Shadow of Love

Tidak akan pernah terjadi lagi



Tidak akan pernah terjadi lagi

0"Oh bukan itu !...magsudku ... aku serius, beritahu aku bagaimana caranya agar bisa kaya dengan cara mudah sepertimu," ucap Jenny merajuk,     

"Jenny sayang... tidak ada cara mudah mendapatkan uang seperti katamu itu, tidak ada yang instant di dunia ini, uang yang ada di rekeningku adalah akumulasi dari kerja kerasku selama ini,"     

"Yaa sudah kalau tidak mau ngasih tau...!"     

Seketika Jenny terdiam. Kalau dipikir, Prastian memang sosok pria yang suka tampil apa adanya, cenderung tidak suka menonjolkan diri, ia sangat low profile. bahkan Prastian masih menggunakan mobil buatan jepang untuk pergi bekerja dan beraktivitas sehari-hari. Jenny yakin, tidak ada seorangpun yang akan mengira jika Prastian adalah seorang jutawan yang mempunyai ratusan milyar rupiah dalam saldo rekeningnya. dan jika itu terjadi mereka mungkin akan mengira Prastian memelihara tuyul, atau mungkin mereka akan mengira Prastian adalah Bandar narkoba. 'Huh mengerikan sekali !'     

Jenny telah mengetahui sejak awal jika Prastian adalah lulusan terbaik fakultas ekonomi di kampusnya dulu, dari Anita Jenny tahu jika Prastian mendapatkan banyak beasiswa saat kuliah, bahkan Prastian menerima banyak tawaran kerja sebelum ia selesai dengan kuliahnya. saat itu, banyak perusahaan besar yang meminangnya untuk menjadi bagian dari team akuntan mereka.     

Kenyataannya, tanpa diketahui banyak orang, sebenarnya Prastian telah berkecimpung di dunia bursa saham sejak dari jaman kuliah. ia adalah seorang Legend dalam permainan saham international, ia benar-benar menggunakan skills dan instinct nya dalam memprediksi presentasi pergerakan pasar untuk mengeruk keuntungan. dan ia masih berkecimpung dalam bisnis itu hingga saat ini.     

Sementara profesinya sebagai kepala audit di sebuah Bank milik pemerintah, hanyalah wujud rasa baktinya pada orang tuanya. yang menginginkan ia menjadi seorang Pegawai Negeri sipil. karena orang tua Prastian masih berpikiran traditional, yang menganggap menjadi seorang PNS adalah sebuah prestige dan akan lebih menjamin masa tuanya kelak.     

"Tapi Jen .... kenapa kau tidak pertimbangkan saja my second options..."     

"Bukankah itu juga salah satu jalan mudah agar kamu bisa berbelanja dengan budget unlimited, bisa membeli tas-tas mewah favoritemu , membeli sepatu terbaik, dan membeli baju-baju model terbaru dengan cara instant dan legal,.."     

"Hah sungguh ?!... cepat kasih tahu aku...."     

"Menikahi-ku.."     

Jenny langsung mendesis kecil. seketika wajahnya berubah dingin, "Aku belum siap punya anak.. Aku masih ingin melakukan banyak hal dulu..."     

"Aku akan menunggumu hingga kau siap untuk punya anak... tidak perlu terburu-buru..."     

"Bagaimana kalau sepuluh tahun lagi aku baru siap ?..."     

"Doesn't matter.... tapi sebelumnya, kita harus melegalkan hubungan kita terlebih dahulu..."     

"Itu sangat merepotkan.... bagaimana jika kau bertemu dengan gadis lain ditengah jalan, kita harus sibuk berdebat dan mengurus perceraian.... "     

"Itu tidak akan terjadi...."     

"Huh jangan terlalu percaya diri..."     

"Jadi kau bermagsud membuatku menjadi seorang perjaka tua seumur hidupmu..?."     

"Apakah suatu kesenangan bisa menghinaku begini", ucap jenny kesal, wajahnya langsung cemberut. Jenny tahu, Prastian sedang mengolok-oloknya, jika ia menjadi perjaka tua bukankah berarti ia pun menjadi perawan tua. hmm... tapi sepuluh tahun kedepan itu benar-benar akan menjadi realita, Kenyataan.     

"Kok menghina ?, Aku berkata serius ... jennyku sayang.... menikahlah denganku, dan semua miliku otomatis menjadi milikmu.... "     

"Pin ATM ku 555555. kau boleh menggunakan semua uangku jika kau mau..." lanjut Prastian ,mengatakan nomor pin ATM nya dengan wajah datar tanpa ekspresi.     

"Ehhh - wait !! ... jangan katakan padaku! itu sangat rahasia !!, Jangan suka bercanda dengan mengatakan hal yang sangat credentials !! berbahaya tahu..."Jenny segera membungkam mulut Prastian dengan kedua tangannya. tidak mengijinkan Prastian berbicara lagi.     

'Huh saldo sebanyak itu di akunnya dan ia dengan gampangnya memberikan nomor pin nya padaku', keluh Jenny dalam hati.     

Prastian terdiam, menuruti permintaan Jenny. ia tersenyum kecil, menatap kedua mata jenny yang melotot padanya dengan wajah tegang.     

Perlahan Jenny melepaskan tangannya pada mulut Prastian, namun Prastian segera menangkapnya kembali dan mencium ujung jari Jenny dengan lembut.     

"Jenn.... Jadilah milikku", ucap prastian bersungguh-sungguh.     

Meskipun mereka kini adalah sepasang kekasih, namun kenyataannya Jenny tidak ingin memiliki hubungan lebih dari itu. Jenny bukanlah tipe wanita yang mau tunduk oleh sebuah komitmen, baginya ikatan pernikahan tidak lebih dari selembar kertas yang mengikat hak asasi dua belah pihak. toh, dengan pernikahan juga tidak menjamin pasangannya akan setia dan mencintainya seorang.     

"Apakah magsudmu ini adalah sebuah lamaran ?" Jenny terdiam cukup lama, ia mengerutkan keningnya, dan wajahnya tampak serius.     

Seketika ekspresi wajah prastian kembali tenggelam, ia tahu, tampaknya Jenny akan menolaknya lagi, ia seperti telah terbiasa dengan semua alasan penolakan Jenny.     

"Jika kau menganggapnya demikian...."     

"Tidak romantis sekali..."     

"Jadi kau ingin sebuah lamaran yang romantis ?" tanya Prastian dengan wajah bersinar, berharap Jenny benar-benar serius dengan kata-katanya.     

Benar juga, sekuat apapun seorang wanita, ia tetap menginginkan hal-hal manis dari kekasihnya. 'Huh bodohnya aku' , selama ini, Prastian selalu melihat sosok Jenny yang kuat dan independent, Jenny sangat cerdas, ulet , dan workaholic melebihi wanita manapun yang ia kenal. sifatnya yang keras kepala membuatnya terlihat begitu tangguh diluar, hingga ia melupakan bahwa pacarnya itu juga hanya seorang gadis biasa yang menginginkan di perlakukan special seperti layaknya gadis lainnya.     

"Mungkin dapat aku pertimbangkan lain kali...."     

"Beneran yah...." ucap Prastian exited, langsung memeluk kekasihnya itu mesra.     

.     

.     

Wajah Hans tampak tegang, matanya langsung memencar keseluruh penjuru kamar, saat ia pulang kerumah, dan membuka pintu kamar ia tidak mendapati istrinya berada di tempat tidur, Hans berjalan dengan cepat kearah ruang wardrobe , tidak ada, lalu membuka kamar mandi, juga nihil, suasana kamar terasa begitu hening, tidak ada tanda-tanda keberadaan Anita. Hans melihat kearah arloji ditangannya, saat ini waktu menunjukkan pukul satu malam, tiba-tiba hatinya berdesir, sesuatu seperti hilang dari jiwanya, mulut Hans seakan tercekat, seakan tidak mampu untuk berteriak dan memanggil nama istrinya, tangannya gemetar, ia segera mengambil ponselnya, tatapannya kian suram saat melihat jika message darinya yang ia kirim sejak tadi siang bahkan tidak dibaca oleh Anita. ini benar-benar sudah tidak beres. Anita tidak pernah mengabaikannya begini sebelumnya. tanpa berpikir panjang, Hans langsung menelfon ponsel Anita,     

'Sayang.... angkat telfonnya please.... sayang...' sambil berusaha menelfon Anita, Hans berjalan mondar-mandir dalam kamarnya.     

Hans merasa sangat ketakutan. tangannya tidak berhenti gemetar, ia terus berusaha menelfon isterinya berulang kali. meskipun tidak ada jawabban.     

'Apa jangan-jangan... nita telah melihat gossip di televisi...?'     

'Oh Tuhan.... bagaimana ini....'     

Namun, Hans tiba-tiba teringat Bryan, ia tahu, Isterinya itu tidak akan mungkin pergi meninggalkan puteranya. dalam hatinya terus berharap saat ini Bryan masih berada di kamarnya. dengan terburu-buru Hans segera menyalakan televisi di kamarnya dan memeriksa tangkapan camera cctv di kamar Bryan. beberapa waktu lamanya ia tampak memeriksa dengan seksama seluruh kamar puteranya, seketika bibirnya melengkung keatas, Wajah Hans tampak cerah kembali, saat melihat tangkapan layar cctv yang mengarah ke tempat tidur puteranya, ia melihat ternyata isterinya juga sedang tidur bersama puteranya disana. mereka tampak tidur saling berpelukan dalam selimut yang sama.     

"Sayang.... pindah yuk...."     

Anita membuka matanya dengan malas, "Kau sudah pulang...."     

"Iya.... pindah tidur dikamar yah..."     

Anita menganggukkan kepalanya, mengerti, Anita tampak memaksakan diri untuk awake. meskipun wajahnya masih mengantuk, dan mata yang tidak dapat membuka sempurna, Anita lalu bangkit dengan gerakan perlahan dari tempat tidur Bryan. ia memastikan agar Bryan tidak terbangun oleh gerakannya, sebelum pergi Anita membenahi selimut puteranya, dan merapikan posisi kepala puteranya yang agak miring dari bantalnya.     

Anita lalu mengikuti langkah Hans keluar dari kamar Bryan.     

"Kenapa kau pulang larut sekali..." tanya anita dengan suara lirih, saat mereka berjalan menaiki tangga.     

"Rekanku mabuk, dan aku mengantarnya pulang, tapi dia benar-benar merepotkan..."     

"Ohh..."     

Anita tiba-tiba merasa bersalah, ia menatap Hans penuh arti, tidak seharusnya ia mencurigai suaminya yang jelas-jelas bekerja dengan keras. membandingkan dengan kelakuannya sendiri. ia tidak punya hak untuk bertanya demikian.     

Ia tidak tahu alasan Chen menciumnya tadi. tapi apapun itu, jelas itu tidak boleh terjadi. ia memilih lebih baik jika Chen menamparnya . untuk menghentikan tawanya tadi. daripada menggunakan cara menciumnya begitu.     

"Kenapa kau menatapku begitu ?... kau tinggal bilang secara langsung jika menginginkanku..." goda Hans mesra, seketika membuyarkan lamunan Anita.     

Tangan Hans memencet password pintu kamar,     

"Tidak, aku benar-benar ngantuk " Anita berjalan masuk kamar dan langsung bersembunyi dalam selimut. Hans terbiasa tidur dengan suhu AC 18 derajat Celsius, membuat seluruh ruangan terasa sedingin es.     

"Iya, aku tahu.... aku hanya akan memelukmu..."     

'Maafkan aku Hans, aku janji ini tidak akan pernah terjadi lagi...'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.