Shadow of Love

Jangan khawatirkan nasibku



Jangan khawatirkan nasibku

0Anita merasa sedikit takut dan bergerak mundur. terlihat ada tatapan permintaan maaf yang begitu menggoda dimatanya.     

"Dasar gadis bodoh !", Hans menekan dada Anita, membuatnya terjatuh dan terbaring kembali diranjang, Hans lalu ikut berbaring disampingnya. ia menyelimuti tubuh Anita dan meletakkan tangannya memeluk pinggang Anita dengan erat.     

"Pejamkan matamu, dan cepat tidur...." kata Hans memerintah.     

"Ayolah. Jangan marah lagi. suamiku, sayangku .., aku akan menebus kesalahanku malam ini... hmm..." goda Anita manja, ia membalikkan badannya, menghadap kearah suaminya.     

"Tidak perlu !. Aku sedang benar-benar marah padamu paham !",     

"Hua-ahh , bagaimana Bryan mau cepat punya adik, jika daddynya tidak bersemanggat seperti ini... hua-aahh..." Anita sengaja berbicara sambil mengeluh.     

"Ini adalah hukuman untukmu..." ucap Hans, sambil memukul puncak hidung isterinya.     

"Aku sangat menyesalinya...."     

"Bagus !... sekarang bersikap baiklah... dan cepat tidur.."     

"Huh... suamiku benar-benar kejam..."     

Anita membenamkan wajahnya di dada suaminya. melengkungkan bibirnya. tersenyum dalam diam. ia seolah menemukan tempat yang nyaman untuk menyandarkan kepalanya, mereka akhirnya tertidur dengan saling berpelukan erat.     

Keesokan paginya....     

Pagi yang indah, suami istri itu bangun dari tidur dengan perasaan bahagia, seperti biasanya Anita melakukan rutinitasnya sebagai seorang isteri dan ibu, setiap pagi ia akan bangun lebih awal, menyiapkan segala keperluan kerja Hans, juga membuat sendiri sarapan pagi untuk disantap suami dan anaknya. meskipun mereka mempekerjakan banyak assistant rumah tangga yang membantu me- manage rumah mereka. namun Anita memilih membuat sarapan untuk suami dan anaknya sendiri. ia ingin menciptakan simply happiness dalam rumah mereka. memberi sentuhan kehangatan seperti rumah tangga traditional lainnya. memelihara cinta dalam meja makan.     

Semua tampak berjalan sempurna, Hans mengecup dahi Anita, sebelum naik keatas mobilnya. untuk pergi ke kantor. Anita membalas mencium bibir Hans hangat, mengantar kepergian suaminya keluar rumah, ia melambaikan tangannya say goodbye, mengantarnya hingga mobil yang ditumpangi Hans menghilang dari gerbang rumah.     

Anita selalu berkata pada dirinya sendiri, untuk memprioritaskan suami dan anaknya diatas pekerjaan dan urusan pribadinya. meskipun ia sangat ingin berkarier. dan sukses di bidangnya, namun ia menekankan pada dirinya dengan tegas. bahwa itu hanya hobby semata. tidak akan lebih penting dari suami dan anaknya.     

.     

.     

Anita meletakkan tas kerjanya disamping kursi. dan segera memencet tombol on, untuk menghidupkan komputer didepannya.     

"Hiii nitt.... ketemu lagi disini." Sapa Chen sopan, sosoknya tiba-tiba muncul dari arah samping ruang kerjanya,     

Anita tampak terbengong, speechless. menatap kearah Chen dengan rasa tidak percaya.     

"Jangan terlalu terpesona padaku... biasa saja" ucapnya santai. sambil menarik kursi duduk yang terletak didepan meja kerja Anita.     

"Apa yang kau lakukan disini ?"     

"Main....! " , Jawab Chen ringan, sengaja mengerjai Anita. namun melihat reaksi Anita yang bagai ingin melempar sepatu ke wajahnya, Chen buru-buru menambahkan "Tentu saja berkerja !, meskipun wajahku tampak seperti berandalan begini, tapi aku bukan pengangguran !" ucap Chen tegas, sengaja menyindir Anita dengan menggunakan umpatan padanya dulu.     

Anita spontan terkekeh geli, ternyata kata-kata umpatan darinya membekas juga dihati Chen. tapi Mr. Chen "Berandalan " yang sekarang berada tepat didepannya ini, sama sekali tidak terlihat Berandalan. Lelaki muda yang berada didepannya justru terlihat sangat menawan, lebih tepatnya wajahnya mirip seperti seorang aktor yang berakting di drama Korea favoritenya.     

Tiba-tiba Anita tersadar, ia telah menatap Chen sekian waktu lamanya, ia bahkan melupakan rasa terkejutnya sendiri.     

"Kamu sopan sedikit yahh. jaga sikapmu. kantor ini diawasi oleh banyak security camera. jadi jangan bermain-main denganku... kalau tidak ada urusan lain, sebaiknya cepat pergi dari sini."     

"Siapa bilang aku sedang bermain-main, aku juga sedang bekerja disini. Hmm sepertinya kita memang ditakdirkan untuk menjadi partner. Anita Marie...." ucap Chen sarcasm, sambil mengedipkan satu matanya pada anita.     

"Hahaha kamu memang sangat lucu ... aku kasih kamu waktu satu menit !, cepat pergi dari sini, atau aku akan panggil security untuk mengusirmu !" ancam Anita dengan nada galak.     

"Boleh..... silahkan saja...." jawab Chen santai, satu tangannya menegadah, seolah mempersilahkan Anita melakukan ancamannya.     

Anita menggertakkan giginya dengan kesal. ia segera berdiri dari tempat duduknya. dan memasang posisi akan benar-benar melakukan ancamannya. namun tatapan matanya semakin menjadi kesal, saat melihat Chen tidak merasa gentar sedikitpun. Pria itu justru menunjukkan wajah tengilnya, dan sengaja menantangnya.     

Anita tersenyum sinis, kedua tangan bersedekap diatas perut ratanya. "Aku sebenarnya adalah tipe orang yang tidak tegaan.... aku tidak ingin membuat kamu kehilangan pekerjaanmu karena ku... jadi, aku beri kamu kesempatan sekali lagi, dan cepat keluar dari sini sekarang juga !." ucap Anita berlagak mengalah.     

"Jangan khawatirkan nasibku, lakukan saja.... lagian aku juga tidak butuh rasa tidak tegamu itu...."     

".... jangan menantangku..!! "     

" Aku justru suka tantanganmu... "     

"Ingat !!, kau yang memaksaku yah ...." Anita menunjuk kearah Chen dengan galak.     

"Saya persilahkan nona Anita Marie .."     

"Dasar brengsek !" umpat Anita kesal.     

Chen tampak tersenyum kecil, seakan malah menikmati rasa marah Anita padanya.     

Namun, Tatapan Anita mendadak panik, saat melihat sosok pria paruh baya berpakaian setelan jas yang sangat rapi, berkaca mata tebal dengan perawakan tinggi besar, tampak berjalan dengan langkah terburu-buru kearah pintu ruangannya.     

Dia adalah atasannya, Pak Malik. yang merupakan Direktur Utama Prudence assurance, kantor Jakarta ini.     

"Woiiii.... cepettan bangun...." kode Anita dengan wajah tegang, tangannya mengkode Chen untuk segera memperbaiki posture duduknya yang meleyot dan seenaknya.     

Chen menoleh kebelakang, mengikuti tatapan Anita. ia lalu kembali menatap kedepan, bibirnya melengkung keatas, tersenyum tipis mengamati ekspresi wajah tegang Anita, 'Huh... ternyata gadis ini punya rasa takut juga...' batinnya terkekeh geli.     

"Kenapa.. ? tegang amat...." ucap Chen santai. ia malah sengaja mengangkat satu kakinya diatas satu kakinya lagi, sambil menyandarkan bahunya dengan santai, dengan posisi setengah merebahkan diri di kursi.     

'Berandal bodoh ini. benar-benar cari mati !' geram Anita, spontan melotot pada Chen. namun tiba-tiba ia merasa ketakutan Chen benar-benar akan dipecat jika terus berkeras bersikap tidak sopan seperti ini. dan ia akan merasa sangat bersalah.     

"Huhh cepettan berdiri !!," kode Anita, dengan ekspresi wajah memohon pada Chen.     

"S-Selamat pagi pak..." sapa Anita sopan, sambil menundukkan kepalanya penuh hormat, ia melirik kearah Chen dengan tatapan horror.     

'Mampus sudah !,' Anita merasa hopeless, sepertinya ia sudah tidak bisa menyelamatkan Chen lagi.     

"Maaf pak, dia adalah teman saya... kami sedang membahas proyek " ucap Anita gugup, masih berharap bisa memperbaiki situasi.     

"Ohh begitu yah, kalau begitu silahkan lanjutkan .... maaf jika saya menganggu ...." balas pak Malik sopan, raut wajahnya tampak penuh penyesalan. seolah benar-benar merasa bersalah telah menganggunya.     

Anita terbengong. 'Hah apa aku sedang bermimpi,... reaksi macam apa itu ?, sejak kapan pak Malik bisa berubah menjadi sosok yang begitu pengertian ?.... ia bahkan langsung mengiyakan alasannya tanpa protest sama sekali ?.... " Anita diam-diam menatap pak Malik dan Chen secara bergantian. merasa tidak percaya. ia yakin pasti ada yang salah.     

Chen tampak cengar-cengir, ia masih duduk dikursi di depannya dengan santai, sementara Pak malik berdiri disampingnya penuh rasa hormat.     

Anita tidak habis pikir. entah apa yang ada dipikiran pak Malik. sampai ia mau menundukkan kepalanya didepan berandalan ini.     

"Mr. Chen… apa anda ingin menikmati segelas kopi ?"     

"Boleh.... Aku ingin espresso please..."     

"Baik, saya akan segera menyiapkan untuk anda",     

"Tunggu sebentar. Aku ingin dia yang membuatkan untukku...." ucap Chen lugas, sambil menunjuk kearah Anita.     

Anita menunjuk pada dirinya sendiri, "Huh jangan mimpi !" jawabnya spontan, ia menoleh kesamping, dan seketika bulu kuduknya berdiri, saat mendapati Pak Malik sedang menatapnya dengan galak. tatapannya seolah ingin menggiling tubuhnya hingga halus saat ini juga. benar-benar sangat mengerikan.     

"B-baik Pak.... S-saya akan membuatkan kopinya sekarang juga..." jawab Anita gugup, tanpa basa-basi ia langsung ngacir kedapur Kantor untuk membuatkan kopi untuk Chen.     

'Whatever..., akan kuurus si berandalan itu nanti. yang terpenting menyelamatkan diriku dulu !'     

"Silahkan...." ucap Anita manis, menyajikan segelas espresso panas kehadapan Chen. Chen langsung mengambilnya, dan mencicipi espresso itu dengan penuh penghayatan.     

"Not bad...."     

Anita menggertakkan giginya dengan kesal, 'Not bad kepalamu peyang ! Seumur hidup gak pernah ada yang berani memperlakukanku menjadi pelayan begini sebelumnya humph... ', batin Anita geram, merasa tidak puas dengan kemenangan Chen.     

Anita berasumsi, pak Malik memperlakukan Chen dengan begitu respect, karena ia mengira Chen adalah klien besar yang sedang bernegoisasi proyek besar dengannya.     

'Tunggu saja pembalasanku nanti....'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.