Hi's Like, Idiot But Psiko

Double A



Double A

0Hamil bukanlah perkara mudah apalagi hamil anak kembar. Setelah beberapa bulan, mereka kembali memeriksa kehamilan Aleandra dan mendapati jika Aleandra sedang hamil anak kembar. Tentunya kabar itu membuat Marline begitu bahagia. Dia bahkan menangis saat tahu. Dia seperti itu karena dia hanya bisa hamil satu kali saja dan dia hanya bisa memiliki Maximus saja.     

Kebahagian itu dirasakan oleh semua orang. Hampir setiap hari Maximus menemani Aleandra di rumah. Jika dia pergi maka dia akan meminta ibunya untuk datang dan menemani istrinya. Walau terkadang Aleandra berkata dia baik-baik saja, namun Max tetap menemaninya.     

Saat itu, Marline dan Maximus sedang menonton di lantai atas. Tiba-Tiba saja Aleandra ingin ditemani suaminya menonton, mereka berdua sudah begitu lama di dalam bioskop mini itu dan belum juga keluar. Walau Max bukan orang yang suka menonton begitu lama, tapi dia tetap menemani istrinya.     

Tangan Aleandra tidak henti mengusap perutnya yang sudah membesar karena saat itu kehamilannya sudah menginjak delapan bulan. Mereka hanya menunggu waktu saja, menunggu kedua buah hati mereka lahir.     

"Apa kita sudah membeli kaus kaki untuk anak-anak kita, Max?" tanya Aleandra.     

"Sudah," Jawab Maximus sambil mengusap kepalanya.     

"Botol susu?"     

"Sudah."     

"Yang lain?"     

"Hei, kenapa kau jadi gelisah akhir-akhir ini? Kau seperti mengkhawatirkan banyak hal padahal apa yang kau khawatirkan tidaklah penting."     

"Aku takut, Max," ucap Aleandra.     

"Apa yang kau takutkan, Aleandra. Katakan padaku."     

"Aku," Aleandra menunduk, "Aku takut saat melahirkan," ucapnya lagi.     

Max tidak menjawab, dia tidak tahu bagaimana rasanya jadi dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Mereka berdua diam saja, tangan Max tidak berhenti mengusap kepala Aleandra.     

"Apa rasanya akan sakit, Max?" tanya Aleandra seraya memandanginya.     

"Aku tidak tahu, Aleandra. Aku tidak pernah melahirkan dan aku tidak melahirkan."     

Aleandra tersenyum, "Kau benar, seharusnya aku bertanya pada ibumu," ucapnya.     

"Dengar, aku memang tidak tahu bagaimana rasanya tapi aku akan selalu bersama denganmu. Aku akan menemani dirimu saat kau akan melahirkan, jika kau memang tidak mampu maka aku akan meminta dokter untuk melakukan operasi jadi kau tidak perlu takut."     

"Terima kasih, aku jadi sedikit tenang."     

"Bodoh! Aku tidak mungkin meninggalkan dirimu seorang diri. Aku pasti akan bersama denganmu saat itu tiba. Sekarang sebaiknya kau berbaring, kau sudah duduk begitu lama."     

"Kau benar, perutku rasanya agak nyeri," Aleandra mengusap perutnya. Tendangan kaki kedua bayinya terasa, tentunya hal itu membuat senyumnya mengembang.     

"Mereka menendang," ucapnya.     

Max juga meletakkan tangan ke atas perut istrinya untuk merasakan tendangan kaki kedua bayi mereka. Dia juga tersenyum seperti Aleandra, rasanya sudah sangat tidak sabar menyambut kehadiran kedua buah hati mereka.     

"Mereka pasti akan menjadi anak-anak yang cerdas seperti dirimu," ucap Alendra.     

"Tentu saja, bibit unggulku tidak mungkin gagal!" jawab Maximus bangga.     

"Baiklah, semoga saja mereka tidak seperti dirimu yang suka bersembunyi di dalam lemari!"     

Max terkekeh dan beranjak, jika kedua putranya juga bersembunyi di dalam lemari seperti dirinya maka mereka benar-benar akan menjadi keluarga yang menghuni lemari.     

"Ayo, sudah waktunya kau beristirahat," ucapnya seraya mengulurkan tangan.     

Aleandra beranjak dengan susah payah, Maximus membantunya. Perutnya yang besar menyulitkan dirinya namun Maximus membantunya dengan sabar. Max bahkan menuntunnya dengan hati-hati keluar dari ruangan itu.     

"Kenapa aku merasa perutku sedikit sakit?"     

"Itu karena kau duduk terlalu lama."     

"Kau benar," ucap Aleandra. Mungkin yang dikatakan oleh Maximus sangat benar.     

Max akan membawa istrinya ke kamar namun mereka harus menuruni anak tangga yang jumlahnya puluhan. Aleandra seperti ragu karena rasa nyeri di perutnya kembali terasa.     

"Gendong aku, Max. Aku merasa tidak sanggup menuruni anak tangga ini," pinta Aleandra.     

"Kemarilah!" Maximus menggendongnya dan membawanya turun ke bawah. Dia melangkah menuruni anak tangga dengan hati-hati. Jangan sampai mereka berdua jatuh ke bawah.     

"Kau tidak boleh naik ke atas seorang diri jika aku tidak ada di rumah, kau paham?"     

"Ya, tapi aku merasa semakin aneh," Aleandra masih mengusap perutnya yang semakin aneh.     

"Aneh bagaimana?" tanya Max heran.     

"Entahlah, aku merasa tidak nyaman."     

"Aku akan memanggil Mommy datang setelah kau berbaring."     

Aleandra mengangguk, tangannya tidak henti mengusap perutnya. Max membawanya menuju kamar dan membaringkannya dengan perlahan ke atas ranjang. Setelah memastikan keadaan Aleandra, Max mengambil ponselnya untuk menghubungi ibunya.     

Tidak menunggu lama, suara ibunya sudah terdengar. Marline memang selalu siaga, dia khawatir terjadi sesuatu pada menantunya sebab itu dia tidak pernah berjauhan dengan ponsel.     

"Ada apa, Max?" tanya ibunya.     

"Keadaan Aleandra aneh, Mom. Dia mengeluh perutnya tidak nyaman."     

"Apa? Kenapa tidak segera bawa ke rumah sakit! Mungkin saja dia sudah mau melahirkan!"     

"Aku akan segera membawanya!" pembicaraan berakhir, Max segera menghampiri istrinya yang masih mengeluh.     

"Apa yang Mommy katakan, Max?" tanya Aleandra.     

"Ayo ke rumah sakit. Mommy bilang mungkin saja kau akan segera melahirkan."     

"Apa?" Aleandra terkejut. Rasa takut pun memenuhi hati.     

"Tidak apa-apa, bukankah ada aku? Kau tidak perlu takut!" ucap Max setelah menggendong istrinya dan akan membawanya ke rumah sakit.     

"Hm," jawab Aleandra sambil mengangguk.     

Max segera membawa Aleandra ke rumah sakit, Marline juga pergi ke rumah sakit bersama dengan suaminya. Aleandra tidak langsung melahirkan karena belum waktunya. Dia hanya dirawat karena rasa tidak nyaman di perutnya tapi bukan berarti dia tidak akan melahirkan. Tanda-Tandanya sudah ada, hanya menunggu waktu saja.     

"Bagaimana, apa yang kau rasakan?" tanya Marline.     

"Aku hanya merasa tidak nyaman," jawab Aleandra.     

"Jika tidak memungkinkan bukankah lebih baik melakukan operasi saja?" ucap Michael.     

"Benar, Max. Lebih baik segera melakukan operasi."     

"Aku tahu, Mom. Tapi dokter berkata Aleandra mengalami takut dan cemas berlebih saja. Kita tunggu saja, jika keadaan Aleandra tidak membaik juga maka operasi akan segera dijalankan."     

"Jangan takut, Aleandra," Marline mengusap lengan menantunya, "Semua wanita yang melahirkan pasti akan merasakan rasa sakit yang sama. Memang butuh perjuangan tapi saat mereka sudah lahir dan kau melihat wajah mereka untuk pertama kali, rasa sakit yang kau rasakan saat melahirkan mereka tidak kau rasakan lagi dan rasa sakit yang kau rasakan akan terbayarkan dengan kehadiran mereka," ucap Marline.     

"Thanks, Mom," Aleandra tersenyum dan berusaha menepis rasa takutnya. Dia yakin dia pasti bisa. Dia akan berjuang untuk melahirkan kedua bayinya nanti.     

Mereka berada di rumah sakit cukup lama. Marline dan Michael tidak kembali karena mereka memiliki firasat cucu mereka akan segera lahir dan benar saja, setelah menanti selama berjam-jam, akhirnya Aleandra mulai mengalami kontraksi. Walau baru awal tapi mereka sangat senang.     

Michael menghubungi ibunya dan memberikan kabar itu, kebahagiaan meluap di hati padahal cucu mereka belum juga lahir. Mereka menunggu dengan tidak sabar, menunggu Aleandra melahirkan bahkan mereka mulai mencari nama untuk kedua cucu mereka.     

Selama mengalami kontraksi, Aleandra hanya bisa menangis sambil menahan rasa sakitnya. Proses bersalin bukanlah proses yang mudah, rasa sakitnya juga sulit diungkapkan dengan kata-kata. Max hanya bisa memberinya semangat, dia tidak bisa melakukan apa pun untuk hal itu. Sungguh, untuk pertama kalinya dia merasa jika dia tidak berguna. Dia hanya bisa menyaksikan istrinya kesakitan tanpa bisa melakukan apa pun selain semangat saja yang dia rasa siapa pun bisa mengucapkannya.     

"Maafkan aku, Aleandra. Kali ini aku tidak berdaya. Aku tidak bisa merasakan apa yang kau rasakan, aku juga tidak bisa berbuat apa pun dan tidak bisa menggantikan dirimu," ucap Maximus sambil memeluk istrinya yang sedang kesakitan.     

"Tidak apa-apa, Max," Aleandra mengusap wajah suaminya perlahan, "Keberadaanmu di sini sudah cukup bagiku," ucapnya. Aleandra tersenyum dibalik rasa sakit yang dia rasakan. Sekarang rasa takut itu sudah tidak ada lagi walau tidak dia pungkiri rasa sakit yang dia rasakan begitu menyiksa dirinya.     

Max mencium wajah istrinya, kata cinta pun dia ucapkan. Aleandra kembali tersenyum, Max memang tidak bisa menggantikan dirinya merasakan rasa sakit itu namun keberadaan dirinya membuatnya bersemangat. Rasa sakit itu kembali datang, namun Aleandra tetap bertahan. Rasa sakit itu cukup lama dia rasakan sampai akhirnya, tiba waktunya untuk melahirkan.     

Seorang dokter sudah sibuk, dibantu oleh dua orang perawat. Max berdiri di sisi istrinya yang sedang berjuang untuk melahirkan bayi mereka. Aleandra mencoba mendorong dengan sekuat tenaga untuk melahirkan anak pertama mereka. Walau dia harus berusaha beberapa kali tapi pada akhirnya, bayi pertama mereka sukses dilahirkan.     

Rasa bahagia menyelimuti hati namun dia harus kembali berjuang melahirkan anak kedua mereka. Kali ini tidak sesulit yang pertama, bayi kedua mereka juga terlahir dalam keadaan sehat. Suara tangis kedua bayi mereka, membuat kebahagiaan meluap di hati mereka. tangis bayi mereka pun dapat di dengar oleh Marline dan Michael. Marline menangis sambil memeluk suaminya, itu adalah tangis bahagia. Di dalam sana air mata Maximus hampir tumpah saat salah satu bayinya yang sudah dibersihkan diberikan padanya.     

OH... inikah rasanya menjadi orang tua? Perasaan bahagia yang menyelimuti hati tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Air mata Aleandra tumpah saat menggendong anak pertamanya. Mereka berdua saling pandang dan tertawa pelan, mereka juga tersenyum dengan penuh kebahagiaan.     

"Dia mirip denganmu," ucap Aleandra.     

"Yeah, mirip denganmu juga," ucap Maximus sambil tersenyum.     

"Mommy dan Daddy pasti sudah tidak sabar," seandainya kedua orangtuanya masih hidup, mereka pasti akan bahagia menyambut kehadiran kedua cucu mereka.     

Marline dan Michael memang sudah tidak sabar, mereka sudah mengatakan kabar itu pada Kate dan Albert juga yang lainnya. Kebahagiaan terpancar di wajah mereka saat Aleandra di bawa keluar bersama dengan dua bayinya. Marline menghampiri mereka dengan terburu-buru, dia juga menggendong salah satu cucunya.     

"Apa kalian sudah memberinya nama?" tanya Michael pada putranya.     

"Belum, Dad. Nama apa yang bagus untuk mereka?"     

"Bagaimana jika Aiken dan Archer?" tanya ayahnya.     

"Boleh saja, aku tidak keberatan jika Daddy yang memberikan nama itu."     

"Baiklah jika begitu, aku rasa nama itu cocok untuk mereka."     

Mereka sudah tiba di dalam ruangan di mana Aleandra akan menjalani perawatan. Yang pertama akan dipanggil Aiken Smith dan yang kedua adalah Archer Smith. Kelak mereka akan menjadi anak-anak yang luar biasa hebat, tidak gentar menghabisi musuh mereka.     

Albert dan Kate sudah datang, tidak saja mereka yang datang, Vivian dan Matthew juga datang bersama dengan yang lainnya. Ucapan selamat mereka berikan tentunya mereka gembira atas kehadiran Aiken dan Archer. Setelah kehadiran mereka berdua, mungkin akan ada yang lainnya yang akan membuat keluarga mereka semakin ramai.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.