Shadow of Love

Membantu menjelaskan pada suamimu



Membantu menjelaskan pada suamimu

0Anita menghambur ke arah Chen secepat kilat, air matanya tumpah, tanpa sadar ia terus memukuli Chen berulang kali, "Bedebah, keparat, Sialan !!...." teriak Anita memaki, perasaannya campur aduk antara lega, senang, dan marah bercampur menjadi satu. Chen berhasil membuatnya ketakutan setengah mati. namun, ia juga merasa marah pada dirinya sendiri karena begitu lemah dan mudah di takut-takuti. mungkin ini efek kebanyakan nonton film horor favoritenya, ia kini benar-benar merasa sangat bodoh persis seperti yang dikatakan Chen tadi padanya.     

"It's okay....Tenanglah...." ucap Chen berusaha menenangkannya. tapi Anita tidak bisa ditenangkan begitu saja. "Beraninya kau mengerjaiku !!" teriak Anita, sembari meninju bahu Chen kembali. Chen mencengkeram lengan Anita dengan kuat, dan menahannya. untuk menghentikan serangan Anita padanya. benar saja, Anita langsung terdiam dan berhenti memukulinya. Chen menatap Anita dengan lembut,     

"Maafkan aku, aku benar-benar tidak bermagsud membuatmu takut..."     

"Kenyataannya kau berhasil melakukannya !!" sahut Anita kalap. menatap Chen dengan penuh amarah,     

"Aku betul-betul minta maaf...." ucap Chen lagi dengan wajah tulus.     

Chen merangkul Anita. "Kau benar-benar ketakutan yah ?" goda Chen, sambil menangkupkan tangannya di belakang kepala Anita dan mengusapnya pelan. Anita langsung menoleh ke samping, dan menjawab dengan angkuh. "Tidak ! aku seorang actress yang sedang beracting !!"     

"Hahaha aku hanya bertanya..."     

"Tidak usah sungkan. dari nada bicaramu itu jelas kau sedang menuduhku !!"     

"Jangan suka negative thinking ..."     

"Tapi dugaanku selalu benar. "     

"Baiklah, kau menang!!, jadi bagaimana rencanamu selanjutnya ?,"     

Anita tiba-tiba teringat, ia telah melempar dua botol air mineral tadi, ia segera mundur selangkah, dan Chen langsung melepas pelukannya.     

"Aku telah melempar botolnya kesana tadi..." ucap Anita sambil menunjuk kearah belakangnya yang gelap gulita.     

Wajah Anita seketika menghangat , teringat saat luar biasa ketika Chen menangkapnya dan memeluknya untuk menenangkannya tadi.     

"Kita tidak akan bisa menemukannya..., ini terlalu gelap.." Mata anita berpencar mencoba mencari keberadaan botol yang telah ia lempar tadi entah kemana. tapi seharusnya tidak akan terlempar terlalu jauh, karena air dalam botol itu masih penuh dan tersegel rapi.     

"Mengapa kau menyebut 'kita' " ucap Chen sarcasm, seolah berkata bahwa ia tidak berniat merangkak-rangkak dalam kegelapan untuk mencari botol mineral itu.     

"Jadi " kata Anita bingung,     

"Karena kau yang membuat masalah, maka seharusnya kau sendiri yang menyelesaikannya bukan...."     

"Aku tahu !" Anita langsung tersadar, bossnya itu tetaplah si berandalan yang ditemuinya tempo hari. angkuh dan tidak punya perasaan.     

"Pergi ke pemukiman penduduk, mungkin mereka bisa menolong kita" ucap Chen santai.     

"Pemukiman penduduk apa ?"     

"Apa kau tidak melihat lampu itu ?"     

"Kau lebih tinggi daripada aku." jawab Anita sambil berusaha melihat searah jari telunjuk Chen yang menunjuk kearah beberapa cahaya terang didepan sana.     

"Baiklah, aku akan kesana"     

"Aku akan menemanimu..." kata Chen mantap. menawarkan diri menemaninya dengan suka rela. 'Huh, kesambet peri dari mana? mendadak baik begini', Anita tidak mendebat lagi, ia langsung menganggukkan kepalanya setuju, dalam hatinya ia sedikit terhibur, Chen mau berbaik hati menemaninya mencari bensin di jalanan yang gulita dan sepi ini.     

Jarak pemukiman itu cukup jauh, dan Anita tanpa sadar memegang lengan Chen saat mereka berjalan bersama. kakinya terasa sakit, tapi ia harus tetap bertahan dengan high heelsnya, ini jauh lebih baik, daripada tidak menggunakan alas kaki sama sekali.     

Anita bahkan sudah tidak peduli pada nasibnya jika sampai dirumah nanti, ia tidak tahu harus menggunakan alasan apa untuk menjawab pertanyaan suaminya atas keterlambatannya pulang. ia tahu, Hans pasti akan sangat marah padanya, tapi dalam situasi seperti saat ini, ia bisa survived dan pulang dengan selamat saja sudah suatu keajaiban. apalagi yang ia harapkan.     

Chen terus mengajak Anita berbincang sambil berjalan, mereka berjalan meninggalkan jalan utama, melewati kubangan lumpur sedalam mata kaki, lalu menyeberangi lapangan rumput nan indah, dalam terang cahaya bulan dan bintang mereka berjalan saling berpegangan tangan. lebih tepatnya Anita terus berpegangan pada lengan Chen. Anita tidak mau sampai tersungkur atau terjatuh karena high heelsnya. dan Chen tampak tidak keberatan. setidaknya lelaki itu tidak menepis tangan Anita.     

Chen ternyata tidak seburuk dugaannya, yang tampak lebih mengkhawatirkan dampak ketakutan yang dirasakan Anita daripada memikirkan hari kerjanya yang sial dan kini berakhir di rawa-rawa.     

Mereka akhirnya sampai di rumah salah satu penduduk. Chen langsung mengetuk pintu dan memberitahu siapa dirinya. seseorang dari dalam rumah tampak membuka pintu dan tersenyum ramah pada mereka.     

"Aku sungguh minta maaf merepotkan anda malam-malam begini " ujar Chen sopan, Hati Anita senang karena penduduk itu menyambut mereka dengan ramah, bukan hanya berbaik hati mengantar mereka membeli bensin di penjual eceran terdekat, juga berkeras mengantar mereka sampai ke mobil.     

Chen berbincang hangat dengan penduduk itu sambil mengisi tangki bensin. dan penduduk itu juga memberitahu jalan yang terdekat menuju ke jalan utama ke arah jakarta.     

Anita sudah siap di kursi kemudi saat penduduk itu berpamitan pergi. ia menyalakan mesin dan merasa senang mendengar raungan mobil Jaguar itu. ia menunggu Chen masuk ke jok belakang. tapi ia terkaget ketika Chen justru membuka pintu depan miliknya.     

"Aku saja yang menyetir " ucap Chen tegas.     

"Tidak ! tidak boleh..." bantah Anita, biar bagaimanapun saat ini ia berperan sebagai sopirnya, dan ia tidak ingin menyia-nyiakan satu-satunya kesempatan meminta maaf pada Chen itu pergi begitu saja, dengan membiarkannya menyetir mobil sendiri, "Cepat masuklah, nanti nyamuknya masuk kedalam kalau pintunya terus dibuka", ujar Anita memerintah,     

"Kau keluar dari sini sekarang, atau aku yang akan memindahkanmu dengan paksa !!" bentak Chen dengan nada tegas. Anita mengembungkan kedua pipinya cemberut, wajah polosnya tampak bersinar terpapar cahaya lampu interior mobil, dan tatapan mata Chen tidak berkedip menatap kearah Anita dihadapannya.     

"Tapi kamu pasti sangat capek sekali, kau sudah bekerja seharian. biar aku saja yang bawa mobilnya, aku benar-benar tahu jalan pintas pulang kerumah ",     

"Satu....!" Chen langsung berhitung untuk memberi peringatan tegas pada Anita, tatapan matanya terus menatap Anita tidak berkedip,     

"Dua !!"     

"Baiklah....", Anita sadar, Chen sudah mengalami hari yang melelahkan karenanya. dan ia juga sama. mereka berdua sudah sama-sama letih. tanpa berkata-kata lagi Anita keluar dari pintu mobil, dan membuka pintu depan sampingnya. dan melempar tasnya ke kursi belakang.     

Chen tampak fokus mengemudikan mobilnya saat tiba-tiba Anita bertanya, "Apa mestinya aku duduk di belakang ?" Chen tidak menjawab, ia hanya menoleh sejenak kearah Anita, segaris senyum samar muncul di bibirnya sebelum lelaki itu menatap ke depan lagi.     

Beberapa menit kemudian mereka melihat pom bensin, Chen langsung mengarahkan mobilnya untuk mampir mengisi bensin. Anita tetap menunggu di kursi depan, ia merasa nyaman disitu, dan karena Chen juga tidak berniat mengusirnya dari situ, ia yakin jika Chen merasa keberatan ia pasti tidak segan untuk menendangnya keluar dari pertama ia duduk disana.     

"Kemana kau tadi siang ", tanya Chen membuka pembicaraan sewaktu mobil mereka sudah meluncur lagi dijalan.     

"Kemana ?" ulang Anita, matanya setengah terpejam, ia tidak fokus dengan pertanyaan Chen. rasanya nyaman sekali duduk disana, matanya terasa berat, ia ngantuk ingin tidur.     

"Ada tambahan hampir seratus kilometers di angka penunjuk jarak."     

Anita membenahi posisi duduknya, mengatur tubuhnya duduk dengan posisi tegap kembali, ia mengerjapkan matanya berulang kali, menahan rasa kantuk yang menderanya.     

"Kelihatannya kau teliti sekali, jadi kau terbiasa mencatat berapa jauh jarak kau pergi ?!" balas Anita dengan nada kesal, merasa bagai tersangka pelaku berbohong. padahal jelas-jelas ia sudah jujur, pamit padanya akan menggunakan mobilnya untuk pergi membeli oleh-oleh. dan ia tidak menggunakannya selain untuk keperluan itu.     

"Aku tidak sengaja " jawab Chen ramah, ekspresi wajahnya tampak hangat, seolah benar-benar melakukannya tanpa disadarinya.     

"Jadi magsudmu, otakmu dengan otomatis dapat menginggat angka-angka ?"     

"Seringnya begitu.... tanpa kusadari, ... jadi apakah kau berhasil membeli jajanan yang kau cari ?" tanya Chen bersungguh-sungguh, sembari melirik kearah bagasi mobil.     

"Lumayan, aku membeli lebih banyak dari yang kuperkirakan hehehe"     

Chen ikut tersenyum kecil, Anita seperti baru menyadari, bahwa figure Chen tidak begitu menyebalkan seperti perkiraannya, Anita melihat sisi lain Chen yang hangat, mereka terus mengobrol ringan selama perjalanan pulang. hingga tanpa terasa mereka telah keluar dari gerbang tol bogor.     

"Aku akan langsung mengantarmu pulang..."     

"Tidak perlu, kita pulang kerumahmu dulu. aku harus mengambil mobilku disana"     

"Aku akan menyuruh sopir mengantar mobilmu kerumahmu pagi-pagi, ini sudah larut malam, kau pasti sangat letih...."     

"Sungguh.... tidak perlu.... aku baik-baik saja. tidak letih sama sekali, aku harus membawa mobilku kembali bersamaku"     

Chen terdiam sejenak, ia berpikir, Anita merasa ketakutan untuk pulang, karena tidak dapat menjelaskan alasan keterlambatannya pulang kerja.     

"Aku bisa membantumu menjelaskan pada suamimu jika kau mau..."     

Hah !, itu sama saja kau ingin memecatku !!.     

"Hahaha tidak perlu.... Terima-kasih banyak atas perhatiannya ..."     

Chen melihat ekspresi wajah Anita yang justru tampak tegang dan ketakutan. ia tahu menjelaskan pada suaminya tidak membantu masalahnya. mungkin suaminya tipe pencemburu, tapi jika ia adalah suaminya, ia pasti juga akan melakukan hal yang sama. ' Apa-apann ini, kenapa aku jadi memikirkan menjadi suaminya ?? sungguh pemikiran gila !!'     

"Yaa sudah, terserah kamu saja..." ujar Chen dingin.     

"Terima-kasih"     

Entah mengapa, jawaban singkat Anita itu terasa melukai hatinya. Chen menatap kearah depan dengan kesal. menyetir mobilnya kembali ke rumah pribadinya.     

Beberapa saat kemudian ,mobil mereka mendekati daerah elite Sudirman Palace. Chen menahan nafas. 'Apakah ini saat perpisahan..'     

Anita teringat tasnya ada di belakang, maka ia mengulurkan tangan untuk mengambilnya. bersiap-siap sebelum keluar dari mobil, tapi saat ia menarik tasnya tanpa sengaja tas itu membentur telinga Chen.     

'Duh... mampus! dia pasti marah...' pandangan mereka bertemu, Chen menatap Anita dengan wajah kesal, tangannya reflect memegangi telinganya sambil meringis sakit, 'Aduh bagaimana ini' Anita merasa tidak bisa menahan tawanya. ekspresi kesakitan dan kesal Chen menjadi pemicunya. dan seketika tawa Anita pecah. namun Chen tidak.     

Anita berjuang menahan tawanya. tapi sia-sia saja. ia tertawa cekikikan. Chen keluar dari mobil, dengan masih memegangi telinganya,     

'Oh Tuhan... berhenti tertawa nita... berhenti please ' Anita mengampit bibirnya dengan rapat, Chen berjalan memutari depan mobil menuju pintu samping dan membantu Anita keluar dari mobil.     

Saat mata mereka kembali bertemu, Anita kembali tertawa, matanya tampak bersinar menahan geli. Anita terus berusaha menahan tawanya, menenangkan diri.     

Aduh, Anita bersumpah, ia belum pernah tertawa lepas seperti ini sejak masa kuliah dulu bersama sahabat-sahabatnya. dan ia benar-benar lepas control, mereka berdiri di garasi rumah, Chen tampak hanya bisa pasrah dan terus menatap Anita yang tidak berhenti mentertawakannya.     

Anita sadar, percuma saja melawan dorongan tawanya.     

"Kau bodoh !" ucap Chen sambil menggertakkan giginya dengan kesal. tapi kata-kata umpatan Chen itu justru membuat tawa Anita menjadi meledak.     

Chen merasa tidak tahan. ia spontan menarik lengan Anita, dan langsung mendekatkan kepalanya kedepan Anita, tanpa berpikir panjang ia segera menciumnya.     

dan seketika tawa Anita terhenti. Chen seolah menemukan obat penawarnya. puas melihat Anita tertegun, Chen berpaling dan pergi masuk kedalam rumahnya tanpa mengucapkan selamat tinggal.     

Sekian detik Anita tetap berada ditempatnya, terdiam membeku. ia nyaris tidak bisa bernafas, 'Lelaki gila, mesum, kurang ajar !' umpatnya kesal, sambil menatap pintu rumah Chen dengan marah. namun sudah terlambat baginya untuk menyadari kejadian itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.