Hi's Like, Idiot But Psiko

Kapan Kita Akan Mati?



Kapan Kita Akan Mati?

Maximus sangat sibuk beberapa hari belakang, tidak saja sibuk dengan pekerjaannya tapi dia juga sibuk mencari tempat istimewa untuk melamar Aleandra nantinya. Sesungguhnya melakukan hal romantis bukanlah gayanya karena dia bukanlah pria yang romantis tapi demi Aleandra, akan dia lakukan. Sebab itu dia sibuk beberapa hari belakangan.     

Maximus tidak mengatakan apa yang dia lakukan, dia ingin memberikan kejutan untuk Aleandra. Momen itu akan menjadi momen berharga untuk mereka berdua dan dia yakin dia tidak akan pernah melakukan hal gila itu lagi untuk seumur hidupnya. Tidak saja mencari tempat istimewa untuk melamar Aleandra, tapi dia juga mencari gereja untuk mereka mengucapkan sumpah setia dan tempat untuk mereka berbulan madu. Semua dia lakukan sendiri dan tentunya, Aleandra tidak boleh tahu.     

Aleandra juga sibuk dengan Marline untuk mencari dan mencoba gaun pengantin, terkadang sebelum pergi ke kantor Maximus akan mengantar Aleandra dan ketika pulang, Maximus akan menjemputnya. Sudah beberapa hari mereka seperti itu, Max bahkan belum sempat pergi ke markas untuk mengeksekusi musuh. Sepertinya dia sudah harus segera pergi ke markas karena Jared berkata keadaan mereka sudah hampir mati.     

Setiap hari, Jared pasti akan pergi ke markas untuk memberikan mereka dua puluh cambukan. Keadaan mereka begitu mengenaskan menurut Jared sebab itu dia akan pergi ke markas untuk mengakhiri hidup para sandera itu setelah rapatnya selesai.     

Karena dia sudah berjanji akan membawa Aleandra, maka dia akan membawanya untuk menyaksikan kematian Antonio dan Roberto. Dia juga sudah memerintahkan para anak buahnya untuk tidak memberi makan beberapa jenis binatang yang dia pelihara karena binatang-binatang itu akan mendapat makanan yang lezat.     

Tentunya Maximus harus mengatakan hal ini pada Aleandra sebelum dia pergi ke rumah ibunya. Sekarang Aleandra sudah tidak ragu lagi untuk pergi sendiri karena sudah tidak ada yang perlu dia takutkan lagi. Ponsel sudah berada di tangan, dia harus menghubungi Aleandra sebelum rapatnya dimulai.     

Aleandra sedang membuat makanan, dia memang berniat ke kantor Maximus untuk mengantarkan makan siang sebelum dia pergi ke rumah Marline.     

"Ada apa, Max?" tanya Aleandra.     

"Hari ini luangkan waktumu dan ikut aku," perintah Max.     

"Tapi aku sudah membuat janji dengan ibumu."     

"Aku akan menghubungi Mommy dan mengatakan hari ini kau tidak bisa datang ke rumah jadi datanglah ke kantor, aku akan mengajakmu pergi ke suatu tempat."     

"Ke mana, apa kau akan mengajak aku pergi ke tempat yang indah?" tanya Aleandra dengan penuh semangat.     

Max terkekeh, apa markas untuk mengeksekusi bisa disebut sebagai tempat yang indah? Anggaplah demikian karena ada kebun binatangnya dan hari ini, Aleandra berkesempatan melihat para binatang itu diberi makan.     

"Aku memang akan membawamu ke tempat yang indah jadi datanglah," ucap Maximus tanpa mengatakan ke mana dia akan membawa Aleandra.     

"Aku jadi tidak sabar, kebetulan aku memang ingin ke kantormu untuk membawakan makan siang."     

"Tunggu aku jika aku belum mengerti, aku akan segera menyelesaikan rapatku secepatnya."     

"Pasti," Aleandra tersenyum walau Maximus tidak tahu. Sungguh dia sangat bahagia, sikap Maximus tidak seperti awal pertemuan mereka dulu. Walau dia bukan pria yang romantis namun perhatian dan kasih sayang yang dia berikan sangat membuatnya merasa begitu dicintai oleh Maximus.     

Setelah berbicara dengan Aleandra, Maximus menghubungi ibunya dan mengatakan jika dia ingin mengajak Aleandra pergi hari ini. Tentunya sang ibu tidak keberatan, lagi pula mereka bisa bertemu besok.     

"Jared, perintahkan pada anak buah yang ada di markas untuk menyingkirkan tikus-tikus itu!" perintah Maximus. Jangan sampai saat mereka tiba, Aleandra justru mual melihat puluhan tikus itu.     

"Yes, Master," jawab Jared.     

Perintah pun segera dijalankan, tentu saja hal itu membuat ketiga sandera senang. Tidak, Austin juga sudah berada di kandang dan dia juga mendapat cambukan. Para tikus-tikus yang dituangkan ke dalam kandang juga memakan serpihan dagingnya.     

Beberapa orang mulai menyingkirkan tikus-tikus itu, tentu saja bau tidak sedap tercium saat kandang dibuka. Oliver tidak bergerak, dia sudah lelah meronta dan hanya bisa pasrah saat para tikus yang ada di kandang naik ke atas tubuhnya. Biarkan saja apa yang akan dilakukan oleh para tikus itu, tidak ada yang peduli.     

Mereka dikeluarkan dari kandang, tentunya dalam keadaan tidak berdaya. Luka yang mereka dapat tidak juga membusuk itu karena mereka selalu diberi cairan obat. Entah obat apa yang pasti mereka dibiarkan hidup untuk merasakan rasa sakit dari luka itu.     

"Kapan kita akan mati?" tanya Oliver dengan pelan.     

"Berdoalah agar kau segera mati," ucap Antonio.     

Sesungguhnya dia juga sudah sangat ingin mati seperti Oliver dan dia berani bertaruh jika mereka semua sudah begitu ingin mati apalagi dengan keadaan mereka yang sudah begitu lemah.     

"Berdoa dengan siapa, Hah? Apa pada malaikat maut?" Oliver benar-benar putus asa. Jika dia tidak segera mati, maka mereka pasti akan gila. Mereka hanya bisa berharap Maximus segera datang untuk mengambil nyawa mereka karena sepertinya pria itulah malaikat maut di tempat itu.     

Di saat seperti itu, Oliver teringat dengan ibunya. Dia sudah bersumpah pada ibunya untuk membalas kematian ayahnya tapi dia gagal. Ibunya pasti kecewa karena kegagalan yang dia alami. Jika dia dilahirkan menjadi seorang pria, mungkin dia tidak akan kalah. Seandainya dia kalah pun, dia yakin bisa membunuh salah satu dari mereka tapi kini, dia sudah gagal dan tidak hanya itu saja, kematian pun menjauhi mereka.     

"Semoga si idiot itu cepat datang," ucap Oliver dan memang, Maximus akan datang bersama dengan Aleandra untuk mengakhiri hidup mereka.     

Aleandra sudah tiba di kantor Maximus saat itu, dia tidak tahu akan dibawa ke mana yang pasti dia sangat bersemangat. Rebeca diperintahkan untuk menyambutnya dan mengantarnya ke ruangan Maximus.     

Max belum selesai, jadi dia akan menunggu. Setelah ditinggalkan oleh Rebeca, Aleandra mulai melakukan apa yang dia inginkan. Makanan diletakkan di atas meja lalu dia duduk di kursi Maximus. Rasanya sedikit berbeda, apa dia sudah seperti bos, sekarang?     

Ah, entah kenapa dia jadi teringat pertama kali dia datang ke tempat itu untuk mengantar makanan pada Maximus yang pura-pura cacat dan duduk di kursi roda. Dia tidak akan melupakan hal itu, tiba-tiba saja dia ingin memperagakan apa yang dia alami saat itu.     

Aleandra beranjak dan melangkah mendekati pintu, mumpung tidak ada Maximus jadi tidak ada salahnya bermain parodi sebentar.     

"Maaf jika aku terlambat, Sir," Dia masih ingat apa yang dia ucapkan waktu itu. Aleandra berlari menuju kursi Maximus, anggap saja itu kursi roda.     

"Siapkan!" ucapnya sambil meniru suara Maximus.     

Aleandra kembali ke posisi semula dan mulai melakukan apa yang dia lakukan saat itu, dia juga berjalan menuju sofa dan duduk di sana karena dia ingin memerankan peran Maximus.     

"Apa kau tidak bisa berpenampilan lebih baik dari pada ini?" lagi-lagi dia meniru suara Maximus dan kembali mengambil perannya. Aleandra memainkan perannya sampai dia tidak menyadari jika Maximus sudah berada di dalam dan melihat apa yang sedang dia lakukan.     

Maximus bersandar di dinding sambil bersedekap dada, semula dia tidak tahu apa yang sedang Aleandra lakukan tapi setelah mendengar dialog yang dia ucapkan, dia ingat dan jadi tahu jika Aleandra sedang memperagakan apa yang terjadi saat pertama kali dia datang ke kantornya.     

"Tidak enak!" ucap Aleandra dengan suara yang dia rubah. Max tersenyum, kemampuan akting seorang stuntman ternyata tidak perlu di ragukan.     

"Aku rasa semua makanan ini enak, Sir," Aleandra sedang memainkan perannya.     

"Apanya yang tidak enak?" tanya Maximus tiba-tiba.     

Aleandra terkejut, tatapan matanya melihat ke arah Maximus yang sedang melangkah menghampirinya.     

"Ma-Max," Aleandra seperti tidak percaya dengan kehadiran pria itu.     

"Apa kau sedang syuting film, Aleandra?"     

"Ti-Tidak!" Aleandra menjatuhkan diri ke atas sofa dengan terburu-buru. Aleandra bahkan mengambil bantal untuk menutupi wajahnya karena dia benar-benar malu. Entah sejak kapan Maximus berada di dalam ruangan itu yang pasti, dia yakin pria itu melihat semua yang dia lakukan dan bodohnya dia tidak menyadari kedatangan pria itu.     

"Kenapa kau bersembunyi?" Max sudah duduk di sisinya dan hendak menyingkirkan bantal yang dia gunakan namun Aleandra menahannya.     

"Anggap aku tidak ada, anggap aku sedang pingsan," ucap Aleandra. Sungguh dia sangat malu.     

Maximus terkekeh, pria itu menunduk sambil berusaha menyingkirkan bantal sampai akhirnya dia berhasil. Wajah Aleandra memerah apalagi Maximus memandanginya sambil tersenyum.     

"Jangan lihat!" Aleandra memalingkan wajahnya yang memerah.     

"Tidak perlu malu, aktingmu sangat bagus," puji Maximus.     

"Aku melakukannya supaya tidak bosan."     

"Tidak apa-apa, kemarilah."     

Aleandra beranjak dan naik ke atas pangkuan Max. Senyum canggung menghiasi bibirnya, dia rasa tidak perlu membahas apa yang baru saja dia lakukan karena dia malu.     

"Ke mana kau akan membawaku, Max?"     

"Sepertinya kau sudah tidak sabar," Maximus mengusap wajah cantiknya juga menciumnya.     

"Kau bilang ingin membawaku ke tempat yang indah. Kau tidak bohong, bukan?"     

"Tentu tidak tapi sesungguhnya aku ingin mengajakmu pergi ke markas karena hari ini aku ingin mengakhiri para sandera."     

"Jadi sudah saatnya?" tanya Aleandra. Dia juga sudah tidak sabar untuk menyaksikan kematian orang-orang yang sudah membunuh keluarganya. Sepertinya dendam yang dia rasakan sebentar lagi akan hilang sepenuhnya.     

"Yes, kau mau pergi denganku untuk melihat kematian Roberto dan Antonio, bukan?"     

"Tentu saja," Aleandra beranjak dari atas pangkuan Maximus, "Aku sudah tidak sabar tapi makan dulu, aku sudah membawakan makanan untukmu" ucapnya.     

"Apa kau sudah makan, Aleandra?" tatapan mata Maximus mengikutinya menuju meja.     

"Kita makan bersama, Max," jawab Aleandra. Setelah mendapatkan makanan yang dia bawa, Aleandra kembali mendekati Maximus. Dia mau makan terlebih dahulu sebelum dia melihat keadaan musuh karena dia takut tidak sanggup makan setelah melihat keadaan mereka.     

Makanan pun dikeluarkan, mereka mulai makan bersama. Biarkan saja para sandera itu menunggu untuk sebentar, mereka harus bersabar menunggu kematian mereka tapi sebenarnya mereka sudah sangat tidak sabar untuk segera mati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.