Shadow of Love

Mantap untuk berpisah



Mantap untuk berpisah

0"Selamat siang pak indra , ini nita..." Sapa anita sopan pada sambungan telfonnya dengan pak indra, yang merupakan pengacara pribadi yang telah dikenalnya beberapa tahun terakhir ini.     

"Iyaa... bu nita, apa kabar.... ", Hati pak indra tiba-tiba was-was. ia tahu, jika clientsnya yang satu ini menelfon, pasti ada kaitannya dengan masalah rumah tangganya.     

"Kabar saya baik pak... terima kasih..."     

"Tumben sekali bu nita menelfon, ada yang bisa saya bantu ?",     

"Begini pak... langsung saja yah, saya ingin bertanya, seandainya saya mengajukan gugatan cerai. Apa bapak bisa membantu saya memenangkan hak asuh anak agar jatuh ke tangan saya?"     

"Begini bu... Pada dasarnya, orang yang dianggap paling relevan untuk mendapatkan hak asuh anak adalah Ibunya. Dikarenakan Ibulah orang yang telah melahirkan anak tersebut, yang dianggap mampu mengurus segala kebutuhan si anak, dan dirasa memiliki keterikatan kuat dengan anaknya. makanya hak asuh anak di bawah usia 12 tahun mutlak jatuh ke tangan Ibunya, dengan catatan selama sang Ibu belum meninggal dan tidak terlibat atas tindak kejahatan lainnya",     

"Bagaimana jika suami saya menggunakan kekuatannya untuk melawan keputusan pengadilan, misalnya karena dia lebih mampu secara financial dari saya, apakah celah itu bisa digunakan untuk melawan saya memenangkan hak asuh anak ?"     

"Hmm itu bisa saja terjadi... tapi kita juga bisa melawan balik, seandainya mempunyai posisi yang lebih kuat dalam gugatan cerai",     

"Misalnya ?"     

"Contohnya, jika tergugat melakukan kesalahan fatal dalam rumah tangga, misalnya KDRT, berselingkuh, atau tidak menafkahi secara lahir dan batin dalam kurun waktu tertentu.... sehingga memberatkan posisinya dimata hukum, yang meskipun ia membela diri merasa lebih mampu untuk merawat anak dibandingkan penggugat, namun hakim pasti akan mempertimbangkan kesalahannya itu,"     

Anita menganggukkan kepalanya mengerti.     

"Ohh, saya mengerti..."     

"Tapi untuk mendapatkan hasil yang baik, tentu penguggat harus menyiapkan bukti kuat untuk dilampirkan dalam berkas persidangan, entah berupa photo, audio atau video, juga saksi-saksi yang memberatkan juga, magsud saya, akan lebih baik jika ada bukti fisik yang bisa disertakan dalam pengajuannya",     

Anita mendengarkan penjelasan pak indra dengan seksama.     

"Baik pak.... sepertinya saya sudah punya gambaran tentang itu, Terima-kasih banyak atas penjelasanya pak... "     

Anita berkata dengan ragu-ragu, "Mm-mm kalau begitu, saya minta tolong bapak bantu saya untuk daftarkan gugatan perceraian saya ke pengadilan Agama besok yah pak, sekalian bapak langsung ajukan juga hak perwalian Bryan. saya minta tolong pak indra untuk membantu saya agar hak perwalian Bryan jatuh kesaya yah pak..."     

"Ahh bu nita jangan bercanda.... tidak baik main gugat-gugat bu... pernikahan itu hal sakral. tidak boleh mempermainkannya sembarangan.... pamali bu...." jawab Pak indra menginggatkan, ia tidak ingin Anita tergesa-gesa menggugat cerai hanya karena sebuah pertengkaran.     

"Iyaa pak indra saya tahu, saya sudah yakin dengan keputusan saya ini, sebelum saya menelfon bapak, saya sudah memikirkannya dengan baik-baik."     

"Coba dipikirkan sekali lagi bu... jangan tergesa-gesa, jangan membuat keputusan dalam keadaan emosi.... tenangkan diri dulu,"     

"Saya sudah mantap dengan keputusan saya pak. saya sudah yakin untuk bercerai dari suami saya."     

Anita langsung menghapus air mata yang jatuh dipipinya. suara bijaksana pak indra seolah mengingatkannya pada sosok ayah yang ia rindukan. seandainya ia punya seorang Ayah, apakah dia juga akan berkata hal serupa ?. akan menenangkannya dan membujuknya untuk memikirkan keputusannya kembali ?...     

"Kalau boleh saya sarankan, sebaiknya bu Anita berkonsultasi dulu dengan keluarga, teman dekat. atau langsung konsultasi ke professional marriage consultant, siapa tahu mereka dapat membantu memberi solusi tentang masalah pernikahan kalian. menyelesaikan masalah kalian secara kekeluargaan lebih dulu ..."     

"Terima kasih atas sarannya pak.... I'm really appreciate, tapi saya sudah mantap ingin berpisah dari suami saya pak... "     

"Perlu saya ingatkan yah bu.... begitu berkas gugatan ini masuk, akan ada track record nya, saya tidak ingin ibu akan menyesalinya di kemudian hari ...."     

"Saya tahu.... bapak tolong ajukan gugatan saya ini secepat yang bapak bisa ..." jawab Anita lugas, nada suaranya terdengar mantap. seolah tidak ada keraguan sedikitpun.     

"Baiklah kalau begitu... saya pikir saya sudah tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya, saya akan mulai menyiapkan berkas-berkasnya sekarang, dan besok pagi saya akan mengajukannya ke pengadilan untuk di proses...."     

"Terima-kasih banyak atas bantuannya pak indra.... saya tunggu kabar selanjutnya, "     

"Sama-sama bu.... sudah tugas saya membantu ibu... nanti saya akan follow up processnya dan melaporkan tahapan selanjutnyanya pada ibu."     

"Baiklah.... kalau begitu saya tutup telfonnya sekarang pak indra,... Selamat siang..."     

Telephone berakhir.     

.     

.     

.     

Satu bulan kemudian....     

Setiap hari Anita menyibukkan diri dengan bekerja, untuk melupakan kesedihannya dan rasa sakit hatinya pada Hans. Dia berangkat bekerja pada pagi hari, keluar rumah sebelum Hans keluar dari kamarnya, dan pulang kerumah sebelum Hans pulang dari kantor.     

Setiap hari Ia akan memastikan melihat dan bermain dengan Bryan, dan kembali masuk ke kamarnya sebelum Hans datang, Anita sengaja menghindari bertemu dengan Hans, sejak ia memutuskan untuk tetap tinggal dirumah Hans hingga proses perceraiannya selesai.     

Anita hanya memikirkan psikologis puteranya itu, ia tidak ingin ada pertengkaran dan drama perebutan hak asuh atas Bryan. meski jika nanti pengadilan memutuskan hak perwalian Bryan ada padanya, ia tidak akan memisahkan bonding antara Bryan dan daddynya. ia hanya ingin bercerai dengan Hans secara damai. dan memastikan kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.     

Kemudian melanjutkan hidup masing-masing dengan tenang.     

Meski saat ini hatinya begitu terluka, sebisanya ia menampakkan citra dirinya yang tegar. ia tidak ingin terlihat lemah dihadapan siapapun. setiap kali bibik membujuknya untuk kembali berbaikan dengan Hans, ia membalas dengan tersenyum. tentu saja sebagai orang tua, bibik ingin rumah tangga Majikannya baik-baik saja, ia selalu mencoba menjadi penengah, dan sengaja menciptakan pertemuan tidak sengaja dirinya dan Hans untuk mencairkan suasana,     

Anita bisa memahaminya, bibik tidak tahu inti masalah sebenarnya. ia hanya mencoba mendamaikan keduanya.     

"Nita... Mari kita bicara,"     

Suara Hans mengaggetkan Anita. Hari ini Anita pulang lebih larut, karena ada banyak pekerjaan kantor yang harus di selesaikan. Hans tampak berdiri disamping pintu utama, menghentikan langkah kaki Anita yang baru memasuki pintu masuk. Hans terlihat sengaja menunggu kedatangannya.     

"Aku capek.... mau cepat istirahat ",jawab anita dingin. ia tidak dapat menyembunyikan wajah kagetnya dengan kehadiran Hans yang berdiri disamping pintu dan menatapnya lekat.     

"Nita... cukup yah... aku sudah mencoba bersabar menghadapi marahmu sebulan ini. apa ini belum cukup untuk menghukumku?"     

Anita diam, ia lalu membalikkan badannya dan terus berjalan menuju kelantai atas ke kamarnya.     

"Nita !! apa kau mendengarku ?... aku bilang cukup yah !!... kau jangan menguji kesabaranku lagi...." teriak Hans tegas, ia langsung meraih satu tangan isterinya dan menahannya agar mendengar ucapannya.     

Langkah Anita terhenti. ia membalikkan badannya kebelakang. menatap kearah Hans dengan tatapan nanar.     

"Apa maumu ?!!"     

"Setiap hari kau pulang kantor hingga larut malam.... aku sudah berusaha diam, aku tidak protes sedikitpun padamu. ... untuk memberimu space.... mendinginkan suasana, tapi mau sampai kapan kau terus begini ?. Mau sampai kapan kau terus memperlakukanku dengan dingin begini.... Please nita ....Mari kita sudahi ini.. .Bersikaplah dewasa, jangan bersikap marah seperti anak kecil yang ngambek gak ada habisnya begini..... aku merindukanmu.... "     

Mendengar ucapan Hans Anita tersenyum tipis, penuh ironi, ingin rasanya ia menampar dirinya yang seolah baru tersadar dengan sifat lelaki munafik di depannya itu.     

"Jangan khawatir.... semua akan segera berakhir. Bersabarlah, tunggu sebentar lagi, aku akan segera selesai dengan semua ini ,"jawab anita datar, ia lalu menghentak gengaman tangan Hans dan melepaskan diri.     

Anita melangkah ke kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan rapat, ia seperti telah mati rasa pada suaminya itu, sejak ia mendengar sendiri cemooh kekasihnya di telfon tempo hari, ia benar-benar seolah langsung menutup pintu hatinya pada Hans.     

dan ia sekarang seolah sudah tidak bisa merasakan sesuatu yang indah dengan kata-kata manis suaminya.... entah mengapa, semakin menginggatnya hatinya merasa muak sendiri.     

Sementara di luar kamar....     

Hans menatap pintu kamar Anita dan tersenyum senang, ia mengartikan kata-kata Anita tadi adalah sinyal bahwa mereka akan segera berbaikan kembali, sambil bersiul kecil ia kembali kekamarnya dengan riang.     

'Huhuhu sabar... sabar.... tinggu sebentar lagi Hans... dia pasti akan kembali padamu seperti biasanya hehehe...' batin Hans bersorak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.