Hi's Like, Idiot But Psiko

Pembalasan Aleandra



Pembalasan Aleandra

0Mobil yang dibawa oleh Jared sudah hampir tiba. Aleandra tampak was-was karena selama perjalanan menuju markas yang mereka lewati adalah hutan. Terus terang saja, dia masih trauma dengan hutan karena banyak kejadian buruk dia alami di hutan setelah kejadian buruk menimpanya.     

Maximus menggenggam tangannya, dia juga menatap Aleandra dengan tatapan heran, "Kenapa, kenapa kau terlihat ketakutan?" tanyanya sambil mengusap punggung tangan Aleandra.     

"Entahlah, aku merasa takut."     

"Apa yang kau takutkan? Mereka semua akan mati hari ini."     

"Bukan seperti itu, Max. Aku sedikit trauma dengan hutan jadi ada sebuah perasaan takut di dalam hatiku jika melihat hutan."     

"Apa karena kejadian waktu itu kau jadi trauma dengan hutan?"     

"Ya, pelarianku berawal dari hutan dan beberapa kejadian buruk pun aku alami di hutan."     

"Waktu itu aku membawamu latihan menembak di hutan, kenapa kau tidak takut?"     

"Waktu itu ada dirimu dan aku berpura-pura untuk tidak takut."     

"Baiklah," Maximus menariknya mendekat sehingga Aleandra bersandar di bahunya, "Tidak perlu setakut ini, kita hanya melewatinya saja. Lagi pula ada aku bersama denganmu dan sudah tidak jauh lagi jadi tidak perlu khawatir," ucapnya sambil mengusap kepala Aleandra untuk menenangkannya.     

Aleandra mengangguk, sepertinya dia harus melawan rasa traumanya agar tidak menjadi kelemahan dirinya di kemudian hari. Dia juga tidak mau rasa trauma yang dia miliki menyusahkan Maximus.     

Seperti yang Maximus katakan, sudah tidak terlalu jauh lagi. Markas memang tidak terlihat dari luar agar tidak sembarangan orang bisa melihat apa lagi yang melewati jalan itu. Mobil sudah melambat, Jared membelokkan mobilnya ke kanan dan memasuki sebuah jalan. Sebuah pagar terlihat, pagar itu pun terbuka sehingga mobil bisa langsung masuk ke dalam tanpa hambatan.     

Kini mata Aleandra melihat sana sini, dia bahkan berpaling untuk melihat ke belakang di mana pagar kembali tertutup. Apa di sana adalah markas yang dimaksud oleh Maximus? Tapi bagaimana tempat seperti itu menjadi markas mereka? Rasanya sangat ingin bertanya tapi sebuah bangunan yang tampak begitu luas sudah terlihat. Tempat itu di kelilingi pepohonan yang tinggi dan lebat sehingga tidak terlihat dari jalanan.     

Mobil sudah berhenti, dua orang anak buah menghampiri mobil dan membuka pintu untuk mereka. Aleandra melihat sekitarnya, tempat itu luar biasa luasnya. Dia yakin hampir seluruh tempat itu adalah milik keluarga Maximus, entah bagaimana mereka bisa memilikinya tapi tidak ada yang mustahil jika memiliki banyak uang.     

"Apa yang kau lihat?" Maximus menghampirinya karena Aleandra diam saja memandangi tempat itu.     

"Tidak, aku hanya melihat-lihat saja," Aleandra melihat ke arah Maximus dan tersenyum.     

"Ayo masuk ke dalam, kau sudah tidak sabar melihat kematian mereka, bukan?"     

Aleandra mengangguk, mereka melangkah menuju bangunan. Aleandra meraih tangan Maximus dan melangkah di sampingnya. Entah kenapa jantungnya jadi berdegup kencang. Dia bahkan menerka-nerka apa yang terjadi dengan para sandera di dalam sana tapi dia tidak berani membayangkan bagaimana keadaan mereka apalagi setelah melihat video tikus itu.     

Aleandra menelan ludah saat pintu ruangan terbuka, bau amis darah tercium. Aleandra menutup hidungnya dengan terburu-buru. Para sandera juga melihat ke arah mereka. Kedatangan Maximus bagaikan angin segar bagi mereka dan tentunya mereka sangat berharap jika hari ini Maximus membunuh mereka.     

"Well... Well, apa ada yang merindukan aku?" tanya Maximus basa basi.     

"Tidak perlu banyak bicara, bunuh kami sekarang!" teriak Antonio.     

"Kau sangat tidak sabar untuk mati rupanya," cibir Maximus.     

"Setelah semua ini, apa kau pikir kami masih ingin hidup?" teriak Oliver pula.     

Aleandra terkejut dan menutup mulut saat melihat keadaan mereka. Dia juga terkejut melihat Oliver, bukankah wanita itu yang menemuinya dan memintanya mencari kelemahan Maximus? Sungguh dia tidak menduga jika wanita itu musuh yang dihadapi oleh Max. Otak mereka yang terlihat, tubuh mereka yang hancur. Bisa dikatakan dari atas sampai ke bawa tidak ada yang tidak memiliki luka. Perutnya mual melihat isi kepala Antonio dan Oliver, apa yang sudah dilakukan oleh Maximus pada mereka?     

"Lihatlah mereka baik-baik, Aleandra," Maximus menarik Aleandra sehingga Aleandra mendekat ke arah Antonio dan Roberto.     

"Abaikan kedua pecundang itu tapi lihatlah kedua pria yang sudah membunuh kedua orangtua dan juga kakakmu, apa kau puas melihat keadaan mereka?" tanya Maximus.     

Aleandra tidak menjawab namun matanya menatap kedua pria itu dengan tatapan penuh kebencian. Rasa jijik dan mual hilang sudah, di dalam hatinya justru diisi dengan kebencian. Ingatan saat kedua orangtuanya ditembak mati kembali teringat dan keadaan kakaknya yang sudah mati juga kembali teringat.     

"Kau lihat pria itu," Maximus menunjuk ke arah Roberto, "Apa keadaannya sudah seperti Adrian saat dia mati? Jika kau merasa keadaannya masih kurang cukup untuk membalas kematian kakakmu maka aku akan kembali mengambil salah satu anggota tubuhnya," ucapnya.     

"Apa? Kau psikopat gila!" teriak Antonio.     

"Aku memang psikopat, apa kau baru tahu itu?" tanya Maximus mencibir.     

"Sial, aku sangat ingin membunuh kalian berdua!" teriak Antonio lagi.     

"Kenapa kau tidak mencabut lidahnya saja, Max? Dari pada kau harus mendengar teriakannya yang menyakitkan telinga aku rasa kau harus mencabut lidahnya!" ucap Aleandra.     

"Seperti yang kau inginkan Aleandra, tapi aku ingin kau yang melakukannya dan jika kau takut kita bisa mencabutnya bersama!" Maximus mengangkat tangannya. Jared segera bergegas mengambil sebuah tang, sedangkan dua orang anak buah mendekati Antonio.     

Aleandra masih menatap Antonio dengan tatapan penuh kebencian, dia benar-benar benci pada orang yang telah menghancurkan keluarganya sebab itu ide gila pun terucap begitu saja. Teriakan dan sumpah serapah Antonio terdengar saat dua anak buah Maximus memeganginya. Jared sudah memberikan tang pada Maximus dan tentunya Max memberikan tang itu pada Aleandra.     

"Lakukan, Aleandra. Jangan ragu dan ingatlah bagaimana mereka membunuh kedua orangtuamu, ingatlah apa yang kau alami dan ingatlah bagaimana kakakmu mati jadi lakukan agar dendam yang ada di hatimu terbalaskan!" ucap Maximus.     

Aleandra sedikit menelan ludah tapi sepertinya apa yang Maximus katakan sangat benar. Mungkin setelah melakukan hal itu, dia akan merasa puas dan dendam yang masih dia rasakan akan hilang. Aleandra mengambil tang yang Maximus berikan dan setelah itu dia melangkah mendekati Antonio. Mulut pria itu sudah terbuka, dia berusaha memberontak namun sia-sia karena tenaga yang dia miliki sudah tidak ada.     

Mata Antonio menatap Aleandra dengan tatapan tajamnya, Maximus sudah berdiri di sisi Aleandra. Dia ingin lihat apakah Aleandra berani melakukannya atau tidak dan ternyata, Aleandra tampak ragu.     

"Kenapa kau ragu? Apa kau tidak berani?" tanya Maximus.     

"Bukan begitu, ini pertama kalinya bagiku," jawab Aleandra.     

"Baiklah," Maximus memegangi tangannya, "Ayo kita lakukan bersama!"     

Aleandra mengangguk, tang sudah masuk ke dalam mulut Antonio. Maximus menggenggam tangan Aleandra dengan erat, dia harap Aleandra berani melakukannya. Karena tidak mau mengecewakan Maximus, Aleandra menarik lidah Antonio. Dia tidak tahu mendapat keberanian dari mana tapi rasa takut hilang begitu saja. Tangan Max bahkan sudah tidak memegangi tangannya lagi, Aleandra terus menarik lidah Antonio. Pria itu berteriak karena rasa sakitnya, dari pada ditarik lebih baik dipotong saja.     

Aleandra terus menarik sampai akhirnya lidah Antonio terlepas. Teriakan pria itu nyaring terdengar, Aleandra terengah-engah dan terlihat puas. Tang masih berada di tangan di mana lidah Antonio terjepit di tang.     

"Berikan padaku," Max meminta tang pada Aleandra.     

Aleandra memberikannya, matanya tidak lepas dari Antonio yang sedang kesakitan. Rasanya sangat puas melihat orang yang sudah membunuh keluarganya kesakitan seperti itu namun rasa puas itu belum juga cukup.     

"Apa kau sudah puas?" Tanya Maximus.     

"Rasanya kurang," jawab Aleandra.     

"Jika begitu aku yakin kau akan merasa puas saat melihat kematiannya!"     

"Kalian berdua pasangan keji!" teriak Oliver.     

"Aku rasa kalian lebih keji! Apa kau tahu apa yang telah dia lakukan pada keluargaku? Mereka harus mati tanpa melakukan kesalahan. Apa kau kira perbuatan mereka tidak lebih keji dari pada yang aku lakukan saat ini?" ucap Aleandra penuh emosi.     

"Ck, tidak perlu berdebat dengannya. Sudah aku katakan abaikan mereka apalagi sebentar lagi dia akan berakhir di dalam perut buaya," ucap Maximus.     

"Apa?" Oliver terkejut begitu juga dengan Aleandra. Apa yang dimaksud oleh Maximus?     

"Sudah saatnya, Jared. Bawa mereka berempat!" perintah Max.     

"Hei, apa maksudnya itu?" tanya Aleandra.     

"Waktunya pertunjukan, Aleandra. Agar kau semakin puas kau bisa melihat kematian mereka berdua!"     

Antonio memberontak, rasa sakit akibat lidahnya dicabut membuat rasa sakit diseluruh tubuhnya kembali terasa. Mereka segera dibawa oleh para anak buah Maximus. Oliver berteriak histeris, dia lebih suka mati di tembak dari pada mati di cabik oleh para buaya.     

Maximus membawa Aleandra mencuci tangan karena darah Antonio sedikit menempel pada tangannya. Aleandra diam saja, sungguh keberanian yang luar biasa. Dia rasa dia sudah gila karena bisa melakukan hal sekeji itu.     

"Apa aku sudah seperti psikopat, Max?" tanya Aleandra saat Maximus mencuci darah di tangannya.     

"Kenapa, apa kau menyesal telah melakukannya, Aleandra?"     

"Bukan begitu, Max. Aku sangat puas bisa melakukannya, jiwa psikopatku terasa bergejolak tapi ini pengalaman baru bagiku."     

"Ini memang pengalaman baru bagimu tapi tidak perlu khawatir, apa yang kau lakukan sudah sangat benar. Kau melakukannya karena kejahatan yang mereka lakukan sebelumnya padamu. Kau hanya membalas dendam pada orang yang telah menghancurkan keluargamu jadi kau tidak perlu merasa jika apa yang kau lakukan sudah keterlaluan."     

"Aku tahu, aku hanya merasa aneh karena ini pengalaman pertamaku melakukan hal sadis."     

"Baiklah, kau tidak akan melakukannya lagi. Sekarang saatnya aku mengajakmu melihat-lihat binatang peliharaan yang ada di sini."     

"Wah, apakah kau benar-benar memelihara binatang di sini?"     

"Kau akan segera melihatnya," Maximus mengajak Aleandra pergi setelah mengeringkan tangannya.     

Aleandra sangat heran namun dia mengikuti langkah Maximus memasuki sebuah ruangan yang ada di tempat itu. Mata Aleandra terbelalak, melihat para binatang yang ada di sana. Sial, dia kehabisan kata-kata. Entah apa yang dipikirkan oleh keluarga Maximus sehingga mereka memelihara binatang-binatang menakutkan itu. Untungnya dia tidak berada di posisi keempat sandera karena jika dia berada di antara mereka, dia benar-benar takut membayangkan tubuhnya dicabik oleh binatang-binatang buas itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.