Hi's Like, Idiot But Psiko

Saatnya Memulai



Saatnya Memulai

0Suasana hening, tidak ada satu pun dari mereka yang bersuara lagi karena mereka merasa lidah mereka tiba-tiba menjadi kelu. Oliver masih menunduk tapi Antonio menatap Maximus dengan tatapan penuh kebencian. Dia sungguh tidak menyangka akan tertangkap oleh pria itu padahal dia yakin pengalamannya dalam dunia kejahatan tidak selama dirinya.     

Max mengetukkan jarinya ke atas meja, dia suka melihat ekspresi ketakutan yang mereka tunjukkan, dia sedang berpikir akan mulai menyiksa siapa terlebih dahulu dan alat penyiksaan apa yang harus dia gunakan.     

"Kenapa kau diam saja, bukankah kau datang untuk menyiksa kami?" ucap Antonio.     

"Wah, ada yang tidak sabar rupanya!"     

"Diam kau, Antonio!" teriak Oliver marah. Apa pria itu kira menyenangkan mendapat siksaan? Sumpah demi apa pun, dia tidak sudi berada di tempat itu.     

"Tidak apa-apa, aku suka semangat kalian. Sepertinya kalian sudah sangat tidak sabar mendapat siksaan dariku!" ucap Maximus.     

"Jangan bercanda, Max! Lepaskan aku dari sini, kau bisa menyiksa mereka yang sangat ingin merasakan siksaan darimu!" teriak Oliver.     

"Oh, berikan aku alasan yang bagus sehingga aku harus melepaskan kau dari sini?" Maximus menatap Oliver dengan sinis, ternyata musuh yang sangat ingin membunuhnya selama ini hanya seorang wanita.     

"Kedua orangtuamu sudah membunuh ayahku dan ayah Austin, kami hanya ingin membalas dendam untuk menegakkan keadilan untuk ayah kami saja. Apakah itu salah? Mereka sudah mati dibunuh oleh kedua orangtuamu jadi sekarang lepaskan kami dan anggap kita sudah impas!" teriak Oliver.     

Maximus diam namun tidak lama kemudian gelak tawanya terdengar. Impas? Apa wanita itu mengira dia akan melepaskannya begitu saja dan melupakan apa yang telah terjadi?     

"Hentikan tawamu!" teriak Oliver kesal.     

"Sungguh lucu, kau ingin menganggap impas setelah semua yang telah kau lakukan?" Max menatapnya tajam dengan amarah memenuhi hati, "Siapa pun kau dan alasan apa pun yang kau miliki, aku bukan orang yang bermurah hati dan akan melepaskan musuh. Mungkin ayah kalian juga berakhir di sini dan aku akan pastikan, kalian juga akan berakhir di sini!" ucapnya lagi.     

"Jika begitu segera bunuh kami!" teriak Austin.     

"Membunuh kalian adalah perkara mudah tapi aku pastikan kalian akan mati dengan cara yang mengenaskan dan tentunya kalian tidak akan mati begitu saja!"     

"Jangan membual, segera lakukan!" teriak Antonio.     

"Hng, kau yang paling tidak sabar tapi aku punya kejutan untukmu dan seseorang sudah menunggu kedatanganmu. Sepertinya ini adalah kesempatan yang tepat untuk mempertemukan kalian!" Maximus menjentikkan jarinya ke atas dan pada saat itu, dua anak buahnya berlalu pergi, masuk ke dalam ruangan lain. Antonio dan Roberto saling pandang dan tentunya Roberto sangat ingin tahu siapa yang dimaksud oleh Maximus.     

"Siapa yang dia maksud, Antonio?" tanya Roberto.     

"Salah satu anak buah kita yang hilang waktu itu."     

Sesuatu didorong keluar oleh dua anak buah Maximus, benda itu berbentuk kotak tapi tidak begitu besar. Kain hitam menutupi benda itu dan benda itu diletakkan di hadapan Antonio. Bau busuk tercium, suara ringisan pun terdengar.     

"Buka!" perintah Maximus.     

Tirai hitam dibuka, Oliver berteriak histeris melihat keadaan orang yang ada di dalam kandang yang bagaikan kandang anjing itu. Antonio terkejut melihat keadaan anak buahnya yang begitu mengerikan. Sebagian tubuhnya membusuk, bekas pukulan yang dia dapatkan sudah mengeluarkan bau tidak sedap. Keadaannya kurus kering, walau begitu pria itu tidak mati.     

Maximus beranjak, sebuah sapu tangan Jared berikan untuknya menutup hidung. Maximus mendekati kandang di mana anak buah Antonio terlihat sudah tidak berdaya. Pria itu benar-benar merasakan mati tidak hidup pun tidak.     

"Apa kau masih bisa mendengarku?" tanya Maximus pada anak buah Antonio.     

"Tu-Tunggu saja saat bosku datang!" ucapnya tanpa tahu jika bosnya sudah berada di sana.     

"Ha... Ha... Ha... Ha..!" Maximus tertawa terbahak, apa pria itu tidak tahu jika bos yang sangat dia banggakan itu sudah berada di sana?     

"Aku sungguh iba denganmu, kau begitu bangga akan kemampuan bosmu tapi coba kau lihat orang yang sangat kau banggakan itu," Maximus menunjuk ke arah Antonio.     

Anak buah Antonio melihat ke arah jari Maximus, mata melotot saat melihat Antonio sedang terikat rantai dan tidak berdaya. Ekspresi wajahnya menunjukkan ketidak kepercayaan. Padahal dia sangat berharap bosnya datang menyelamatkan dirinya tapi apa yang terjadi? Keadaan bosnya tidak jauh berbeda dengan keadaannya dulu saat tertangkap.     

"Bagaimana, itu bukan orang yang sangat kau banggakan? Lihatlah keadaannya saat ini, apa dia sehebat yang kau banggakan? kau bilang dia lebih hebat dariku tapi coba lihat dia, apa sekarang kau masih mau membanggakannya?" tanya Maximus mencibir.     

"Diam kau!" teriak Antonio marah.     

"Kenapa, Antonio? Apa kau malu karena sudah mengecewakan anak buahmu?"     

"Diam, aku bilang diam!" Antonio semakin kesal.     

Maximus kembali tertawa terbahak, sungguh dia sangat puas melihat keadaan mereka. Anak buah Antonio semakin tidak berdaya, dia bertahan hidup karena dia percaya bosnya pasti datang menyelamatkan dirinya dan membunuh pria itu namun harapannya harus kandas. Lebih baik dia mati seperti kedua rekannya waktu itu dari pada dia hidup dengan siksaan seperti itu.     

"Sudah cukup reuninya, sekarang dia sudah melihat jika bos yang sangat dia banggakan sudah tertangkap olehku jadi sudah saatnya dia mati. Bawa dia dan lemparkan ke dalam kolam ikan!" perintah Max.     

"Tidak, bunuh aku dalam sekali tembakan!" teriak anak buah Antonio.     

"Bawa dia, Jared. Setelah itu turunkan permainan itu, aku sudah sangat ingin bermain dengan mereka berempat!" perintahnya.     

Jared segera bergerak dengan anak buah yang lain. Maximus kembali duduk di tempatnya dan menatap keempat tawanannya secara bergantian. Suara teriakan anak buah Antonio memenuhi ruangan, pria itu memohon langsung dibunuh saja namun dia tetap dibawa dan akan dilemparkan ke dalam kolam ikan piranha.     

Oliver semakin gemetar ketakutan, kondisi anak buah Antonio yang begitu mengenaskan sudah membuatnya begitu ketakutan apalagi mendengar pria itu akan di lempar ke dalam kolam ikan dalam keadaan hidup. Tidak perlu ditanya, mereka semua tahu ikan apa yang dimaksud.     

"Sekarang, apa kalian siap bermain denganku?" tanya Maximus. Seringai menghiasi wajah, mereka akan mendapatkan siksaan sesuai dengan apa yang mereka pilih jika mereka kalah nanti.     

"Jangan banyak basa basi, segera bunuh kami!" teriak Roberto.     

"Oh, khusus untuk kalian, aku akan memberikan hadiah karena kalian sudah menghabisi keluarga Aleandra!"     

"Apa yang kami lakukan tidak ada hubungannya denganmu! Kami membunuh mereka karena kesalahan ayahnya yang menjebloskan aku ke dalam penjara!" teriak Roberto.     

"Semenjak dia menjalin hubungan denganku, segala sesuatu yang berhubungan dengannya menjadi urusanku. Aku tidak peduli alasan apa yang kau miliki sehingga kau membunuh keluarganya tapi yang pasti aku sudah bersumpah untuk membantunya balas dendam dan sekarang adalah waktunya menggantikan Aleandra balas dendam. Kematian kedua orangtuanya, kematian kakaknya yang membuatnya begitu sedih, semua itu akan aku perhitungkan dengan kalian mulai hari ini dan kau, Antonio," Max menghentikan ucapannya. Tatapan matanya tertuju pada Antonio dan dia menatap pria itu dengan kemarahan memenuhi hati.     

"Aku bersumpah kau akan melihat pria itu mati seperti Aleandra menyaksikan keluarganya mati dan setelah itu, kau yang paling akhir akan mati dengan cara yang lebih keji dan mereka berdua, " kini pandangannya beralih ke arah Oliver dan Austin, "Kalian jangan senang dulu karena kalian juga akan mendapatkan ganjaran atas apa yang kalian lakukan. Kalian sudah bersekutu dengan mereka untuk melawanku dan sekarang, kalian harus membayar perbuatan yang telah kalian lakukan!" ucapnya.     

"Jika bukan karena kedua orangtuamu yang membunuh ayah kami, kami juga tidak akan mengganggumu!" teriak Oliver.     

"Jika kedua orangtuamu tidak melakukan kejahatan pada kedua orangtuaku, bagaimana mungkin mereka bisa berakhir di tangan kedua orangtuaku?" ucap Maximus mengembalikan perkataan Oliver.     

Oliver menunduk dan memaki dalam hati, dia sudah tidak bisa berkata-kata lagi akibat ucapan yang dilontarkan oleh Maximus. Mereka kembali diam namun dengan perasaan takut luar biasa. Oliver masih menunduk, kini rasa sesal dia rasakan. Apakah dia salah ingin membalas kematian ayahnya ataukah dia yang sudah salah bersekutu dengan Antonio? Apa pun itu yang pasti mereka tidak akan bisa menghindari eksekusi yang sebentar lagi akan mereka dapatkan karena mereka tahu, bagaimana kekejaman pria yang mereka sebut idiot itu.     

Jared sudah selesai memberi makan ikan, dia kembali ke dalam ruangan dan menghampiri sebuah tombol yang ada di dalam ruangan itu. Sesuatu yang menyerupai pintu terbuka dari langit-langit ruangan, suara rantai yang tertarik pun berbunyi.     

Keempat tawanan itu mendongak, mata mereka melihat ke atas di mana sebuah objek yang cukup besar diturunkan. Entah apa itu yang pasti mereka tidak pernah melihatnya bahkan membayangkan benda itu pun tidak. Mereka bahkan tidak menduga di langit ruangan yang begitu tinggi tersimpan begitu banyak alat penyiksaan dan alat itu akan diturunkan saat dibutuhkan.     

"A-Apa itu?" tanya Oliver dengan suara gemetar.     

"En-Entahlah," jawab Austin.     

Benda itu diturunkan dengan perlahan, semua mata tidak berpaling dari benda yang semakin dekat menyentuh lantai. Mereka tahu jika benda itu yang akan mereka gunakan. Entah apa benda itu tapi empat kursi sudah terlihat dan tentunya itu bukan kursi biasa. Sebuah meja bahkan sudah terlihat karena jarak benda itu dengan permukaan lantai sudah semakin tidak jauh.     

Braakkkk!! Suara benda keras yang membentur lantai terdengar, Max beranjak dari tempat duduk dan menghampiri benda itu untuk melihatnya. Dia bahkan mengecek meja dan kursinya. Sudah lama tidak digunakan, jangan sampai benda itu tidak berfungsi dengan baik sehingga kesenangannya terganggu. Tentunya itu adalah meja penyiksaan yang dibuat oleh ayah dan pamannya. Dia tidak memiliki hobi membuat benda berbahaya itu begitu juga dengan para sepupunya. Mereka hanya menggunakan benda itu saja untuk mengeksekusi musuh tentunya mereka tahu cara kerjanya.     

Oliver menelan ludah, bulu roma meremang saat suara seperti gergaji besi berbunyi. Sesungguhnya apa yang ada di meja dan kursi itu? Sungguh mereka tidak ingin tahu dan tidak mau tahu.     

"Semua berfungsi dengan baik!" Maximus terlihat begitu bersemangat," Sudah saatnya memulai permainan," ucapnya seraya melangkah mendekati para tawanannya yang ketakutan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.