Hi's Like, Idiot But Psiko

Menghirup Udara Kebebasan



Menghirup Udara Kebebasan

0Jared mengirimkan Video yang dia ambil untuk bosnya, bosnya harus melihat daging sanderanya di makan oleh tikus sedikit demi sedikit. Aleandra terbangun saat mendengar suara pesan yang masuk ke ponsel Maximus. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi saat itu, Aleandra menyingkirkan tangan Max yang melingkar di tubuhnya dengan pelan, dia tidak mau mengganggu Max karena dia tahu Max pasti lelah.     

Setelah menyingkirkan tangan Maximus, Aleandra duduk di sisi ranjang sambil merenggangkan kedua otot tangannya. Rasanya hari ini agak berbeda, pasti karena dia sudah tidak perlu hidup dalam ketakutan dan bersembunyi lagi. Rasanya ingin segera berada di antara kerumunan orang untuk menghirup udara kebebasan di mana dia tidak perlu takut lagi saat berada di kerumunan orang banyak seperti yang dia rasakan saat dia menjadi buronan.     

Aleandra melangkah menuju balkon kamar. Mata terpenjam, udara segar pagi hari pun dihirup. Udara kebebasan begitu menyegarkan, dia sudah tidak sabar menghirup udara kebebasan. Sebaiknya dia membangunkan Maximus dan mengajaknya pergi jalan-jalan sebelum mereka pergi ke rumah ibunya. Aleandra kembali masuk ke dalam kamar dan naik ke atas ranjang, dia juga menghampiri Maximus yang sedang tidur.     

"Max," tangannya sedang mengusap wajah Maximus dengan perlahan.     

"Hm," Maximus membuka mata, senyum menghiasi bibir saat mendapati Aleandra sedang memandanginya.     

"Kenapa kau sudah bangun?" Maximus menariknya hingga Aleandra kembali berbaring di sisinya.     

"Aku ingin mengajakmu jalan-jalan," Aleandra memeluknya dan memainkan jari jemarinya di dada Maximus.     

"Mau ke mana? Aku akan membawamu ke mana pun yang kau inginkan."     

"Aku hanya ingin berjalan-jalan di kota saja, aku ingin berjalan menyelusuri trotoar sambil menikmati es cream," ucap Aleandra.     

"Hanya itu?" tanya Maximus heran.     

"Yes, aku ingin menikmati udara kebebasan di mana aku sudah tidak perlu takut dengan orang-orang lagi," jawab Aleandra.     

"Kau benar, kau memang harus merayakannya karena mulai sekarang kau sudah tidak perlu takut saat berada di luar karena orang-orang yang menginginkan dirimu sudah tertangkap sehingga tidak ada lagi yang mengejarmu."     

"Sebab itu, temani aku menikmati udara kebebasan," ucap Aleandra.     

"Baiklah, tapi ambilkan ponselku. Aku ingin menghubungi Jared," pinta Maximus.     

Aleandra beranjak sebentar untuk mengambil ponsel dan setelah itu dia kembali berbaring di sisi Maximus dan memberikan ponselnya. Max ingin menghubungi Jared namun niatnya terhenti karena Video yang dikirimkan oleh Jared. Karena ingin tahu video apa itu jadi Max memutarnya tanpa ragu. Mata begitu fokus pada layar ponsel begitu juga dengan Aleandra.     

Aleandra sangat heran ketika melihat beberapa kandang berada di dalam ruangan yang tidak asing dan juga beberapa orang yang tampak ketakutan. Matanya membulat melihat segerombolan tikus menyerang orang-orang yang ada di dalam kandang dan tidak hanya itu saja, keadaan orang-orang itu terlihat begitu mengerikan. Perut terasa mual apalagi video itu memperlihatkan jika tikus-tikus itu menggigit bagian luka yang ada di tubuh orang yang berada di dalam kandang.     

Perutnya semakin mual, video macam apa itu? Aleandra sudah tidak tahan lagi, dia segera berlari menuju kamar mandi karena dia benar-benar mual. Max duduk di atas ranjang untuk melihat video itu sampai selesai, bagus. Apa yang dilakukan oleh Jared pada mereka sangat bagus. Dia tampak begitu puas, dengan begini mereka akan semakin merasa ingin cepat mati tapi dia tidak akan memberikan kematian itu dengan mudah.     

Setelah selesai melihat video itu, Max beranjak turun dari ranjang dan melangkah menuju kamar mandi. Aleandra mencuci mulutnya, dia kembali muntah saat mengingat tikus-tikus menjijikkan tersebut.     

"Apa kau baik-baik saja?" Max menghampirinya dan mengusap punggungnya.     

Aleandra menggeleng, namun perutnya masih terasa mual karena binatang menjijikkan itu. Maximus mengusap punggungnya sampai keadaan Aleandra membaik. Sungguh video yang mengerikan.     

"Video apa itu, Max?" tanyanya seraya mengusap mulutnya.     

"Kau bisa melihatnya, bukan? Itu musuh-musuh kita yang sudah tertangkap."     

"Kenapa menyiksa mereka dengan begitu keji dan tikus-tikus itu?" Aleandra tidak sanggup melanjutkan ucapannya.     

"Kau takut? Apa kau takut melihat keadaan mereka?" tanya Maximus.     

"Tentu saja, itu sangat mengerikan, Max."     

"Jika begitu bagaimana kau bisa menyaksikan kematian musuhmu nanti? Hanya begitu saja kau sudah takut, bagaimana kau bisa menyaksikan kematian Antonio? Aku beritahu saja, dia akan mati dengan cara yang lebih mengerikan lagi!"     

"Tapi tikus-tikus itu menjijikkan, Max," Aleandra masih merasa mual.     

"Baiklah, memang tidak ada yang suka dengan binatang itu. Tidak perlu dipikirkan, kemarilah!" Maximus menggendongnya dan mendudukkannya ke atas wastafel. Alendra tersenyum saat Maximus mengusap wajahnya dengan perlahan.     

"Apa sudah siap menghirup udara kebebasan?"     

"Sangat siap," jawab Aleandra sambil tersenyum.     

"Ck, jika bukan karena keadaanmu aku sangat ingin menghabiskan waktu denganmu di atas ranjang!"     

"Hei," Aleandra mengusap wajah Maximus dan memberikan ciuman lembut di sana.     

"Bagaimana jika kita simpan untuk malam pernikahan kita saja? Ibumu bilang dia ingin mengajak aku melihat gaun pengantin jadi sebaiknya kita simpan itu untuk malam pernikahan kita agar terasa terkesan."     

"Baiklah, sesungguhnya aku tidak suka tapi aku hanya perlu menahan diri sebentar saja, bukan?"     

"Jika tidak ingin terlalu lama sebaiknya segera lamar aku, Mr. Smith. Aku sudah tidak sabar menjadi Mrs. Smith," Aleandra melingkarkan kedua tangannya ke leher Max.     

"Bersabarlah, aku akan segera melamarmu," Max mencium wajahnya, sudah tidak ada alasan untuk menunda jadi dia akan segera melamar Aleandra.     

"Aku menunggu, Max," mata Aleandra terpejam saat Maximus mencium bibirnya. Pelukannya semakin erat, ciuman mereka juga semakin dalam tapi untuk hal lain, mereka harus menahan diri.     

Setelah berciuman, mereka masih berpelukan untuk menikmati kebersamaan mereka berdua. Tidak ada yang mengatakan apa pun, mata Aleandra masih terpejam karena dia sedang menikmati usapan tangan Maximus di punggungnya.     

"Aku merasa kita sudah lama tidak melakukan hal ini," ucap Aleandra.     

"Benarkah?" tanya Maximus, tangannya masih tidak berhenti mengusap punggung Aleandra bahkan ciumannya mendarat di pipi Aleandra.     

"Hm, mungkin hanya perasaanku saja karena kejadian yang kita alami beberapa hari belakangan."     

"Tidak perlu khawatir, mulai sekarang kita akan selalu seperti ini."     

Aleandra tersenyum, mereka seperti itu cukup lama sampai akhirnya mereka memutuskan untuk mandi. Sarapan sudah tersedia saat mereka keluar dari kamar. Sarapan itu tentunya dibuat oleh pelayan tapi mereka menikmatinya dengan lahap. Maximus segera mengajak Aleandra pergi setelah mereka selesai sarapan. Aleandra sangat senang, dia bahkan keluar dari rumah dengan senyuman.     

Seperti yang Aleandra inginkan, mereka berdua akan berjalan di sepanjang jalan di sebuah pusat perbelanjaan. Ketika turun dari mobil, Aleandra tidak lagi takut pada orang-orang. Udara kembali dihirup, sungguh dia sudah lama tidak merasakan kebebasan seperti itu.     

"Sekarang kita mau pergi ke mana?" Max menghampirinya dan memeluk pinggangnya.     

"Bagaimana jika kita beli sesuatu untuk ibumu, dia sudah mengajari aku banyak hal."     

"Baiklah, sudah aku katakan apa yang kau inginkan pasti akan kau dapatkan. Kita beli barang kesukaan ibuku terlebih dahulu sambil menikmati kebebasanmu."     

"Apa yang disukai oleh ibumu?" tanya Aleandra ingin tahu.     

Maximus tersenyum dan meraih tangannya, "Ibuku suka seikat Benjamin Franklin," ucapnya.     

"Hei, kita belum membahas ini lagi. Bukankah Benjamin Franklin presiden Amerika?" tanya Aleendra.     

"Yes, dia memang presiden Amerika."     

"Lalu kenapa ibumu menyukainya? Oh, aku masih ingat, dulu kau pernah berkata jika Benjamin Franklin adalah kelemahanmu. Kenapa seperti itu?" sungguh dia sangat ingin tahu.     

Maximus terkekeh, ternyata sampai sekarang Aleandra belum juga paham. Maximus menghentikan langkahnya sejenak dan mengambil selembar uang dolar dari dalam dompetnya.     

"Lihat ini baik-baik dan temukan jawabannya," ucapnya seraya memberikan uang itu pada Aleandra.     

Aleandra mengambil uang itu dan belum paham, mereka kembali berjalan menyelusuri trotoar. Uang dolar yang diberikan oleh Maximus di bolak balik namun tidak lama kemudian, dia menyadari sesuatu. Apakah uang itu yang Maximus maksud?     

"Apakah maksudmu adalah uang dolar ini?" tanya Aleandra.     

Maximus berpaling dan tersenyum, "Tepat sekali, Aleandra. Itu adalah kesukaan kami dan juga kelemahanku dan ibuku," ucap Maximus.     

"What?" Aleandra tampak linglung, jadi selama ini yang dimaksud oleh Maximus adalah uang dolar itu?     

"Astaga, aku kira apa!" ucapnya.     

Maximus terkekeh, akhirnya Aleandra sadar juga. Aleandra masih melihat-lihat uang yang diberikan oleh Maximus sampai akhirnya dia memberikan uang itu pada seorang gelandangan. Mereka masih menyelusuri trotoar, Aleandra benar-benar tidak takut lagi walau jalanan itu ramai. Rasa takutnya sudah tidak ada lagi sekalipun ada orang asing yang terlihat mencurigakan.     

Tidak saja berjalan-jalan di trotoar, Aleandra juga mengajak Maximus menikmati makanan ringan yang dijual disekitar tempat itu. Anggap mereka sedang berkencan. Max juga tidak keberatan, hari ini dia akan mengikuti apa pun yang Aleandra inginkan untuk merayakan kebebasannya.     

Mereka berdua menikmati kebersamaan mereka dan setelah itu, mereka pergi ke rumah kedua orangtua Maximus. Marline sudah menunggu, dia sangat senang mendapat seikat bunga dari Aleandra. Tentunya itu hanya bunga saja karena Max tidak mungkin mempermalukan ibunya dengan bunga dari uang dolar.     

Tidak saja Marline, ternyata Scarlet dan Alesya juga datang. Mereka datang karena mendengar Aleandra ingin mencari gaun pengantin. Tentu mereka yang paling bersemangat dibandingkan yang lainnya.     

"Kenapa kalian baru datang?" tanya Marline.     

"Aleandra ingin menikmati kebebasannya untuk sebentar, Mom."     

"Hei, apa maksudnya itu? Apa selama ini kau tidak memberikan kebebasan padanya?" tanya ibunya curiga.     

"Bukan begitu, Mom. Yang kami maksudkan adalah kebebasan yang lain."     

"Oke, baiklah. Yang lain sudah menunggu dan tidak sabar untuk melihat gaun pengantin."     

"Jadi, yang ingin menikah kami atau mereka?" tanya Maximus bercanda.     

Marline terkekeh dan mengajak Aleandra untuk bergaung dengan yang lain, sedangkan Maximus menghampiri ayahnya yang sedang berbincang dengan suami kedua sepupunya. Aleandra sangat senang. Mereka memilih gaun pengantin sambil bercanda sesekali.     

Marline bahkan bertanya apa maksud dengan kebebasan yang dimaksud oleh Maximus. Aleandra menjelaskannya dan akhirnya Marline tahu jika selama ini Aleandra hidup dalam ketakutan tapi sekarang sudah tidak lagi karena dia sudah bebas dan tidak perlu takut lagi apalagi sebentar lagi Maximus akan membawanya menemui orang-orang yang sudah menghancurkan keluarganya saat mereka akan menghadapi kematian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.