Hi's Like, Idiot But Psiko

Pertemuan Terakhir



Pertemuan Terakhir

0Jared sudah kembali ke rumah sakit, tentunya setelah melakukan apa yang diperintahkan oleh Maximus. Dia kembali karena Maximus memerintahkan dirinya membeli makanan yang diinginkan oleh Aleandra.     

Saat terbangun, Aleandra merasa lapar dan sangat ingin makan semangkok sup labu. Sebab itu Maximus memerintahkan Jared membelikan sup yang diinginkan oleh Aleandra. Dia juga memerintahkan Jared untuk membawa Ferick dan kedua orangtuanya nanti untuk menemui Aleandra.     

Dia ingin mereka segera bertemu dan tentunya dia juga ingin mereka segera pergi. Kali ini adalah kesempatan terakhir bagi Fedrcik karena dia benar-benar tidak akan mengijinkan wanita itu menemui Aleandra lagi tapi sebelum itu, mereka harus menunggu sampai Aleandra menghabiskan sup labunya.     

Sup masih panas, Max meniupnya sebelum menyuapi Aleandra. Kedua orangtuanya belum kembali, itu karena Marline sedang menghajar Oliver di markas untuk melampiaskan amarahnya.     

Aleandra berbaring dengan nyaman, dia bahkan sudah berganti pakaian dan tentunya Maximus yang membantunya. Setelah sup sudah ditiup, Max menyuapi Aleandra. Dia melakukannya dengan hati-hati dan terlihat sabar.     

"Setelah kau selesai makan, Fedrick akan bertemu denganmu bersama dengan kedua orangtuanya. Aku mengatakan padanya jika ini akan menjadi pertemuan terakhir kalian karena aku tidak mau dia kembali membuat kekacauan yang bisa membuat dirimu celaka!" ucap Maximus sambil menyuapi Aleandra lagi.     

"Aku tidak keberatan, Max. Sejak awal kami memang sudah tidak memiliki hubungan lagi. Dia hanya sial dimanfaatkan oleh Antonio dan sekarang, sudah tidak ada alasan lagi untuk bertemu sapa dengannya di kemudian hari apalagi aku sudah bersama denganmu."     

"Bagus, aku senang mendengarnya. Sekarang habiskan supnya!" Maximus kembali menyuapinya makan.     

Di ruangan lain, Fedrick dan kedua orangtuanya sudah sangat tidak sabar untuk bertemu dengan Aleandra. Keadaan mereka sudah sangat baik karena mereka mendapat perawatan terbaik selama di sana.     

Fedrick terlihat enggan dan gelisah karena ini akan menjadi pertemuan terakhirnya dengan Aleandra. Sesungguhnya dia tidak ingin tapi dia sudah berjanji dengan Maximus jika dia tidak akan mengganggu Aleandra lagi apalagi sampai harus mencelakainya lagi.     

"Kenapa begitu lama, Fedrick?" tanya ibunya dengan tidak sabar.     

"Tunggulah sebentar lagi, Mom. Setelah bertemu dengan Aleandra kita akan kembali ke Rusia," ucap Fedrick.     

"Kenapa begitu terburu-buru, Fedrick?" tanya ayahnya pula.     

"Aku sudah berjanji pada kekasih Aleandra, Dad. Dia meminta kita untuk segera pergi tapi aku memohon agar kita bisa bertemu dengannya untuk terakhir kalinya."     

"Jadi setelah ini kita tidak bisa bertemu dengannya lagi?" tanya ibunya kecewa.     

"Yeah, aku rasa ini yang terbaik," Fedrick menatap dengan tatapan kosong, "Aku sudah mencelakai dirinya, Mom. Aku rasa aku akan mencelakainya lagi jika aku masih ingin memperjuangkan dirinya karena aku tidak memiliki kemampuan apa pun. Aku sadar sekarang, aku memang tidak pantas untuknya dan kali ini aku benar-benar harus merelakan dirinya bersama dengan pria yang jauh lebih baik dariku dan mengucapkan selamat tinggal padanya sekali lagi," ucap Fedrick sambil menghela napas berat.     

"Kau memang harus merelakan dirinya, Fedrick. Sejak awal dia memang bukan milikmu, kau yang membuat jarak sehingga dia menjadi milik orang lain dengan mudah jadi kau harus merelakan dirinya."     

"Aku tahu, aku sudah tidak bisa memperbaiki semuanya namun aku justru memperburuk keadaan. Maafkan aku, Mom. Aku tidak bisa memiliki dirinya dan membuat kalian kecewa."     

"Tidak apa-apa," ibunya mengusap punggungnya dengan lembut, "Kau sudah berusaha tapi kalian memang tidak berjodoh," ucapnya lagi.     

Fedrick tersenyum tipis, ibunya bahkan memeluk dirinya untuk menghibur. Semua perpisahan pasti menyakitkan, namun terkadang perpisahan yang terjadi adalah demi kebaikan kedua belah pihak.     

Mereka tidak mengatakan apa pun lagi, mereka menunggu dipertemukan dengan Aleandra dan memang tidak lama kemudian, Jared masuk ke dalam ruangan dan mengajak mereka untuk pergi karena Aleandra dan Maximus sudah menunggu.     

Kedua orangtua Fedrick sudah sangat tidak sabar, mereka tidak bertemu dengan Aleandra semenjak kejadian buruk yang menimpa mereka. Fedrick melangkah di belakang mereka dengan perasaan yang sulit dia ungkapkan. Ternyata rasanya lebih berat dari pada waktu itu.     

"Aleandra," ibu Fedrick sangat senang melihatnya namun dia tampak sedih setelah melihat keadaan Aleandra.     

"Ya, Tuhan. Apa yang telah terjadi denganmu?" tanyanya.     

"Aku baik-baik saja, Aunty. Bagaimana dengan keadaan Aunty dan Uncle, apa kalian mendapat perlakuan buruk dari mereka?" Aleandra tersenyum, dia berbaring dengan nyaman di tumpukan bantal yang sudah tersusun rapi.     

"Jangan pedulikan kami, Sayang. Kau bisa melihat jika kami juga baik-baik saja."     

"Maafkan kami karena kami sudah merepotkan dirimu, Aleandra," ucap ayah Fedrick.     

"Tidak, Uncle. Aku yang seharusnya minta maaf karena gara-gara aku, kalian jadi terlibat dan berada di dalam bahaya."     

"Itu salahku, Aleandra," ucap Fedrick yang melangkah mendekatinya dan berdiri di dekatnya.     

"Semua karena aku, aku yang telah membuat kau seperti ini. Maafkan aku, Aleandra. Seharusnya aku tidak keras kepala sehingga aku dimanfaatkan oleh mereka dengan mudah dan lihatlah keadaanmu, kau seperti ini pasti karena aku, bukan?" ucap Fedrick dengan rasa penyesalan yang teramat dalam.     

Pantas saja Maximus begitu marah padanya, ternyata Aleandra harus mengalami hal buruk karena dirinya. Tidak perlu di tanya, dilihat bagaimanapun keadaannya terlihat begitu lemah.     

"Sudahlah, Fedrick. Aku sangat lega melihat kalian baik-baik saja. Aku akan sangat merasa menyesal dan bersalah jika terjadi sesuatu dengan kalian."     

"Apa yang kau ucapkan, Aleandra. Semua terjadi karena aku terlalu lemah, tidak saja tidak bisa melindungi dirimu aku juga tidak bisa melindungi kedua orangtuaku dan lihatlah keadaanmu, kau jadi seperti ini karena perbuatanku. Aku minta maaf telah menyerahkan dirimu pada musuh, aku sungguh tidak punya pilihan lain karena pria itu mengancam akan membunuh ayah dan ibuku jika aku tidak melakukan apa yang dia perintahkan. Aku minta maaf, Aleandra. Aku sungguh tidak punya pilihan lain," ucap Fedrick dengan penyesalan memenuhi hati.     

"Aku tahu, Fedrick. Aku tahu kau terdesak dan tidak punya pilihan sehingga melakukan hal itu. Aku tidak membencimu dan menyalahkan dirimu, aku juga akan melakukan hal yang sama jika aku berada di posisimu. Tidak saja aku, aku yakin semua orang akan melakukan hal yang sama tapi mulai sekarang, aku harap kau tidak mempercayai siapa pun dengan mudah sehingga kau dimanfaatkan lagi seperti ini."     

"Terima kasih, Aleandra. Tolong sampaikan permintaan maafku pada Maximus karena aku harus merepotkan dirinya dan sampaikan rasa terima kasihku padanya yang telah menyelamatkan kedua orangtuaku," ucap Fedrick seraya melirik ke arah Maximus yang duduk di sofa tanpa mempedulikan mereka.     

Maximus mendengar percakapan mereka tapi dia diam saja karena dia tidak mau ikut campur. Dia memang memberikan mereka waktu untuk berbicara sebelum mereka pergi.     

"Dia mendengarnya," ucap Aleandra sambil tersenyum.     

"Apa setelah ini kau akan kembali ke Rusia?" tanya ibu Fedrick.     

"Entahlah, Aunty. Aku belum tahu."     

"Baiklah, aku sangat ingin kau menjadi menantuku tapi sepertinya kita tidak berjodoh. Sejak awal memang salah Fedrick yang tidak peduli padamu sehingga kau berpaling darinya dan kami tidak menyalahkan dirimu akan hal ini. Setelah ini kami akan kembali ke Rusia jadi jagalah dirimu baik-baik. Jangan lupa kau harus mencari kami saat kau sudah kembali," ucap ibu Fedrick. Walau dia merasa sedih namun dia tidak bisa melakukan apa pun selain merelakan Aleandra.     

"Maafkan aku jika selama ini aku sudah berbuat salah pada kalian," ucap Aleandra seraya menunduk.     

"Jangan minta maaf, Sayang. Kami tidak menyalahkan dirimu," ibu Fedrick memeluknya, "Aku sungguh menyayangkan hubungan kalian berdua yang kandas seperti ini. Aku sangat berharap kalian bisa bersama namun kejadian yang telah terjadi telah memisahkan kalian berdua. Bukan salah kejadian itu pula tapi semua salah putraku. Aku harap kau bahagia."     

"Terima kasih, Aunty. Aku akan sangat merindukan kalian," tanpa dia inginkan air matanya mengalir. Apa boleh buat, mereka memang tidak berjodoh.     

Maximus menghampiri mereka, dia rasa pembicaraan mereka sudah cukup. Lagi pula Aleandra sudah membicarakan hal itu sebelumnya dengan Fedrick jadi dia rasa sudah cukup.     

"Aku rasa sudah cukup, Aleandra butuh istirahat. Aku tidak bermaksud mengusir tapi aku sudah menyiapkan penerbangan untuk kalian yang akan berangkat dua jam lagi," ucap Maximus.     

"Maafkan aku sebelumnya, Max. Lagi-Lagi aku merepotkan dirimu," ucap Fedrick.     

"Kau tidak saja merepotkan aku, Fedrick. Tapi kau juga merepotkan semua orang. Kedua oangtuamu sudah tua, sebaiknya kau lebih pintar mulai sekarang untuk menjaga kedua orangtuamu. Kali ini kalian bisa selamat karena hanya dijadikan sandera tapi lain kali, kalian tidak akan seberuntung ini lagi!" ucap Maximus.     

"Yang kau katakan sangat benar, anak muda. Tapi aku rasa semua bukan salah Fedrick," ucap ayah Fedrick.     

"Salah dia atau tidak, yang pasti dia harus semakin pintar setelah kejadian ini!"     

"Yang kau katakan sangat benar, terima kasih sudah menolong kami. Sepertinya kami sudah harus pergi. Aku sangat berterima kasih kau begitu peduli dengan kami," ucap Fedrick. Dia memang harus waspada mulai sekarang agar kedua orangtuanya tidak celaka.     

Karena ada penerbangan yang harus mereka kejar, jadi mereka berpamitan. Ibu Fedrick memeluk Aleandra kembali, rasanya berat berpisah karena mereka sudah sangat dekat. Fedrick juga merasakan hal yang sama dan dialah yang paling merasa berat walau mereka pernah berpisah sebelumnya tapi kali ini terasa berbeda karena ini terakhir kalinya mereka bertemu.     

"Selamat tinggal, Aleandra," ucap ibu Fedrick. Air matanya mengalir tanpa dia inginkan. Aleandra juga menangis, dia sungguh tidak sanggup menahan kesedihan berpisah dengan mereka.     

Kaki mereka bahkan enggan melangkah keluar dari ruangan itu, mereka bahkan melihat ke arah Aleandra sesekali saat mereka melangkah keluar. Pandangan Fedrick sulit berpaling namun akhirnya dia keluar dari ruangan dengan perasaan berat. Sebuah rasa bergejolak di dada tapi dia sedang menahannya agar perasaan itu tidak tumpah di sana.     

Jared mengantarkan mereka pergi menuju bandara, semua sudah disiapkan oleh mereka. Setelah mereka pergi, Aleandra menghapus air matanya dengan terburu-buru lalu dia berusaha tersenyum saat Maximus mengusap wajahnya yang lembab. Dia sedih karena harus berpisah dengan kedua orangtua Fedrick yang sangat baik dengannya selama ini.     

Tidak lama kepergian Fedrick, Marline dan Michael kembali. Marline tersenyum melihat Maximus dan Aleandra. Semoga saja setelah ini mereka bisa bersama tanpa adanya musuh berbahaya lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.