Hi's Like, Idiot But Psiko

Aku Tidak Keberatan



Aku Tidak Keberatan

0Beberapa hari telah berlalu, keadaan Aleandra sudah membaik. Dia juga sudah diijinkan untuk pulang namun keadaannya akan selalu diawasi karena luka dibagian perutnya belum sembuh total.     

Tentunya Aleandra sangat senang karena dia sudah bosan berada di rumah sakit. Setidaknya dia merindukan ranjang aneh milik Maximus, dia merindukan rumah Max yang sudah menjadi rumahnya saat ini. Max membawanya pulang hari ini, ibunya sudah menunggu dengan yang lain untuk melihat keadaannya.     

Mereka juga membuat makanan, rumah Maximus yang semula sepi menjadi sedikit ramai karena putri Jonathan dibawa serta oleh Vivian. Mau bagaimana lagi, putranya sedang sibuk sehingga tidak ada yang menjaga cucunya.     

Mobil yang dibawa oleh Jared berhenti, Maximus turun terlebih dahulu. Dia tampak heran melihat beberapa mobil berada di depan rumah karena dia tidak tahu jika yang lain akan datang. Max mengulurkan tangan ke arah Aleandra, sedangkan Aleandra bergerak dengan hati-hati sambil memegangi perutnya.     

"Kenapa begitu banyak mobil?" tanya Aleandra.     

"Mungkin yang lain datang untuk melihat keadaanmu," Jawab Maximus seraya menggendongnya.     

"Auw, pelan-pelan!" ucap Aleandra karena lukanya terasa sakit.     

"Maaf, aku kurang hati-hati."     

"Tidak apa-apa, aku yang terlalu berlebihan," Kedua tangan Aleandra sudah melingkar di lehernya.     

Maximus membawanya masuk ke dalam, di mana yang lain menyambut kedatangan mereka. Putri Jonathan berlari ke arah mereka, dia yang paling tidak sabar melihat keadaan Aleandra bahkan gadis manis itu mengikuti langkah Maximus menuju kamar.     

"Uncle, apa Aunty baik-baik saja?"     

"Tentu saja, apa Jasmine mengkhawatirkan keadaan Aunty?"     

"Uhm, Jasmine sudah membawakan banyak permen untuk Aunty agar Aunty tidak sakit lagi," Jasmine berlari pergi karena dia ingin mengambil tas ranselnya.     

Maximus tersenyum begitu juga Aleandra. Sepertinya sangat menyenangkan jika di rumah sudah dipenuhi anak-anak. Rasanya sudah tidak sabar memiliki satu atau dua bayi yang lucu.     

"Sepertinya aku harus segera melamarmu," ucap Maximus.     

"Lakukanlah, Max. Tidak perlu pernikahan megah karena aku sudah tidak memiliki siapa pun dan aku juga masih berduka akan kehilangan kakak dan juga kedua orangtuaku," ucap Aleandra.     

"Kau tidak ingin pernikahan megah? Aku bisa memberikan pernikahan apa pun yang kau inginkan. Bahkan jika kau menginginkan pernikahan seperti putri di negeri dongeng pun aku bisa memberikannya padamu."     

"Terima kasih, Max. Setelah melewati semua ini, aku tidak menginginkan hal berlebihan lagi. Cukup memiliki dirimu saja sudah membuat aku bahagia."     

Maximus menurunkan Aleandra di atas ranjang, jika memang itu yang diinginkan oleh Aleandra maka dia tidak keberatan tapi dia harus membahas hal itu pada kedua orangtuanya karena dia khawatir mereka tidak mengijinkan pernikahan mereka dilakukan secara sederhana apalagi pernikahan yang dilakukan oleh semua anggota keluarga mereka selalu dilakukan dengan megah.     

Setelah membaringkan Aleandra, si manis Jasmine masuk ke dalam dengan ransel kesayangannya. Jasmine berlari ke arah ranjang dan naik dengan susah payah namun Maximus membantunya.     

"Apa yang kau bawa, Girl?" Max mendudukkan Jasmine di sisi Aleandra.     

"Permen untuk Aunty," tas dibuka, Jasmine mengeluarkan beberapa permen dari dalam tas dan memberikannya untuk Aleandra.     

"Terima kasih, Sayang," Aleandra mengambil permen dari tangan mungil Jasmine.     

"Apa tidak ada permen untuk Uncle?" tanya Maximus.     

"Tidak, Uncle tidak sakit jadi tidak ada permen untuk Uncle," jawab Jasmine.     

Maximus terkekeh begitu juga dengan Aleandra, Jasmine membuka bungkus coklat dan membukanya. Di dalam tas miliknya memang berisi makanan dan terkadang boneka beruang kesayangannya juga disimpan di dalam tas.     

Aleandra mengusap kepala Jasmine sambil tersenyum, gadis itu sangat menggemaskan, rasanya ingin mencubit pipinya yang lucu tapi dia takut Jasmine menangis.     

"Jasmine, Aunty ingin beristirahat. Ayo keluar dengan Uncle," ajak Maximus. Dia ingin keluar dan menemui yang lain untuk membahas pernikahannya dengan Aleandra mumpung kakek dan neneknya juga datang.     

"Tidak apa-apa, Max. Aku sudah cukup beristirahat jadi aku ingin bersama dengannya terlebih dahulu," ucap Aleandra.     

"Baiklah," Max menumpuk bantal agar Aleandra bisa bersandar dengan nyaman.     

"Apa Aunty mau melihat gambar Jasmine?" tanya Jasmine setelah cokelatnya habis.     

"Tentu saja, apa yang Jasmine buat?"     

"Jika begitu aku tinggal," Maximus memberikan ciuman di dahi Aleandra dan setelah itu dia keluar dari kamar.     

Jasmine mengambil buku gambar yang ada di dalam tas dan mulai memperlihatkan gambar yang dia buat pada Aleandra. Sebelum keluar dari kamar, Maximus melihat ke arah mereka sejenak dan setelah itu dia pergi mencari yang lain. Ruang keluarga menjadi tujuan, semua mata melihat ke arahnya saat Maximus menghampiri mereka.     

"Bagaimana keadaan Aleandra, Max?" tanya neneknya.     

"Dia baik-baik saja, Nenek."     

"Bagus, kemarilah. Aku rasa sudah saatnya kau membahas hal serius dengan kami," ucap neneknya.     

"Aku tahu, aku memang ingin membahas hal ini dengan kalian," Maximus menghampiri mereka dan duduk di sisi ibunya.     

"Jadi, apa kau sudah memutuskan untuk segera menikah dengannya?" tanya ibunya.     

"Yeah... aku baru saja membahas hal ini dengan Aleandra. Setelah keadaannya membaik, aku akan melamarnya namun dia tidak menginginkan pernikahan megah karena dia masih berduka akan kehilangan kakak dan juga kedua orangtuannya. Apa kalian tidak keberatan jika kami menikah secara sederhana?" tanya Maximus. Mungkin pernikahan mereka akan menjadi pernikahan paling sederhana di keluarga mereka nanti. Keluarganya memang lebih suka pernikahan megah karena mereka semua akan berkumpul dan bersuka cita di acara itu nanti.     

Tidak ada yang menjawab, mereka terlihat berpikir dan setelah itu mereka melihat ke arah Kate karena dia yang paling berhak memutuskan hal itu.     

"Bagaimana, Mom?" tanya Marline.     

"Tentu saja tidak jadi soal, bukan masalah pernikahan megah yang akan membuat pernikahan kalian bahagia tapi bagaimana kalian menjalani hubungan kalian sebagai suami istri nanti. Walau tidak dirayakan dengan megah bukan berarti kita semua tidak bisa berkumpul. Acara pernikahanmu akan dihadiri oleh keluarga kita saja karena Aleandra sudah tidak memiliki siapa pun lagi. Kami semua akan hadir untuk menjadi saksi pernikahan kalian dan setelah mengucapkan janji, kau bisa membawa Aleandra pergi berbulan madu," ucap Kate. Mereka harus menghormati keputusan Aleandra yang baru kehilangan keluarganya. Walau tidak diadakan dengan meriah yang penting mereka menikah dan sah menjadi suami istri.     

"Terima kasih, Nenek. Aku tidak akan menundanya dan akan segera melamar Aleandra," ucap Maximus. Tapi semua itu akan dia lakukan setelah dia membalas orang-orang yang telah membuat Aleandra kehilangan keluarganya juga musuhnya yang sudah menunggu di eksekusi olehnya.     

Hari ini dia tidak bisa pergi tapi besok, dia tidak akan menunda untuk memberikan mereka pelajaran dan bermain dengan mereka. Dia bahkan akan bermain dengan mereka selama beberapa hari sebelum mereka dilemparkan pada binatang yang sedang lapar.     

"Jika begitu segera pikirkan kapan kalian akan melakukan sumpah setia dan ke mana kalian akan berbulan madu nanti. Aku dan kakekmu akan menghubungi yang lain dan meminta mereka untuk pulang. Kami akan menghubungi yang ada di Australia terlebih dahulu jadi pikirkanlah."     

"Baiklah, Nenek. Aku akan membahas hal ini dengan Aleandra," ucap Maximus seraya beranjak, semua sudah setuju dengan keputusannya maka tinggal membahas hal itu dengan Aleandra.     

Maximus kembali ke dalam kamar, tidak terdengar apa pun. Suara Jasmine pun tidak terdengar padahal dia akan selalu heboh saat menunjukkan sesuatu. Pintu dibuka dengan perlahan, ternyata Jasmine tidur di samping Aleandra.     

Aleandra meletakkan satu jarinya ke bibir agar Maximus tidak membuat suara berisik. Pintu ditutup dengan perlahan dan setelah itu Maximus melangkah mendekati Aleandra. Ini aneh, biasanya Jasmine tidak mau dekat dengan orang lain apalagi tidur di sisinya.     

"Apa perlu aku memindahkannya?" Maximus naik ke atas ranjang dari sisi yang lain.     

"Jangan, biarkan saja dia tidur. Dia bilang dia sangat merindukan ibunya tapi ayahnya tidak mau mempertemukan dirinya dengan sang ibu. Apa tidak ada yang memberi tahunya jika ibunya sudah tiada, Max?"     

"Tentu saja sudah tapi dia terlalu kecil untuk memahami apa yang telah terjadi!"     

Aleandra diam, matanya tidak lepas dari Jasmine. Dia sangat iba dengan gadis itu yang sangat merindukan ibunya. Apa sepupu Maximus tidak berniat menikah lagi? Bagaimana jika posisi itu dialami oleh mereka berdua?     

"Bagaimana jika aku?"     

"Sttss!" Maximus meletakkan jarinya ke bibir Aleandra.     

"Jangan katakan, Aleandra. Sudah aku katakan jangan tinggalkan aku dan kau tidak boleh berpikir demikian. Aku tidak suka kau berpikir seperti itu, kau mengerti?"     

"Maaf, aku hanya ingin tahu. Apa kau akan menikah lagi jika aku juga mengalami apa yang ibu Jasmine alami?"     

"Bodoh, sampai sekarang aku belum menemukan wanita yang bisa aku ajak bercinta di dalam lemari selain dirimu."     

"Apa? Sssttt! Jasmine bisa mendengar!" ucap Aleandra seraya memukul bahu Maximus.     

Maximus terkekeh, ciumannya mendarat di pipi Aleandra, "Aku sudah berbicara dengan keluargaku," ucapnya tanpa berhenti mencium pipi Aleandra.     

"Membicarakan apa?"     

"Membicarakan pernikahan kita, mereka tidak keberatan pernikahan kita diadakan secara sederhana sesuai dengan keinginanmu."     

"Jadi mereka setuju?"     

"Yes, pernikahan kita akan disaksikan oleh seluruh anggota keluargaku nanti dan setelah mengucapkan janji, kita akan pergi berbulan madu. Itu yang kau inginkan, bukan?"     

"Uhm, tapi aku sudah memikirkannya jika aku tidak boleh egois. Kau berhak memutuskan pernikahan itu nanti. Aku memang tidak punya siapa pun lagi tapi kau memiliki sahabat dan rekan bisnis yang harus kau undang jadi aku tidak keberatan jika kau ingin pernikahan kita dilakukan dengan megah," ucap Aleandra.     

"Bodoh, mereka tidaklah penting. Yang paling penting aku bisa memiliki dirimu. Keluargaku sudah setuju, aku juga sudah memutuskan maka kita akan menikah secara sederhana tanpa adanya pesta!"     

"Apa kau benar-benar tidak keberatan?" Aleandra memandangi wajahnya untuk mencari jawaban di sana.     

"Tentu saja, aku tidak keberatan. Tapi aku harus menyelesaikan mereka berempat terlebih dahulu setelah itu kita menikah!"     

"Kapan kau ingin memberi mereka pelajaran?" tanya Aleandra ingin tahu.     

"Besok, sesuai dengan janjiku, aku akan membawamu saat Antonio sudah menerima ganjarannya."     

"Aku sudah tidak sabar!" mata Aleandra terpejam saat Maximus mengecup bibirnya.     

Kedua tangan Aleandra melingkar di tubuh Maximus, mereka berciuman tanpa menimbulkan suara karena mereka khawatir tiba-tiba saja Jasmine terbangun dan beruntungnya gadis manis itu tidur dengan nyenyak sambil memeluk boneka beruang kesayangannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.