Shadow of Love

Aku tidak akan menjadi penghalangmu lagi



Aku tidak akan menjadi penghalangmu lagi

0Anita dan Jennifer yang kebetulan sedang berada didapur tampak terpaku melihat dua pria yang merupakan rival saling bermusuhan itu berdiri berhadapan diruang tengah sana. raut wajah mereka berdua terlihat ganas bagai dua banteng yang siap di adu. Anita dan Jenny saling berpandangan dengan ekspresi wajah panik. mereka berdua tahu, harus segera bertindak cepat untuk mencegah meletus perang dunia dirumah mereka. tanpa aba-aba mereka berdua kompak berlari menuju kearah ruang tengah secara bersamaan. namun sialnya tanpa disengaja mereka berdua justru berlari bersamaan menuju kearah prastian.     

Melihat itu, mimik wajah hans tampak kian mengeras. menatap nanar kearah prastian, merasa benci setengah mati. ia mengertakkan giginya dengan kesal. bagai seekor singa yang siap menerkam musuh besarnya.     

Beruntung ada Bryan yang berada dipelukan prastian saat ini. bocah kecil itu justru tampak tertawa riang kesenengan, terus melonjak seolah mau melompat dari pelukan prastian, saking exitednya melihat bunda dan mommynya berlari kearahnya bagai sedang ikut lomba lari memperebutkan dirinya. suara riang Bryan seketika mencairkan suasana tegang diantara prastian dan hans, mereka berdua seperti di rem mendadak oleh Bryan. 'Kurang ajar! siapa yang memberi ijin si bang**t ini memegang anakku ! cuihhh najis! ' batin hans merasa geram.     

"Tumben pagi-pagi udah datang pras?" tanya anita sok lugu, spontan menjauhkan diri dari prastian dan memilih mendekat kearah hans demi keamanan bersama. tentu saja karena ia sangat tahu persis bagaimana kharakter keras suaminya itu. dan ia tidak ingin semakin memperkeruh suasana dan memancing kecemburuan hans pada prastian.     

"Bukannya hari ini kamu masuk pagi ?" imbuh anita lagi. mencoba mencairkan suasana tegang dalam ruangan itu.     

"Aku khawatir sama kamu nitt... dari semalam aku telfon kamu berulang kali tapi tidak diangkat, kirain ada apa ,gak biasanya kamu begitu ". jawab prastian tegas, sambil matanya melirik tajam kearah hans menantang. hatinya merasa tidak rela melihat anita mendekat kearah hans.     

"Dasar kurang kerjaan ! gak usah sok care kamu! ngapain khawatir dengan isteri orang !" hans spontan membalas ucapan prastian dengan nada ngegas. sambil berjalan santai mendekati anita. ia langsung menyandarkan dagunya pada bahu anita dan memeluk pinggangnya dengan mesra tepat dihadapan prastian.     

"Sayang... aku mau makan bubur ayam yang tadi kamu buat khusus untukku, aku udah lapar nihh.." ucap hans manja, sengaja pamer, berjalan memeluknya dan menggiring tubuh anita berjalan menuju kedapur, untuk sarapan pagi bersamanya.     

Anita tampak risih dengan sikap hans yang menjadi sok mesra, ia tahu hans melakukannya dengan sengaja. untuk membuat prastian cemburu. Dengan susah payah anita diam-diam mencubit satu tangan hans dan berusaha melepaskan diri dari pelukan tangan hans dipinggangnya. namun hans tidak peduli. ia justru semakin merekatkan pelukannya kian erat.     

Hati prastian bagai ingin meledak. ia merasa tidak sanggup melihat pemandangan intim dihadapannya. wajahnya terasa panas. ingin rasanya ia meninju wajah menjengkelkan hans. dan segera berlari memisahkan tangan hans dari tubuh wanita pujaannya itu. namun dengan adanya Bryan dalam gendongannya. ia merasa tidak berdaya untuk melakukan semuanya.     

'Shit !!' prastian hanya bisa mengutuk hans dalam hati.     

Langkah prastian tertahan. wajahnya sejenak membeku. ia baru tersadar, saat mendapati tangan Jenny yang menempel lengket memegangi lengannya rekat bagai lem perangko. bahkan dengan terbuka Jenny terus mengikuti kemanapun ia pergi. Prastian terdiam sejenak. menatap puncak kepala Jenny dengan wajah kesal. tidak tahu harus bagaimana.     

"Maaf Jenn... aku mau ke kamar Bryan" ucap prastian canggung. berharap Jenny segera melepaskan pegangan tangannya.     

"Ohh... iya... Ayokk pergi sama-sama. aku juga mau kekamar Bryan kok " jawab Jenny polos, tersenyum lembut tanpa beban. langsung mengeratkan pegangan tangannya pada lengan prastian, dan menggiringnya masuk ke dalam kamar Bryan.     

Wajah prastian seketika memerah, tidak berdaya dengan sikap persistent Jenny. matanya terus mencuri pandang kearah anita yang juga tampak sedang mencuri pandang kearahnya. sembari tangannya tampak sibuk menyiapkan bubur buatannya untuk hans. mereka sejenak saling bertatapan penuh arti. sebelum Jenny mendorongnya paksa masuk kedalam kamar Bryan bersamanya     

"Jenn plea~se... " Ucap Prastian memelas, tampak menyerah dengan aksi nekat Jenny dihadapan anita barusan.     

"Why...." tanya Jenny lugu, kedua tangannya tetap menempel pada lengan prastian.     

Prastian meletakkan Bryan pada box baby nya. lalu segera berusaha melepaskan pegangan tangan Jenny pada lengannya. menolak secara halus keintiman yang coba Jenny bangun. prastian menatap kearah jenny straight. dan berbicara secara formal seperti biasanya.     

"Jenn... aku benar-benar minta maaf, aku benar benar menyesal Jen, anggap aku memang seorang baji***n. tapi bisakah kamu bersikap biasa sajapadaku ?," pinta pras, dengan nada setengah memohon pada Jenny.     

"Loh... aku juga biasa aja. emang dimana salahku ? " tanya Jenny lugu. ia benar-benar tidak mengerti magsud perkataan prastian.     

"Jenn... sikap kamu ini berlebihan sekali, kamu sengaja terus memegangi tanganku didepan anita", protes prastian kesal.     

"Heiii jangan geer kamu ! Aku melakukannya bukan untuk menggodamu yah ! aku tadi sedang panik, aku hanya tidak ingin ada keributan dalam rumahku. aku takut kamu tidak bisa mengendalikan diri dan berkelahi dengan hans disini, jadi aku menahanmu untuk mengendalikan situasi ... that's it ! " jawab Jenny keras , ia seakan baru tersadar masih memegangi lengan prastian dengan begitu erat, wajahnya seketika menjadi canggung. ia buru-buru melepaskan pegangan tangannya pada lengan prastian. hatinya mendadak panas seperti terbakar. mendengar ucapan penolakan prastian padanya. 'Dihh, jangan ngerasa sok iyes kamu ! ' tanpa menengok lagi ia segera pergi meninggalkan prastian dikamar Bryan.     

"Sayang, suruh embaknya kemasi barang-barang Bryan sekarang, abis sarapan kita pulang yah " ucap hans pada anita, seraya tetap menikmati sarapannya.     

"Kenapa harus terburu-buru sihh", jawab anita ngeles. berusaha untuk mengulur waktu.     

Mendengar jawabban simple anita hans seketika meletakkan sendok makannya. dan langsung berhenti makan.     

"Sepertinya kamu memang tidak berniat meninggalkan rumah ini yank..." ucapan hans terdengar lembut, namun begitu tajam dan mengintimidasi,     

"Bukan.... bukan begitu magsudku. sebenarnya aku masih banyak urusan yang harus aku kerjakan hari ini, dan ini terasa mendadak sekali", jawab anita gelagapan. ia tahu, suasana hati hans kembali buruk. ia tidak suka penolakan. tapi biar bagaimanapun ia harus speak up.     

"Aku kasih waktu kamu satu jam untuk berbenah, dan mengemasi barang-barang, dan kita segera meninggalkan rumah ini sekarang!!", kata hans dengan intonasi tegas, seperti sedang memberi perintah pada anita.     

"Kamu tidak perlu pergi dari sini nita" ucap prastian santai, ia keluar dari kamar Bryan dan berjalan arrogant kearah meja makan.     

"Tenang saja. aku akan turun tangan sendiri. membantu proses perceraian kamu secepatnya". ucap prastian menantang, balas menatap kearah hans penuh kebencian.     

"Woo-hoo look ! ... who's talking" hans berdiri dari duduknya, dan berjalan kearah prastian sambil bertepuk tangan sendiri, Senyuman sinis terlukis jelas diwajahnya.     

Jenny yang sedang mengelap sepatu hitamnya disofa depan televisi auto panik. tanpa berpikir panjang ia segera mengenakan sepatu yang belum selesai ia lap. dan mengambil tas kerja disampingnya. ia mengalungkan menyilang dibahunya. lalu berjalan secepat kilat menghampiri Prastian.     

"Ehhh Maaf pak hans .... prastian sama saya mau berangkat kerja dulu.. kalian berdua pelan-pelan saja, lanjutkan makannya, permisi dulu pak,.. bye nita..." sela Jenny spontan memeluk kembali satu lengan prastian dengan erat. langsung bertindak cepat menginterupsi adegan, wajahnya terlihat panik. ia mengandeng paksa lengan prastian untuk keluar rumah bersamanya.     

Entah mengapa prastian seperti tidak bisa berkutik dengan aksi Jenny itu. dengan patuh ia mengikuti langkah Jenny keluar rumah, wajahnya memerah. menatap kearah anita yang tampak terbengong melihat kepergiannya dan Jenny.     

Hans tersenyum kecil. ia tampak puas dengan efforts Jenny untuk membelanya dalam situasi ini.     

Sepeninggal mereka berdua. Hans dan anita kembali ke meja makan, hans kembali mengambil sendoknya untuk menyelesaikan sarapannya.     

"Hans.... " suara anita memecah hening, menatap hans dengan bimbang.     

"Hmmm"     

"Aku sudah tidak bisa bersamamu lagi".     

"Kenapa?....Apakah karena dia?" tanya hans rapuh. ia menoleh kesamping. membalas menatap anita dengan lekat, mulai serius menangapi pembicaraan anita.     

"Ini tidak ada sangkut pautnya dengan prastian."     

"Lalu....."     

"Aku hanya merasa lelah. aku sudah tidak tertarik dengan tarik ulur perasaan atau semacam nya hans, aku sudah bosan dengan perasaan yang plin plan… aku hanya ingin sendiri". jawab anita serius. sudah saatnya ia mengungkapkan isi hatinya dengan terbuka pada hans. ia ingin segalanya terang. agar hans juga tidak terus salah paham dengan hubungan prastian dan dirinya.     

"Jadi selama ini kamu merasa bahwa cintaku sama kamu itu plin plan ?!,"     

"Memang seperti itu khan..." ucap anita mengiyakan. meskipun kata-kata anita terdengar begitu santai namun mampu membuat emosi hans kembali memuncak. hatinya tiba-tiba merasa begitu hancur. ia merasa tidak terima, bagaimana mungkin anita bisa berpikir sesimple itu akan perasaannya.     

'Bagaimana mungkin ia tidak tahu jika aku mencintainya setengah mati..... Selama delapan bulan aku terus berusaha mencarimu seperti orang gila. dan sekarang kamu berani bicara seperti itu padaku'     

"Huh !" Hans hanya bisa mengeluh dalam hati. meskipun hatinya merasa sakit, namun ia merasa tidak berdaya. ia tidak dapat menyalahkan anita menginggat sikap abai nya dulu padanya.     

"Aku mencintaimu yank... sungguh..." Hans mengambil satu tangan anita dan mengecupnya mesra. namun tanpa disangka anita langsung menghempas tangannya. secara terbuka menolak kontak fisik dengannya.     

"Aku juga sudah tidak tertarik dengan kata cintamu,"     

"Apakah ini karena prastian ?!"     

"Terserah. Apapun persepsimu.... aku tidak peduli..." jawab anita tegas. menolak menjelaskan lebih lanjut.     

"Baik. aku mengerti... mulai sekarang aku tidak akan lagi menjadi penghalangmu bersama prastian, " ucap hans lugas, ia langsung berdiri dari tempat duduknya. dan berjalan menuju kamar Bryan.     

"Mbak ikut saya... bawa Bryan kemobil saya sekarang"     

Mendengar itu anita langsung panik. ia berlari kecil kearah kamar Bryan.     

"Ehhh Apaan ini...Tunggu dulu...kamu tuh yahh.. Bryan bukan barang yang bisa kau ambil sesukamu begini , dia punya perasaan Hans. kamu tidak bisa memperlakukannya sesukamu ..."     

"Siapa yang bilang dia 'barang' ?, dia anakku, darah dagingku, tentu saja aku tidak akan memperlakukannya sesukaku, jangan khawatir aku akan merawatnya dengan baik. aku akan memberinya fasilitas yang LEBIH daripada yang kamu berikan selama ini, mulai sekarang kamu enjoy your love sama siapapun yang kamu mau okay" ucap hans tenang , sembari menepuk pundak anita santai.     

Anita berlari mendahului langkah hans dan langsung mengambil Bryan dari pelukan mbak fitri, memeluknya sangat erat.     

"Kamu tidak boleh mengambilnya dariku.... tidak boleh !!" tangis anita pecah , ia memeluk Bryan dan berteriak padanya dengan histeris.     

Hans seketika terpaku. tersentak menatap anita.     

"Kamu tidak akan pernah bisa mengambilnya dariku. Aku ibunya. aku yang melahirkannya...", sambung anita terisak-isak.     

Hans merasa tidak berdaya. hatinya meluruh seketika. sungguh terasa menyakitkan melihat anita menangis untuk melawan dirinya.     

"... Berikan Bryan padaku, jangan membuang waktuku lagi," ucap hans memberi perintah.     

"Tidak!!! tidak akan pernah !!!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.