Hi's Like, Idiot But Psiko

Go Home



Go Home

0Kota Moshkow, tidak ada yang berubah sama sekali. Aleandra sudah kembali ke Rusia tapi dia kembali dalam keadaan menyamar. Dia melakukan hal itu agar pihak berwajib tidak mengetahui keberadaannya. Dia tidak berniat lama, dia hanya ingin memastikan apakah kedua orangtuanya sudah di makamkan atau tidak. Jika dia kembali dengan wajah aslinya, dia tidak akan dibiarkan pergi oleh pihak berwajib karena mereka pasti akan mengusut kasus yang terjadi lebih lanjut sehingga dia akan tertahan lama di kota itu.     

Biarlah kasus yang dia alami seperti tidak menemukan titik terang, biarkan saja para pihak berwajib mengambil asumsi sendiri karena dia sudah mendapatkan keadilan untuk apa yang terjadi. Lagi pula namanya bukan Aleandra Feodora lagi, Max sudah memberikannya identitas sehingga namanya menjadi Aleandra Smith. Dia juga tidak keberatan, dia memang ingin melupakan masa laulu.     

Aleandra kembali bersama dengan Maximus. Tidak perlu bersusah payah pergi ke tempat pihak berwajib, sebelum mereka datang ke Rusia, Max sudah memerintahkan seorang anak buahnya untuk mencari kabar akan keberadaan jenazah kedua orangtua Aleandra.     

Saat itu mereka berada di rumah Aleandra yang masih tersegel oleh pihak berwajib. Mereka masuk secara diam-diam. Karena itu adalah rumahnya jadi dia tahu bagaimana caranya masuk tanpa ada yang melihat mereka.     

Keadaan rumah tampak hancur, debu mulai menutupi perabotan rumahnya. Aleandra melihat rumah itu dengan perasaan rindu yang teramat sangat. Kebersamaannya dengan keluarga teringat. Dia ingat di mana biasanya ayahnya duduk sambil membaca berita, dia masih ingat ibunya selalu duduk di dekat jendela untuk merajut.     

Air matanya tumpah, dia tidak kuasa menahan kesedihan di hati. Kematian kedua orangtuanya pun dapat dia ingat dengan jelas, lokasi kematian mereka juga dapat dia ingat dengan jelas. Barang-Barang berharga milik keluarganya masih ada di tempatnya, selama ini memang tidak ada yang berani mengambil. Bukan karena rumah itu disegel oleh polisi, tapi karena kejadian yang menimpa mereka sehingga tidak ada yang berani menyentuh barang-barang milik mereka bahkan seorang pemulung pun tidak berani.     

Aleandra menghapus air matanya dan melangkah menuju kamar kedua orangtuanya. Tidak ada yang berubah, selimut seperti sedia kala saat ditinggalkan oleh kedua orangtuanya. Sepertinya memang tidak ada yang berani masuk ke dalam rumahnya dan menyentuh apa pun.     

Max melihat ruangan itu, piagam yang memenuhi lemari, foto-foto Aleandra dan keluarganya yang terpasang di dinding, semua tidak luput dari perhatiannya. Pandangan matanya tertuju pada Aleandra yang melangkah menuju anak tangga. Max mengikuti langkahnya, mereka pun naik ke atas. Aleandra ingin ke kamarnya, ada beberapa hal yang ingin diambil. Hal berharga yang lainnya tidak akan dia sentuh sama sekali. Biarlah itu berada di tempatnya.     

"Apa yang kau cari?" tanya Max karena Aleandra sibuk mencari sesuatu di dalam lemarinya.     

"Ada yang ingin aku ambil, Max," jawab Aleandra.     

"Untuk apa? Biarkan saja semua berada di tempatnya, aku bisa memberikan yang baru untukmu."     

"Aku tahu, tapi ini sangat penting bagiku dan tidak bisa dibeli dengan uang jadi aku ingin membawanya."     

"Katakan apa yang kau cari, aku akan membantumu menemukannya."     

"Tidak perlu, Max. Aku sudah mendapatkannya," sebuah kotak dikeluarkan, itu adalah kotak harta karunnya.     

"Apa ada yang ingin kau ambil lagi?"     

"Tidak, ini sudah cukup," ucap Aleandra. Di dalam kotak itu tidak saja berisi barang berharga miliknya namun juga berisi barang-barang ibunya.     

"Jika begitu sebaiknya kita pergi, jangan sampai ada yang melihat keberadaan kita," ucap Maximus.     

"Kau benar, jangan sampai ada yang curiga!" Aleandra mengambil kotak berharganya dan setelah itu mereka turun ke bawah. Hanya kotak itu saja yang dia butuhkan, yang lain tidak perlu karena bisa dia dapatkan lagi. Peralatan memanjat tebing yang biasanya dia rawat pun dia abaikan, satu benda yang ada di ruang tamu pun tidak dia ambil.     

Mereka menyelinap pergi, tanpa ada yang tahu jika Aleandra Feodora yang masih dalam pencarian kembali ke rumah itu. Dengan perasaan berat, Aleandra memandangi rumahnya. Biarkan pemerintah yang mengambil alih rumahnya nanti, dia pun tidak akan pernah tinggal di rumah itu lagi karena di mana Maximus berada, di sana pula dia berada.     

Pandangan Aleandra masih belum berpaling dari rumahnya saat mobil sudah berjalan pergi, kata perpisahan terucap di dalam hati. Jika suatu saat nanti dia kembali ke Rusia dan rumahnya masih ada, dia akan menyelinap masuk lagi untuk mengenang kenangan yang terjadi selama dia berada di rumah itu.     

Max memegangi tangannya dan mengusapnya perlahan, dia tahu apa yang sedang dirasakan oleh Aleandra. Pasti berat meninggalkan rumah di mana dia tumbuh dan semua kenangan bersama keluarganya berada.     

"Apa kau baik-baik saja?"     

"Sesungguhnya tidak," Aleandra bersandar di bahu suaminya. Jika dia menjawab keadaannya baik-baik saja maka dia munafik dan membohongi diri sendiri.     

"Kau boleh menangis jika kau mau," ucap Maximus seraya mengusap kepalanya.     

"Terima kasih, Max. Sekarang kita mau pergi ke mana?"     

"Ke makam, anak buahku berkata jika kedua orangtuamu sudah dimakamkan oleh pihak berwajib."     

Aleandra diam saja. Apa dia harus senang akan kabar ini, atau dia harus sedih? Di sisi lain dia merasa lega jika kedua orangtuanya sudah dimakamkan namun di sisi lain dia sangat merasa sedih karena kehilangan mereka dan dia juga merasa tidak berguna. Maximus masih membelai rambutnya, dia melakukan hal itu untuk menghibur Aleandra.     

Selama di perjalanan menuju makam yang letaknya lumayan jauh, Aleandra tertidur. Dia terbangun karena Maximus memanggilnya. Aleandra mengucek mata, dia juga melihat sana sini.     

"Apa kita sudah tiba?" tanyanya.     

"Yes, anak buahku berkata kedua orangtuamu di makamkan di tempat ini," setelah berkata demikian, Maximus keluar dari mobil. Aleandra mengikutinya, makam itu tampak asing baginya karena dia memang belum pernah berkunjung ke makan mana pun selama tinggal di sana.     

"Ke marilah," Max meraih tangannya, mereka melangkah melewati makam-makam yang tersusun dengan rapi. Seorang pria sudah menunggu tidak jauh dari mereka, pria itu adalah anak buah Max.     

Mereka semakin mendekat, anak buah Max membungkukkan badannya dan setelah itu dia melangkah pergi. Max dan Aleandra sudah berdiri di sebuah makam, itu adalah makam kedua orangtua Aleandra. Nama mereka berdua tertera di satu batu nisan, itu karena mereka di makamkan secara bersama-sama. Aleandra diam, air mata pun tidak terbendung lagi. Aleandra jatuh berlutut di depan makam kedua orangtuanya sambil menangis terisak.     

Sungguh dia tidak menduga, hari di mana dia akan berlutut di hadapan makam kedua orangtuanya tiba begitu cepat dan perpisahan itu terjadi tanpa mereka inginkan. Aleandra merangkak mendekati makam, dia juga memeluk batu nisan sambil menangis. Saat itu dia bagaikan sedang memeluk kedua orangtuanya, rasa rindu dan kesedihan meluap di hati.     

"Maafkan aku, maaf. Aku sungguh tidak berguna, aku tidak kembali melihat kalian setelah aku bisa melarikan diri. Aku benar-benar minta maaf," ucap Aleandra. Rasa bersalah memenuhi hati, jika dia kembali, mungkin dia bisa memakamkan kedua orangtuanya dengan layak.     

Aleandra masih memeluk batu nisan dengan erat, dia bahkan tidak mau melepaskannya. Seandainya dia diberi kesempatan satu kali saja, dia sangat ingin bertemu dengan kedua orangtuanya untuk terakhir kali. Jika dia tahu hari itu adalah malam terakhir kebersamaan mereka maka dia akan menghabiskan waktu lebih banyak dengan mereka tapi tidak satu orang pun akan tahu musibah akan menimpa mereka.     

Max melangkah mendekatinya dan berjongkok di dekatnya, mungkin Aleandra begitu merindukan kedua orangtuanya sehingga dia seperti itu. Max mengusap punggungnya, dia tahu bagaimana perasaan kehilangan seseorang jadi dia bisa memaklumi keadaan Aleandra.     

"Kenapa kau meminta maaf pada mereka, Aleandra? Mereka tahu kau tidak salah, jadi untuk apa kau meminta maaf pada mereka?"     

"Aku hanya merasa tidak berguna, Max."     

"Tidak berguna seperti apa? Semua yang terjadi bukan karena salahmu jadi kau tidak perlu meminta maaf."     

"Mereka hanya punya aku dan Adrian, aku yang selamat tapi aku tidak kembali dan memberikan mereka pemakaman yang layak. Seharusnya aku kembali tapi aku terlalu takut sehingga aku tidak kembali dan memberikan pemakaman yang layak untuk mereka," ucap Aleandra sambil menghapus air matanya.     

"Bodoh! Coba lihatlah makam mereka, bagaimana bisa kau mengatakan jika mereka tidak mendapatkan makam yang tidak layak?"     

"Bukan begitu, Max. Sebagai putri mereka dan yang satu-satunya selamat, seharusnya aku mengantar mereka ke peristirahatan terakhir mereka. Aku merasa tidak berguna karena aku tidak bisa melakukannya dan aku rasa mereka pasti sangat kecewa denganku."     

"Baiklah, aku tahu apa yang kau rasakan tapi kau harus tahu, mereka pasti lebih suka kau seperti ini karena saat kau kembali hanya untuk mengantar kepergian mereka maka kau akan tertangkap. Aku yakin mereka lebih tidak suka lagi jika hal itu terjadi."     

"Benarkah?" Aleandra menghapus air matanya yang tersisa.     

"Tentu saja, orangtua mana yang ingin anaknya celaka? Mereka juga tahu kau sedang melarikan diri, mereka tidak mungkin mempermasalahkan hal itu karena keselamatanmu lebih penting."     

Aleandra tidak mengatakan apa pun, yang dikatakan oleh Maximus sangat benar tapi jauh di dalam hatinya kata maaf terucap untuk kedua orangtuanya. Perpisahan memang menyakitkan tapi dia harus mengikhlaskan kepergian mereka.     

"Ayo berdiri, kakimu kotor," ucap Maximus.     

Aleandra mengangguk, mereka berdua berdiri di depan makam cukup lama. Banyak yang ingin Aleandra bicarakan pada kedua orangtuanya tapi entah kenapa dia tidak mengatakan apa pun. Dia juga ingin mengenalkan Maximus pada mereka tapi lidahnya terasa kelu.     

"Apa belum selesai?" tanya Max karena mereka sudah begitu lama di makam.     

"Yeah, setidaknya mereka sudah dimakamkan. Aku lega sekarang."     

"Bagus, sebaiknya kita pergi. Semakin lama kita berada di sini, akan ada yang melihat dan mencurigaimu."     

"Kau benar, ayo kita pergi," ajak Aleandra     

"Apa kau tidak ingin pergi ke mana pun?" tanya Maximus memastikan.     

"Tidak, Max. Bawa aku pulang ke rumah, ke rumah kita."     

"Baiklah, ayo kita pulang."     

Aleandra mengangguk, "Goodbye Mom, Dad," ucapnya sebelum mereka melangkah pergi.     

Aleandra memeluk lengan Max saat mereka meninggalkan makam kedua orangtuanya. Dia akan pergi dari tempat itu, pergi dari kota itu dan akan mengikuti pria yang dia cintai di mana ada rumah yang aman dan nyaman untuk dia tinggali. Kenangan bersama dengan keluarganya tidak akan dia lupakan tapi sekarang, dia akan membuat kenangan baru bersama dengan Maximus dan juga buah hati mereka kelak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.