Hi's Like, Idiot But Psiko

Kemarahan Marline



Kemarahan Marline

0Dua anak buah melangkah cepat saat mobil yang membawa Marline dan Michael sudah berhenti. Pintu dibuka, mereka keluar dari dalam mobil dan melihat tempat itu. Sudah lama tidak datang, tidak ada yang berubah.     

Marline menekuk kepalan tangan, dia terlihat begitu bersemangat. Siapa pun yang ada di dalam sana, akan dia pukul sampai puas. Michael menatapnya dengan tatapan curiga, pasti ada yang hendak dilakukan oleh istrinya sehingga dia terlihat begitu bersemangat.     

Mereka berdua melangkah menuju pintu, anak buah yang berjaga langsung membukakan pintu untuk mereka tanpa perlu perintah. Para tawanan yang ada di dalam melihat ke arah pintu, mereka berempat tampak was-was terutama Oliver dan Austin. Mereka tahu akan terjadi hal yang tidak mereka inginkan saat pintu ruangan itu terbuka.     

Mata Oliver melotot saat melihat Marline dan Michael masuk ke dalam ruangan. Akhirnya, orang yang sangat ingin dia temui datang juga. Seandainya kedua tangannya tidak terikat dengan rantai, dia akan berlari ke arah mereka dan membunuh mereka saat itu juga.     

Austin juga terlihat marah, keadaannya tidak jauh berbeda dengan Oliver. Kedua orang itulah yang telah membunuh ayahnya dan membuat ayahnya meninggal dalam keadaan mengenaskan. Dia juga sangat ingin berlari ke arah mereka dan menghajar mereka sampai dia puas.     

"Beraninya kalian?!" teriak Oliver marah.     

"Wah, siapa ini?" tanya Marline seraya menghampiri Oliver dan berdiri di hadapannya.     

"Aku akan membunuhmu, Marline Miller. Aku akan membunuh kalian berdua!" teriak Oliver marah.     

"Lihat keadaanmu, Nona? Apa kau bisa membunuh kami dengan keadaanmu yang seperti ini?"     

"Aku pasti akan membunuh kalian berdua jika aku bisa bebas dari tempat ini!"     

Marline dan Michael saling pandang dan setelah itu, Marline tertawa terbahak-bahak. Apa gadis itu sedang membuat lelucon? Apa dia kira dia bisa pergi dari tempat itu dengan mudah? Oliver semakin marah, apa Marline kira dia sedang membuat lelucon?     

"Hentikan tawamu!" ucap Oliver kesal.     

"Kau sungguh pandai bercanda, Nona. Apa kau pikir kau bisa pergi dari sini? Kalian yang sudah ada di sini jangan pernah berharap bisa pergi dari sini karena putraku akan membuat perhitungan dengan kalian nanti tapi kedatangan kami kemari karena kami ingin mencari tahu, siapa sebenarnya orangtua kalian sehingga kalian begitu dendam pada kami dan ingin membunuh kami!"     

"Kau benar-benar licik, Marline Miller. Kau sudah membunuh ayahku tapi kau tidak tahu siapa ayahku!" teriak Oliver.     

"Wow.... aku tidak licik, Nona. Apa ayahmu sedang hamil dirimu saat kami sedang melawannya?"     

"Pffft!" terdengar suara orang menahan tawa. Oliver melihat ke samping di mana Antonio dan juga Roberto menahan tawa. Tidak mereka saja, Michael dan anak buahnya juga menahan tawa mereka.     

"Apa yang kalian tertawakan?!" teriak Oliver marah. Emosi semakin memenuhi hati, beraninya mereka menertawakan dirinya?     

"Sekarang katakan, siapa ayahmu? Jika kau tidak mau mengatakannya, aku akan memukulmu sampai kau mau mengatakannya!" kepalan tangan kembali di tekuk, dia sungguh sudah tidak sabar untuk memukul wanita itu.     

"Katakan!" teriak Marline karena Oliver diam saja.     

"Ayahku, Bert. Apa kau tidak tahu?!" teriak Oliver.     

"Bert?" Marline mengernyitkan dahi dan mencoba mengingat siapa yang dimaksud oleh wanita itu.     

"Apa kau ingat, Mich?" tanya Marline.     

"Entahlah, mungkin saja pria yang menjadi Johan dan yang menipumu saat itu," jawab Michael.     

"Oh, ternyata bajingan itu. Apa kau tahu apa yang dia lakukan padaku sehingga kami membunuhnya?" Marline menatap Oliver dengan tatapan sinis.     

"Apa pun yang dia lakukan, tidak seharusnya kau membunuhnya bahkan kalian membunuh ayah Austin dengan begitu keji!"     

"Ada yang lain rupanya? Coba aku tebak, apa ayahnya adalah Zain?" kini mata Marline menatap ke arah Austin.     

"Ternyata kau tahu!" teriak Austin.     

"Ketahuilah, seharusnya kalian mencari tahu apa yang telah dilakukan oleh ayah kalian sebelum kalian memutuskan balas dendam agar kalian tidak berada di tempat ini. Sebelum aku memberi pelajaran padamu aku akan mengatakan padamu apa yang telah ayah kalian lakukan padaku! Zain memberikan aku serum berbahaya dan berpura-pura baik padaku untuk memanfaatkan aku. Apa kau pikir aku harus diam saja diperlakukan seperti itu? Dan ayahmu Bert, dia menggunakan wajah Johan dan bekerja sama dengan musuh untuk mencelakai aku, apa aku harus diam saja?"     

"Apa pun yang mereka lakukan, seharusnya kau cukup memenjarakan mereka saja tanpa membunuh mereka!" teriak Oliver.     

"Oh, jika begitu bagaimana dengan apa yang kalian lakukan saat ini? Jika memang kalian memiliki bukti, bukankah cukup melaporkan kami ke polisi saja?" Marline mendekati Oliver, kedua tangannya mengepal erat.     

"Semua yang terjadi karena ayah kalian yang berbuat jahat padaku, mereka pantas mendapatkannya. Walau aku pembunuh bayaran tapi aku tidak sembarangan membunuh orang tapi Zain memberikan serum berbahaya itu sehingga aku lupa ingatan. Apa kalian tahu apa yang aku rasakan? Kalian terlalu muda untuk memahami hal ini tapi kau?" kerah baju Oliver yang masih lembab ditarik, Marline menatapnya tajam.     

"Kalian pantas mendapatkannya dan putramu yang idiot itu, aku bersumpah akan membunuhnya!" teriak Oliver.     

"Jangan memanggil putraku dengan sebutan idiot!" teriak Marline marah dan setelah itu, Marline memukul wajah Oliver dengan tinjunya. Dia tidak terima putranya dipanggil idiot hanya karena dia suka bersembunyi di dalam lemari. Putranya jadi seperti itu karena serum yang Zain suntikkan dulu ke tubuhnya dan dia juga tidak bisa memiliki anak lagi selain Maximus saja.     

"Dia memang idiot aneh!" teriak Oliver.     

Kemarahan memenuhi hati Marline, beraninya wanita itu menghina putranya di hadapannya? Sebagai seorang ibu dia tidak terima. Sungguh dia tidak terima ada yang mengatai putranya idiot apalagi di depan matanya. Marline terus memukul wajah Oliver, wanita itu hanya bisa berteriak kesakitan dan tidak bisa melawan. Marline tidak menghentikan pukulannya sama sekali sampai akhirnya Michael menariknya menjauh dan menghentikan aksinya.     

"Jangan menghentikan aku, Mich. Lepaskan aku! Aku akan memberikan pelajaran pada orang yang telah mengatai putra kita idiot!" ucap Marline sambil memberontak.     

"Aku tahu kau marah tapi jika kau terus memukulnya kemungkinan dia akan mati jadi jangan sampai dia mati hanya karena pukulan saja! Bukankah Maximus berkata dia yang akan mengeksekusi mereka? Jadi biarkan Max yang melakukannya!"     

Marline terengah-engah, dia jadi kelepasan. Walau sejak dulu banyak orang yang mengatai Maximus seperti idiot bahkan teman sekolahnya juga mengatainya seperti itu namun sampai sekarang dia benar-benar tidak terima. Ibu mana yang terima putranya dikatai seperti itu?     

"Tenanglah, biarkan mereka mau berkata apa. Mereka tidak begitu mengenal putra kita. Biarkan saja mereka karena pada akhirnya mereka semua akan berakhir di tangan putra kita yang mereka sebut idiot!" ucap Michael. Dia menahan istrinya bukan berarti dia tidak marah. Dia juga tidak terima sama seperti istrinya namun percuma jika mereka marah karena pada saatnya nanti, wanita itu tidak akan bisa mengatakan apa pun lagi.     

"Sekarang, siapa yang berani mengatai putraku idiot? Katakan sekarang juga! Aku bersumpah tidak akan mengampuni kalian!" Marline melepaskan bahunya dari pegangan suaminya lalu dia melangkah mendekati Oliver dan berdiri di hadapannya.     

Oliver meringis kesakitan, wajahnya sakit begitu juga dengan bibirnya. Darah mengalir dari hidung dan juga sela bibirnya. Marline benar-benar memukulnya tanpa belas kasihan.     

"Kalian begitu benci pada kami tanpa tahu apa yang telah ayah kalian lakukan pada kami, apa kalian ingin merasakan apa yang aku rasakan dulu? Apa kau mau wajahmu aku robek dan setelah itu aku menggunakan wajahmu untuk melakukan kejahatan?" tanya Oliver tapi gadis itu diam saja.     

"Dan kau?" Marline menatap ke arah Austin, "Apa kau juga ingin merasakan serum seperti yang ayahmu suntikan di tubuhku dulu? Jika kalian mau maka aku akan melakukannya dengan senang hati agar kalian merasakan apa yang aku rasakan dulu!"     

"Jangan banyak bicara kau orang tua!" teriak Oliver marah.     

"Oh, aku memang orang tua dan orang tua inilah yang akan memukulmu!" Marline melangkah mendekat, menendangkan kakinya ke arah Oliver. Tidak saja menendang Oliver, dia juga menendang tubuh Austin sehingga mereka berdua terpental ke atas lantai.     

Mereka berdua berteriak, Marline terlihat puas. Itu sedikit balasan untuk orang yang sudah berani menghina putranya. Jika perlu dia akan memotong lidah mereka berdua sehingga mereka tidak bisa menghina putranya lagi.     

"Tunggu di sini baik-baik, Maximus pasti akan segera datang untuk memberikan pelajaran pada kalian berempat. Selagi dia belum datang, renungkan kesalahan kalian. Siapa pun kalian, dia tidak akan melepaskan kalian jadi bersiaplah!" setelah berkata demikian, Marline melangkah mundur. Sudah cukup, dia memang ingin memukul orang yang telah membuat putranya sedih. Dia tidak tahu siapa kedua pria yang sedari tadi menjadi penonton tapi mereka berdua akan mendapatkan nasib yang sama nanti.     

Michael mengajak Marline pergi karena apa yang mereka inginkan sudah tercapai. Mereka hanya ingin mencari tahu namun bogem mentah yang diberikan oleh istrinya adalah bonus. Anggap saja pukulan itu sebagai pembukaan sebelum mereka menghadapi siksaan yang sesungguhnya.     

"Jangan pergi kalian, lepaskan aku dari sini!" teriak Oliver.     

"Kau sudah membunuh ayah kami jadi lepaskan kami!" teriak Austin pula.     

"Berhentilah berteriak, pengampunan yang kalian inginkan ada pada Maximus jadi memohonlah padanya dan aku yakin, kalian akan memohon pada pria yang kalian sebut idiot itu!" cibir Marline.     

"Sial... Sial, lepaskan aku!" Oliver masih berteriak dan menarik rantai, dia harap rantai-rantai itu bisa lepas namun hal itu tidak mungkin terjadi.     

Mereka terus berteriak sampai Michael dan Marline keluar dari ruangan. Orang yang sudah menatang mereka tidak akan pernah dilepaskan walau mereka mau memohon seperti apa pun.     

Antonio dan Roberto diam, mereka bersandar di dinding dan menatap langit ruangan dengan tatapan kosong. Mereka yang suka menyiksa dan mengeksekusi musuh, kini mereka berada di posisi itu. Sungguh sial, mereka terlalu meremehkan musuh mereka sehingga mereka tertangkap seperti itu.     

Oliver berteriak dengan begitu keras, perasaan campur aduk dia rasakan. Amarah karena dia gagal membalas dendam juga sesal karena dia sudah salah mengambil tindakan dan sekarang, mereka hanya menunggu eksekusi menakutkan yang akan mereka dapatkan nanti.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.