Hi's Like, Idiot But Psiko

Akhir Dari Oliver Dan Austin



Akhir Dari Oliver Dan Austin

0Empat ekor singa yang terlihat gelisah karena lapar tampak mengelilingi kandang. Kandang itu besar, bahkan jauh lebih besar dari pada kandang yang ada di kebun binatang. Walau mereka berada di kandang namun mereka bisa berburu dan mengejar mangsa, tentunya yang mereka kejar adalah para musuh yang tertangkap hidup-hidup.     

Tidak saja singa, serigala yang tadinya dua ekor kini menjadi kawanan. Mereka berkembang biak dengan cepat dan tentunya para serigala itu juga mendapat kandang yang luas. Seperti Singa, mereka juga bisa berburu. Walau kandang mereka ditutup dengan kaca super tebal yang tidak bisa pecah tapi mereka seperti hidup di alam liar karena kandang mereka dibuat seperti habitat asli mereka bahkan sungai buatan pun ada di sana.     

Selain dua kandang itu, kandang binatang yang baru saja anak buah Maximus buat berada di sisi kandang Singa. Kandang itu juga tidak beda jauh namun uniknya kandang itu tidak memiliki pepohonan dan tidak seluas kandang singa dan serigala. Beberapa tiang berdiri kokoh di tengah-tengah kandang, beberapa dahan seperti untuk burung bertengger berada di tiang-tiang tersebut dan itu memang kandang burung. Kandang burung itu dibuat spesial untuk Antonio.     

Karena banyaknya binatang yang dipelihara, terutama habitat buaya yang semakin bertambah. Kolam buaya pun semakin luas. Bagaimanapun binatang itu adalah penghuni pertama dan menjadi ikon di tempat itu.     

Aleandra melihat para binatang itu dan tampak kagum, dia bahkan bisa melihat para buaya berenang dari kotak kaca. Sebuah kolam di dekat kolam buaya terlihat begitu tenang, Aleandra sangat penasaran dengan isinya. Dia juga ingin tahu binatang apa yang akan mengisi kandang burung itu.     

"Kalian benar-benar gila, bagaimana kalian bisa membuat kandang binatang seperti ini?" tanya Aleandra. Dari ruangan itu terlihat tidak begitu luas tapi kandang itu sesungguhnya begitu sangat luas dibagian belakang sana.     

"Sebagian binatang ini sudah ada sejak dulu dan sekarang, aku akan menambahkan satu kolekasi lagi dan mungkin akan bertambah lagi suatu saat nanti."     

"Ck, aku rasa tempat ini sudah bisa menjadi tempat wisata!" Aleandra kembali melangkah mendekati sebuah kandang yang berbeda dengan yang lain. Kandang itu dibuat seperti di gurun, beberapa pohon gurun pun tumbuh di sana. Bebatuan juga terlihat di kandang itu. Aleandra melihat dengan teliti, untuk mencari binatang yang tinggal di sana. Jangan katakan binatang bunglon gurun namun ketika seekor Hiena melompat ke arahnya, Aleandra terkejut setengah mati.     

Aleandra berteriak sambil memegangi dada, sialan. Hampir saja jantungnya copot. Untungnya ada kaca super tebal itu jika tidak mungkin dia sudah diterkam oleh binatang itu. Dia kira bunglon tapi ternyata itu adalah kandang Hiena. Beberapa binatang mengerikan itu bahkan muncul dari balik bebatuan karena binatang itu sudah membentuk menjadi sekelompok kawanan. Mereka melihat Aleandra dengan dengan liur menetes dan tentunya mereka terlihat lapar. Maximus tertawa dan menghampirinya, sungguh momen tepat bagi para Hiena itu menunjukkan dirinya.     

"Bagaimana, mereka semua cantik, bukan?"     

"Apanya? Aku kaget setengah mati, dasar menyebalkan!" ucap Aleandra.     

Max terkekeh, tangan Aleandra diraih dan di genggam. Dia rasa sudah cukup membawa Aleandra melihat para binatang itu. Sudah saatnya para binatang itu mendapat makan. Aleandra masih melihat-lihat, hanya beberapa jenis binatang tapi semua yang ada di sana binatang yang menakutkan.     

"Kenapa kalian tidak memelihara ular?" tanyanya.     

"Mungkin suatu saat nanti, Aleandra. Untuk saat ini binatang itu sudah cukup mengambil peran mereka!"     

"Aku rasa kalian bisa membuka kebun binatang khusus binatang berbahaya. Lumayan bukan untuk menambah penghasilan."     

Max kembali terkekeh, kebun binatang itu memang mereka buka untuk para musuh-musuh yang mereka tangkap. Max membawa Aleandra ke sisi lain di mana para sandera berada. Yang masih memiliki mata ketakutan melihat para binatang itu tapi untuk yang tidak memiliki mata lagi, mereka akan diterkam dengan mudah nantinya.     

"Bawa mereka, yang dua itu bisa menunggu!" perintah Maximus.     

Tanpa menunda, mereka dibawa. Aleandra sangat heran, dia kembali mengikuti langkah Maximus ke sisi ruangan yang lain. Ternyata di dalam bangunan itu terdapat seperti lorong. Oliver meronta dan berteriak saat dia diseret menuju kolam buaya. Dialah yang pertama kali akan menjadi umpan binatang yang ada di sana.     

Para buaya itu sudah begitu kelaparan, jika mereka bisa berparodi mereka pasti akan senang karena akhirnya mereka mendapatkan makanan kesukaan mereka yaitu wanita cantik. Sudah lama tidak merasakan sensasinya, walau hanya satu tapi itu sudah cukup untuk mengobati kerinduan mereka untuk menikmati daging si wanita cantik.     

"Jangan lakukan hal ini, bunuh aku dalam sekali tembakan!" teriakan Oliver ketakutan. Saat itu Oliver sudah terikat di sebuah rantai dan tubuhnya mulai diturunkan di tengah-tengah kolam oleh sebuah krane yang dikendalikan oleh anak buah Max.     

Aleandra dapat melihatnya dengan jelas dari kaca bahkan dari tempatnya dia bisa melihat para buaya itu memperebutkan daging Oliver nantinya. Oliver terus berteriak dan meronta karena tubuhnya semakin dekat dengan kolam. Para buaya itu juga sudah berkerumun di bawahnya, siap menerkam. Para sandera yang memiliki mata dipaksa melihat bagaimana Oliver diterkam para buaya itu agar mereka tahu jika mereka akan mengalami hal yang tidak jauh berbeda dengan Oliver nantinya.     

Austin ketakutan melihat keadaan kekasihnya yang terus meronta dan berteriak memohon. Dia tidak menduga mereka akan berakhir seperti itu, rencana mereka untuk menikah pupus sudah. Sepertinya mereka akan menikah di alam baka nantinya.     

Oliver mengangkat kedua kakinya karena dia sudah hampir menyentuh kolam, dia masih berusaha memberontak namun pada saat itu, seekor buaya yang cukup besar melompat dan meraih kakinya. Teriakan Oliver semakin nyaring terdengar, dia mulai ditarik oleh buaya itu ke dalam kolam. Para buaya lain juga menerkam, mulai memperebutkan daging kesukaan mereka. Tubuh Oliver dicabik di dalam air, air yang tenang menjadi riuh dan menjadi merah karena darah. Rantai dinaikkan, tubuh Oliver sudah hilang karena dia sudah menjadi makanan para buaya yang sedang memperebutkan dagingnya. Lezat, bagi para buaya itu namun mengerikan bagi yang melihatnya. Aleandra bahkan merinding ngeri melihatnya. Sungguh kematian yang menakutkan.     

"Siapa lagi selanjutnya?" Max tampak puas tapi makanan itu tidaklah cukup untuk para buaya itu. Setidaknya mereka sudah mendapat makanan pembuka yang sangat mereka nantikan dan mereka sukai selama ini.     

"Setelah menyiksa kami sedemikian rupa, kau masih melemparkan kami pada binatang peliharaanmu dalam keadaan kami yang masih hidup. Kau sungguh keji!" teriak Austin karena hanya dia saja yang memiliki lidah.     

"Kenapa? Apa kau tidak senang melihat wanita itu mati? Atau kau sudah tidak sabar untuk menyusulnya?" cibir Maximus.     

"Dia seorang wanita, bagaimana kau bisa memperlakukannya dengan keji!" teriak Austin lagi.     

"Sepertinya kau lupa dengan peraturan yang ada di sini! Lagi pula wanita jahat memang harus dibasmi, jika dia wanita baik-baik maka dia tidak akan menantang aku!"     

"Bunuh aku sekarang tanpa perlu menyiksaku!" teriak Austin.     

"Tidak ada pengecualian, kalian semua akan mendapatkan ganjaran yang sama. Sekarang kau tinggal pilih, binatang mana yang kau inginkan atau aku yang akan memilih untukmu!"     

"Binatang yang mana saja, pada akhirnya akan sama saja. Aku hanya ingin kau membunuh aku dalam sekali tembak!" Sungguh demi apa pun, dia tidak mau berakhir seperti Oliver dan dia yakin, Antonio dan Roberto juga tidak akan mau.     

"Sebuah peluru milikku sangat berharga jadi aku tidak akan membuang amunisi apalagi binatang itu harus berburu agar mereka bisa seperti berada di alam liar jadi cepat putuskan! Binatang mata yang kau inginkan untuk mengakhiri hidupmu?!"     

"Sampai kapan pun aku tidak akan memilih!"     

"Baiklah, pilihkan untuknya Aleandra. Kau ingin melihat binatang mana sedang mengejar mangsanya."     

"Aku rasa binatang jelek yang sudah membuat aku terkejut itu, aku ingin melihat mereka mengejar mangsa mereka dan mencabik tubuh mangsa mereka," jawab Aleandra. Selama ini dia tidak pernah melihat Hiena jadi dia sangat ingin melihat binatang itu mengejar mangsa dan memakannya.     

"Baiklah, ternyata hiena itu beruntung!" Maximus mengangkat satu tangan, sebagai isyarat pada anak buahnya.     

"Jangan lakukan, kau benar-benar psikopat idiot!" teriak Austin saat tubuhnya mulai ditarik untuk dilemparkan ke kandang hiena. Tawa Max justru terdengar, terserah pria itu mau berkata apa karena sebentar lagi dia akan mati.     

"Kenapa dia menyebutmu idiot?" tanya Aleandra.     

"Biarkan saja dia mau berkata apa, itu tidaklah penting. Bukankah kau ingin melihat para binatang itu makan dan mengejar mangsanya? Sekarang lihatlah karena kesempatan ini sangat langka."     

"Kau benar, aku tidak boleh melewati tontonan menarik ini," ucap Aleandra.     

Austin sudah berada di depan pintu kandang, agar tidak langsung diterkam tentu saja ada sekat antara pintu dan juga kandang. Pintu pun terbuka, Austin semakin ketakutan. Dia berusaha meronta saat didorong masuk ke dalam kandang dan setelah itu pintu kandang kembali ditutup.     

"Keluarkan aku dari sini!" teriak Austin.     

"Jika ingin selamat maka larilah dari para binatang itu," ucap anak buah Maximus dan tentunya itu sangat mustahil. Pintu sekat pun dibuka, para Hiena mulai mengendus amis darah dan mencari sumbernya.     

Austin ketakutan, dia menempel di kaca dan melihat kandang itu. Ke mana dia harus melarikan diri?     

"Kalian semua gila, kalian gila!" teriaknya namun teriakan itu membuatnya ketahuan lebih cepat.     

Para hiena yang lapar mulai mendekati Austin, air liur semakin menetes melihat mangsa mereka. Austin takut setengah mati. Dia mulai dikepung, dia tidak mau mati seperti itu. Mungkin dia bisa selamat jika dia melawan, walau mustahil tapi dia harus mencoba. Austin mulai lari, masuk ke dalam kandang yang dibuat seperti gurun. Dia bersembunyi dari satu bebatuan ke bebatuan lainnya namun bau darah dari tubuhnya tidak bisa menyembunyikan keberadaannya.     

Austin berada di sisi satu batu, dia harap menemukan sesuatu. Sebuah tulang tampak berada di celah batu, dia akan mengambil tulang itu untuk mengalahkan para hiena itu namun naas, seekor hiena besar yang terlihat sangat lapar berdiri di hadapannya.     

"Pergi... Pergi kau binatang jelek!" teriak Austin tapi yeah.... binatang mana mengerti ucapan manusia dan akhirnya, hiena besar itu menerkam dirinya di susul oleh hiena lainnya. Austin berteriak karena tubuhnya diterkam oleh segerombolan hiena itu dan dagingnya mulai dicabik oleh gigi mereka.     

Aleandra dan Maximus menyaksikan hal itu. Aleandra mulai menikmati pertunjukkannya dan setelah ini, kedua orang yang sudah menghabisi keluarganya dan dia akan menikmati setiap menit bahkan setiap detik ekspresi mereka saat para binatang itu mencabik tubuh mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.