Hi's Like, Idiot But Psiko

Sudah Selesai



Sudah Selesai

0Oliver dan Austin sudah berakhir, dua pecundang yang mencoba mencari keadilan namun gagal. Mereka adalah contoh dua orang yang tidak menyelidiki apa yang terjadi dengan teliti, mereka juga adalah contoh orang yang berambisi besar dan begitu percaya diri namun salah perhitungan.     

Para hiena masih menikmati sisa tubuh Austin. Salah satu tulang kakinya bahkan sedang dinikmati oleh seekor hiena yang sedang berbaring di rerumputan kering. Mereka tampak puas dengan makanan yang baru saja mereka dapat. Tidak mereka saja, para buaya yang sudah menyantap daging Oliver tampak berjemur sambil membuka mulut mereka lebar agar burung Plover dapat membersihkan gigi mereka. Para hiena juga berbaring setelah mendapatkan makanan mereka dan sekarang, tinggal beberapa binatang yang lapar dan dua musuh yang tersisa.     

Aleandra masih menyaksikan para hiena itu, ternyata tidak ada yang tersisa. Tulang belulang saja masih mereka gigit. Sungguh menakutkan, sebaiknya dia berhati-hati jika berada di alam liar nanti karena dia tidak mau bertemu dengan binatang berbahaya itu.     

"Apa masih belum selesai melihatnya?" Max menghampirinya dan berdiri di sisinya.     

Aleandra berpaling, senyum tipis menghiasi bibir. Aleandra kembali berpaling melihat hiena yang sedang menggigit tulang milik Austin. Untuk hari ini, dia akan menikmati kematian mereka. Dua orang itu tidak ada hubungannya namun dia tetap menyaksikan kematian mereka.     

"Apa kau sudah siap menyaksikan kematian mereka berdua?"     

"Tentu saja, aku sudah tidak sabar. Aku sangat ingin menyaksikan kematian mereka dengan perlahan, kau harus memberikan aku tontonan yang menarik Max, sehingga aku puas agar dendam yang masih aku rasakan sirna."     

"Seharusnya kita membawa cola dan popcorn tadi sehingga kau bisa duduk santai sambil menyaksikan kematian mereka," ucap Maximus seraya berjalan pergi mendekati Antonio. Aleandra mengikutinya, sudah cukup menyaksikan kematian kedua orang itu dan sekarang waktunya menonton kematian kedua orang yang sangat dia benci.     

"Di antara kalian berdua, siapa yang ingin mati terlebih dahulu?" tanya Maximus tapi kedua orang yang dia tanya sudah tidak bisa menjawab lagi.     

"lagi-Lagi kau harus memilih, Aleandra. Siapa yang kau pilih untuk mati terlebih dahulu?"     

"Aku rasa akan lebih menyenangan jika dia menyaksikan yang satunya lagi mati agar dia tahu bagaimana perasaanku ketika melihat kedua orangtuaku mati dibunuh oleh mereka," ucap Aleandra.     

"Ternyata keinginan kita sama, jika begitu kau akan mendapatkan tontonan yang menarik."     

Maximus memerintahkan Jared untuk membawa Antonio dan Roberto. Antonio dibawa ke kandang burung yang belum dihuni, dia diikat di atas tiang yang menghadap ke arah kandang Singa. Roberto sudah didorong masuk ke dalam kandang singa, tinggal membuka penyekat yang menghalangi pintu maka dia akan segera dicabik oleh empat singa yang lapar.     

Kawanan serigala pasti akan mendapatkan jatah mereka, mereka akan mendapatkan tubuh Antonio yang ditinggalkan oleh para burung nanti, Itu pun jika tubuhnya masih memiliki tersisa setelah dimakan oleh para burung.     

Antonio sangat ingin berteriak namun dia tidak berdaya akibat pangkal lidahnya yang sudah tidak ada . Tubuhnya ditarik ke atas dan diikat pada tiang untuk dijadikan umpan burung. Burung apa sebenarnya yang dibeli olah Maximus? Setelah ini dia akan tahu. Dia juga dipaksa untuk melihat kematian kakaknya, kedua kelopak matanya dijahit sehingga dia tidak bisa memejamkan matanya lagi.     

"Sekarang, saatnya pertunjukkan!" perintah Maximus.     

Sekat kandang dibuka, Roberto mulai meraba untuk mencari sesuatu. Dia sungguh tidak tahu berada di mana, dia bahkan tidak tahu jika dia berada di dalam kandang empat ekor singa yang sedang kelaparan. Bau amis darah di tubuhnya mulai memancing para singa itu. Keempat ekor singa mulai mencari sumber bau yang tercium begitu lezat bagi mereka. Roberto masih terus merangkak untuk mencari keberadaan Antonio karena kedua tangan dan kakinya sudah tidak terikat lagi.     

Dari atas tiang, Antonio memberontak karena kakaknya semakin dekat dengan seekor singa betina yang juga berjalan ke arahnya. Rasanya ingin berteriak agar Antonio pergi ke arah lain namun apa daya, dia sudah tidak bisa. Seandainya bisa pun, Antonio tidak akan mendengarnya karena jaraknya mereka yang cukup jauh.     

Roberto terus merangkak sambil meraba, suara geraman Singa terdengar. Binatang itu sudah mengintainya di antara rerumputan. Tidak saja satu ekor, ternyata dua ekor singa betina sudah mengintainya. Roberto hanya bisa mengumpat dalam hati, dia mulai mundur karena dia merasa ada binatang di depan sana. Entah di mana dia berada yang pasti dia merasa ada bahaya apalagi dua ekor singa yang lapar sudah siap memburu mangsanya.     

Roberto terus memundurkan tubuh, dia juga berusaha memanggil Antonio walau sulit. Rasa takut yang dia rasakan membuat kedua kakinya gemetar begitu juga dengan tangannya. Kedua singa semakin mendekat, siap menerkam dan tidak lama kemudian, kedua singa itu berlari dengan cepat ke arah Roberto. Antonio berusaha meminta Roberto untuk lain namun terlambat karena dua singa itu sudah menerkam tubuh Roberto.     

Roberto terus memberontak saat seekor singa menggigit lehernya. Itu cara singa melumpuhkan mangsanya. Jika Antonio bisa mendengar, mungkin dia bisa mendengar suara leher Roberto yang patah. Salah satu singa itu masih menggigit leher Roberto sampai pria itu sudah tidak bernyawa. Tubuh Roberto diseret oleh dua singa betina itu untuk dibawa pada dua singa jantan yang sudah menunggu.     

Antonio tidak berdaya saat menyaksikan kematian kakaknya dan ketika tubuh kakaknya mulai dicabik dan di mangsa oleh keempat singa tersebut. Dia sungguh benci, dendam memenuhi hati tapi apa yang bisa dia lakukan? Dia hanya bisa merasakan hal itu saja karena sebentar lagi dia akan mati.     

"Bagaimana, Aleandra? Apa kau puas?" tanya Maximus.     

"Yang satu itu belum, bukan? Setelah dia barulah aku akan merasa puas!" jawab Aleandra. Akhirnya orang yang menghancurkan keluarganya mati, rasanya sedikit puas walau satu lagi masih hidup.     

"Jika begitu kita akhiri!" kini mereka melangkah menuju kandang di mana Antonio berada. Tiang di mana Antonio sedang diikat berputar sehingga Antonio menghadap mereka saat ini. Mata Antonio menatap mereka dengan tatapan penuh kebencian, seandainya dia memiliki kesempatan untuk lari dari sana maka dia bersumpah akan membunuh mereka dengan cara yang lebih keji.     

"Bagaimana, Antonio?" tanya Maximus, dia tahu pria itu bisa mendengar ucapannya.     

"Ingatlah bagaimana kau menghabisi keluarga Aleandra, ingatlah semua kejahatan yang kau lakukan pada keluarganya!"     

Antonio tidak menjawab, hanya tatapan matanya saja yang menunjukkan rasa benci dan dendam yang begitu besar. Dia sudah melakukan banyak kejahatan bagaimana mungkin dia akan mengingat apa yang telah dia lakukan? Walau begitu, rasa sesal memenuhi hati.     

"Sekarang, Jared. Lepaskan mereka!" perintah Maximus.     

"Mereka?" Alendra mengernyitkan dahi.     

"Lihatlah baik-baik, Aleandra. Aku jamin kau akan puas dengan kematiannya!" Maximus menunjuk ke atas, Aleandra mendongak mengikuti jari Maximus. Ternyata bagian atas tertutup, sepertinya para burung itu akan dimasukkan ke dalam kandang dari bagian atas dan benar saja, sebuah penutup terbuka dan puluhan burung berwarna hitam terbang masuk ke dalam kandang.     

"Gagak?" ucap Aleandra.     

"Yes, mereka yang akan menikmati otak jahatnya. Mereka akan membunuhnya dengan perlahan!" Max menurunkan tangannya dan memasukkannya ke dalam saku. Matanya tidak lepas dari burung-burung yang terbang memutari Antonio.     

Antonio ketakutan karena burung-burung itu terus mengelilinginya. Entah apa yang terjadi, sungguh dia takut. Burung-Burung gagak itu masih terus terbang dan tidak lama kemudian, burung-burung itu seperti mendapat komando dari ketua mereka dan langsung menyerbu ke arah Antonio.     

Teriakan pria itu terdengar, saat otaknya diserbu para burung. Tidak saja bagian kepalanya tapi seluruh tubuhnya mulai di patuk dengan paruh burung gagak yang tajam. Teriakan memenuhi kandang, kedua bola matanya yang dipaksa terbuka tidak luput dari patukan burung-burung itu.     

Aleandra sangat puas melihatnya, sungguh dia puas. Pria itu memang pantas mendapatkan kematian seperti itu. Sekarang perasaan dendam itu sudah hilang tanpa bekas. Kedua tangannya mengepal erat, air matanya mengalir begitu saja. Semoga saja kedua orangtuanya melihat begitu juga dengan Adrian. Dia tahu mereka tidak akan suka melihat pembalasan keji itu tapi dia benar-benar puas.     

"Kenapa kau menangis?" Maximus meraih pinggangnya dan mengusap air matanya dengan perlahan.     

"Entahlah, aku merasa semua dendamku sudah hilang. Aku tahu keluargaku tidak akan setuju dengan pembalasan ini tapi aku merasa kedua pria itu memang pantas mendapatkannya."     

"Mereka memang pantas mendapatkannya, keluargamu juga tidak akan kecewa padamu karena akulah yang membalaskan kematian mereka menggantikan dirimu. Kau tidak mengotori tanganmu untuk membunuh mereka karena akulah yang melakukannya!" Max memeluknya.     

"Terima kasih, Max. Aku mewakili keluargaku mengucapkan terima kasih karena kau sudah membantu aku membalas kematian mereka," ucap Aleandra sambil memeluknya erat. Air mata masih mengalir, sungguh perasaannya menjadi ringan karena dendamnya sudah terbalaskan.     

Antonio tidak berdaya karena burung-burung itu masih menyerangnya. Burung-Burung itu dalam keadaan lapar, mereka tidak akan berhenti sebelum mereka kenyang. Antonio sudah tidak berdaya, pria itu menunduk dan pasrah. Sudah sedemikian rupa tapi dia belum mati juga. Otaknya sudah mau abis, burung-burung itu terus makan sampai akhirnya mereka bertengger di dahan-dahan yang sudah disiapkan untuk mereka.     

"Turunkan dia Jared, dan lemparkan ke kandang serigala!" perintah Maximus.     

Tubuh Antonio diturunkan dan setelah itu tubuhnya dilemparkan ke kandang serigala. Tidak butuh lama, para serigala itu menarik tubuh Antonio dan menyantapnya. Aleandra dan Maximus menyaksikan hal itu, Aleandra semakin puas setelah kematian Antonio.     

Dia bahkan berkata berbicara pada keluarganya namun dalam hati. Mereka masih berada di sana cukup lama sampai akhirnya semua binatang yang menyantap keempat sandera beristirahat. Karena sudah cukup, dendam juga sudah terbalas, Max mengajak Aleandra pergi dari tempat itu.     

Dia akan pergi ke makam kakaknya setelah ini karena dia ingin berbicara dengan kakaknya. Dia juga akan pulang ke Rusia untuk melihat makam kedua orangtuanya jika mereka sudah dimakamkan tapi jika tidak, dia harus mengambil jasad kedua orangtuanya dan memakamkan mereka dengan layak.     

Semua sudah selesai, kematian keluarga, pelarian dan hal buruk yang dia alami sudah terbalaskan dan semuanya sudah selesai. Sekarang sudah tidak ada dendam lagi di hati, dan sekarang dia akan menyongsong masa depan baru dengan Maximus Smith.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.