum perawat itu keluar dari ruangan. Maximus beranjak dan melangkah mendekati Aleandra, pipi Aleandra diusap perlahan dan setelah itu sebuah ciuman mendarat di dahinya.     

Suara pintu diketuk, Jared masuk ke dalam ruangan itu karena dia hendak menyampaikan informasi dari anak buahnya yang ada di markas. Dia yakin bosnya pasti sudah tidak sabar untuk mengeksekusi para sandera yang ada di sana namun dia juga tahu, bosnya tidak mungkin meninggalkan kekasihnya.     

"Master, mereka semua sudah sadar," ucap Jared.     

"Bagus, biarkan mereka menikmati waktunya sebentar sebelum aku pergi ke sana untuk mengeksekusi mereka!"     

"Apa ada yang perlu aku siapkan?" tanya Jared. Mungkin saja ada yang ingin bosnya siapkan untuk mengeksekusi para musuhnya.     

Maximus diam, dia sedang berpikir namun tidak lama kemudian, dia melangkah mendekati Jared karena ada yang hendak dia perintahkan. Khusus untuk Antonio nanti, dia akan melakukan apa yang dia inginkan dan pria itu akan mati dengan perlahan.     

"Pergi siapkan sesuatu untukku, Jared. Perintahkan pula anak buah yang ada di sana untuk menyiapkan sebuah kandang karena aku akan menambah penghuni baru yang akan menghuni tempat itu."     

Jared mengangguk, ludah ditelan dengan susah payah saat Maximus mengatakan apa yang dia inginkan dan binatang apa yang harus dia beli. Sepertinya Max begitu marah dan dia bisa melihat itu.     

"Pergi dan lakukan, Jared. Aku ingin memandangi wajah kesakitannya nanti agar aku puas!"     

"Akan segera aku lakukan," Jared keluar dari ruangan itu, ponsel pun sudah berada di tangan karena dia akan menghubungi anak buah yang ada di markas untuk menyiapkan sebuah kandang.     

Maximus mendekati Aleandra setelah Jared keluar dari ruangan itu. Max kembali berdiri di sisi Aleandra, matanya tidak lepas dari wajah kekasihnya. Dia sudah bersumpah akan memberikan kematian yang mengerikan pada Antonio maka pria itu akan mendapatkannya. Yang lain dia tidak begitu peduli tapi karena mereka berani menantangnya maka mereka juga harus mendapatkan ganjarannya terutama pria yang dia tangkap saat membantu Aleandra, dia yakin jika pria itulah dalang yang telah membuat keluarga Aleandra terbunuh. Dia juga sudah berjanji akan membalaskan dendam Aleandra maka dia akan menepati janjinya.     

"Tunggulah," ucap Max. Pria itu sudah menunduk dan mendaratkan ciuman di dahi Aleandra., "Setelah kau sadar dan keadaanmu membaik, mereka yang telah membunuh keluargamu akan mendapatkan ganjarannya. Aku masih ingat bagaimana keadaan kakakmu dan bagaimana wajahnya saat dia mati maka orang yang sudah membuatnya seperti itu akan mendapatkan ganjaran yang lebih mengerikan," ucapnya dan sebuah ciuman kembali diberikan.     

Dia pasti akan melakukannya bahkan dia sedang memikirkan penyiksaan apa yang pantas mereka dapatkan. Apakah dia harus menggunakan alat penyiksaan yang dibuat oleh ayah dan pamannya dan mengajak mereka bermain? Itu bukan ide yang buruk tapi permainan apa yang pantas mereka lakukan? Sepertinya dia harus memikirkan alat apa yang akan dia gunakan untuk mengajak mereka bermain karena alat permainan tidak saja satu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.