Hi's Like, Idiot But Psiko

Wedding Day



Wedding Day

0Setelah acara lamaran tersebut, Maximus dan Aleandra sibuk melakukan foto prewedding dan setelah itu semua, mereka akan mengadakan acara pernikahan mereka di sebuah gereja. Tidak ada tamu undangan karena mereka tidak mengundang siapa pun. Max tidak mengundang rekan bisnisnya, bahkan Caitlyn pun tidak. Dia hanya mengabari sahabatnya itu jika dia akan menikah dengan Aleandra. Max melakukannya karena dia sudah berjanji akan memberitahu Caitlyn jika dia dan Aleandra sudah akan menikah.     

Seluruh keluarga Smith sudah kembali, tentunya hal itu membuat Aleandra canggung melihat banyaknya keluarga mereka. Mereka bahkan kembali dari berbagai negara, sekarang dia tahu apa fungsinya rumah besar bak istana yang ditempati oleh nenek dan kakek Maximus.     

Kesempatan itu tentunya dimanfaatkan oleh seluruh keluarga untuk mengunjungi makam. Walau tidak semua dimakamkan di makam pribadi namun mereka tetap mengunjungi makam untuk melepas rasa rindu mereka pada anggota keluarga yang sudah tiada. Kesempatan itu juga dimanfaatkan oleh Aleandra untuk mengenal keluarga Maximus walau sampai sekarang dia belum bisa mengingatnya dengan baik karena begitu banyaknya keluarga Maximus.     

Acara pernikahan mereka akan diadakan jam sepuluh pagi. Seperti yang telah direncanakan, mereka akan langsung pergi berbulan madu setelah selesai mengucapkan janji setia. Maldive island menjadi pilihan karena Aleandra sangat ingin pergi ke pulau indah itu. Tidak saja pulau Maldive, Maximus akan membawa Aleandra pergi ke beberapa tempat dan membawanya kembali ke Rusia.     

Gaun pengantin yang indah sudah dikenakan oleh Aleandra. Kalung berlian yang diberikan oleh Maximus saat melamarnya juga sudah melingkar di lehernya. Marline memberikan sebuah mahkota berlian untuknya, bagaimanapun Aleandra adalah satu-satunya menantu yang dia miliki. Walau pernikahan putra semata wayangnya tidak dirayakan dengan meriah namun dia harus menghargai keputusan mereka.     

Aleandra berada di kamar, dia sudah siap dan terlihat begitu cantik. Tatapannya tidak lepas dari pantulan dirinya di cermin. Dia sudah seperti seorang putri di negri dongeng saja. Seandainya kedua orangtuanya dan Adrian masih hidup, mereka pasti akan berada di dalam ruangan itu bersama dengannya.     

Ayah dan ibunya pasti akan bahagia melihatnya menikah. Dia bisa membayangkan wajah bahagia mereka namun hanya bisa dia bayangkan saja karena mereka sudah pergi. Dia harap mereka melihatnya dari surga. Air mata hampir menetes tapi dia berusaha menahannya. Jangan sampai dia mengacaukan hari bahagianya.     

Acara belum dimulai, Aleandra mulai memikirkan satu hal. Apakah dia harus menghubungi Fedrick dan mengatakan kabar itu atau tidak? Dia memang tidak akan bertemu dengan Fedrick lagi sekalipun dia kembali ke Rusia tapi dia rasa tidak ada salahnya mengatakan hal ini pada pria itu.     

Tidak perlu mengatakan pada Max, dia yakin Maximus juga setuju dengan keputusan yang dia ambil. Lagi pula mereka dilarang bertemu untuk sementara waktu oleh ibu Maximus. Entah untuk apa tapi Marline berkata hal itu dilakukan agar hubungan mereka semakin erat dan memang dia sangat merindukan Maximus selama beberapa hari belakangan. Aleandra beranjak untuk mengambil ponsel dan setelah itu dia kembali duduk di depan cermin. Sambil menghubungi Fedrick, Aleandra melihat penampilannya. Dia sendiri takjub dengan penampilannya saat ini.     

"Hallo."     

"Fedrick, ini aku," ucap Aleandra.     

"Aleandra?" Fedrick terdengar senang.     

"Apa kabarmu?" tanya Aleandra basa basi.     

"Tentu saja baik, bagaimana denganmu? Aku kira kau sudah tidak mau berbicara lagi denganku dan ada angin apa yang membuatmu menghubungi aku?"     

"Aku hanya ingin memberimu kabar, Fedrick," jawab Aleandra.     

"Kabar, apa kau akan pulang, Aleandra?"     

"Aku memang ingin pulang tapi bukan itu yang hendak aku katakan padamu, Fedrick.     

"Lalu?" tanya Fedrick ingin tahu.     

"Dengar, hari ini aku dan Maximus akan menikah. Aku hanya ingin mengatakan hal ini padamu dan sampaikan hal ini pada ibumu," pinta Aleandra.     

Fedrick diam, jadi Aleandra akan menikah dengan Maximus hari ini? Sebuah perasaan aneh dia rasakan dan dia tidak tahu perasaan apa itu. Sepertinya dia belum bisa menerima perpisahan mereka namun dia sudah tidak punya kesempatan. Dia tahu itu.     

"Selamat untuk kalian berdua, semoga kalian berdua bahagia," ucapnya walau dengan perasaan berat.     

"Terima kasih, Fedrick. Aku juga harap kau bahagia," senyum menghiasi wajah. Perasaannya jadi ringan setelah mengatakan hal itu pada Fedrick.     

"Aku akan menyampaikan hal ini pada kedua orangtuaku. Mereka pasti senang mendengar kabar ini."     

"Terima kasih," ucap Aleandra. Pembicaraan mereka tidak lama karena tidak ada yang bisa mereka bicarakan lagi.     

Marline masuk ke dalam kamar, sudah saatnya membawa Aleandra menuju gereja di mana putranya sudah menunggu karena sebentar lagi acara pernikahan mereka sudah akan dimulai.     

"Apa kau sudah siap, Aleandra?" tanya Marline seraya masuk ke dalam.     

"Tentu saja, Aunty."     

"Kenapa masih memanggil aku seperti itu? Aku sudah menjadi ibumu mulai sekarang."     

Aleandra tersenyum, benar. Setelah dia menikah dengan Maximus, dia sudah menjadi bagian dari mereka dan betapa beruntungnya dirinya yang bisa menjadi bagian dari mereka.     

"Ayo kita pergi, sudah saatnya," ajak Marline.     

Aleandra beranjak, Marline membantunya untuk mengangkat gaunnya yang lumayan berat. Mereka keluar dari kamar, sebuah mobil yang dihias indah sudah menunggu. Mobil yang membawanya nanti tentu akan dikawal dengan begitu ketat. Hal itu dilakukan karena bisa saja ada musuh yang tiba-tiba menyerang.     

Karena Aleandra sudah tidak memiliki siapa pun lagi, keluarga Maximus turun tangan membantu tanpa ragu. Yang akan mengantarnya menuju altar nanti adalah Albert. Tentunya dia tidak keberatan melakukannya. Lagi pula ini kesempatan langka dan mungkin saja tidak akan bisa dia lakukan lagi.     

Mobil pengantin sudah tiba di gereja megah yang ada di kota itu. Tanpa perlu menunggu perintah, keluarga Max bergerak untuk membantu Aleandra turun dari mobil. Albert sudah menunggu di depan pintu gereja yang sengaja ditutup karena sebentar lagi acara akan segera di mulai.     

Aleandra melangkah sambil tersenyum, keluarga Max memuji penampilannya yang luar biasa hari ini. Setiap wanita yang akan menikah pasti akan terlihat luar biasa di hari pernikahan mereka dan setiap pria pasti tidak sabar menunggu kedatangan pengantin mereka. Itulah yang dirasakan oleh Maximus, dia sungguh tidak sabar melihat penampilan Aleandra karena selama satu minggu dia dilarang bertemu Aleandra oleh ibunya. Sungguh menyebalkan dan menyiksa.     

Musik pernikahan pun mulai dimainkan, tentunya salah satu anggota keluarganya yang memainkan musik itu dari piano. Max tampak tidak sabar, dia sudah berdiri di altar dan menghadap ke arah pintu. Dua orang anak buah yang berada di depan pintu mulai membuka pintu. Sang pengantin pun mulai terlihat.     

Anak-Anak yang mengiringi masuk terlebih dahulu, setelah itu Albert dan Aleandra melangkah dibelakang anak-anak yang melangkah sambil menabur bunga. Di dalam hanya diisi anggota keluarga Maximus, mereka sudah berdiri untuk menyambut kedatangan pengantin yang terlihat cantik luar biasa.     

Maximus tersenyum, satu minggu tidak bertemu dengan Aleandra benar-benar membuatnya merindukan Aleandra. Dia tidak menduga akan merasakan perasaan itu dan sekarang, hatinya dipenuhi kebahagiaan setelah melihat pengantinnya yang cantik.     

Senyum Aleandra semakin mekar saat sudah hampir tiba di altar, Maximus mengulurkan tangannya ke arah Aleandra tentunya disambut oleh Aleandra dengan cepat.     

"Kau terlihat luar biasa, Aleandra," puji Maximus.     

"Terima kasih, Max."     

"Kau sudah siap menjadi istriku?"     

"Tentu saja, aku sudah tidak sabar."     

Mereka berdua sudah berdiri di depan seorang pendeta, mereka juga sudah terlihat begitu siap. Musik sudah berhenti, suasana jadi hening. Sang pendeta pun memulai acara, mereka tidak ragu sama sekali saat mengucapkan sumpah setia mereka untuk menjadi suami istri. Lagi pula suka duka sudah mereka lalui bersama dan mereka yakin mereka juga bisa menghadapi suka duka yang akan mereka lalui setelah menjadi suami istri.     

Tepuk tangan keluarga Maximus terdengar saat pria itu sudah memakaikan cincin di jari manis Aleandra dan mencium bibirnya. Mereka sudah dinyatakan sah sebagai suami istri dan tentunya mereka terlihat begitu bahagia.     

Sebelum pergi, mereka mendapat ucapan selamat dari keluarga. Sekarang Aleandra sudah menjadi bagian dari mereka, tentunya anggota keluarga mereka semakin ramai. Marline dan Michael terlihat senang karena sebentar lagi mereka akan punya cucu.     

Setelah selesai dan berganti pakaian, mereka bergegas pergi menuju bandara. Tentunya Maximus membawa Aleandra ke bandara pribadi milik keluarganya. Semula Aleandra tidaklah mengerti namun dia mulai bertanya dalam hati karena mereka tidak pergi ke bandara international.     

"Kenapa kita tidak pergi ke bandara, Max?"     

"Kita sedang menuju bandara, Aleandra."     

"Benarkah?" Aleandra tampak tidak percaya.     

"Hm, sebentar lagi kita akan tiba. Kemarilah, satu minggu tidak bertemu membuat aku sangat merindukan dirimu."     

"Aku juga," ucap Aleandra.     

Mereka melepaskan kerinduan mereka dengan berciuman. Setelah ini mereka tidak akan berpisah lagi. Aleandra bersandar di bahu Max, sungguh ini adalah hari yang sangat membahagiakan baginya dan tentunya bagi Maximus juga.     

Sebuah landasan pesawat sudah terlihat, beberapa pesawat juga terlihat. Karena keluarga Maximus semuanya kembali jadi landasan itu terlihat penuh dengan pesawat pribadi. Beberapa helikopter juga berada di sana, dari mobil biasa sampai mobil tank pun ada. Mata Aleandra melotot, mulut pun menganga. Apa dia tidak salah lihat?     

Mobil masuk ke pekarangan rumah super mewah di mana landasan pribadi itu berada. Aleandra sangat ingin mengatakan sesuatu namun lidahnya terasa kelu. Rasanya ingin meminta Maximus menampar wajahnya agar dia yakin jika dia tidak sedang bermimpi.     

"Alaeandra," Maximus memangilnya karena dia diam saja padahal mobil sudah berhenti dan Maximus sudah berada di luar.     

"Kenapa kau melamun?" tanya Max heran.     

"I-Ini?" Aleandra tidak sanggup melanjutkan ucapannya.     

"Yeah, aku pernah mengatakan padamu jika keluargaku memiliki bandara pribadi, bukan? Inilah bandara milik kami dan semua yang ada di sini adalah milik kami."     

"Oh my Go... Oh my God, aku sungguh tidak percaya," Aleandra turun dari mobil dan melihat tempat itu dengan tatapan takjub.     

Semua itu milik keluarga Maximus? Sial, dia sungguh mendapatkan seorang billionaire. Betapa beruntungnya dirinya? Semoga para gadis tidak gigit jari melihat keberuntungannya.     

"Ayo, apa kau siap berangkat?" Maximus meraih tangannya dan membawanya menuju sebuah pesawat pribadi yang akan membawa mereka ke Maldive Island yang indah.     

"Tentu saja!" jawab Aleandra dengan ekspresi senang karena dia benar-benar senang.     

Untuk seumur hidup dia tidak pernah membayangkan akan menikmati fasilitas seperti itu. sepertinya mulai sekarang dia harus memanggil suaminya dengan sebutan Mr. Benjamin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.