Shadow of Love

Jangan menganggunya lagi



Jangan menganggunya lagi

0Setelah selesai menemani ibu makan malam, Hans kembali ke unit IGD tempat Anita bekerja, matanya menatap ke seluruh penjuru ruangan, mencari keberadaan Anita yang tidak tampak dimanapun dalam area itu, "E-excuse me nurse... may I ask ? apakah dokter Anita ada ?.. saya adalah pasiennya, tadi saya ijin keluar sebentar untuk makan, bisakah saya bertemu dengannya ?" Hans memberanikan diri bertanya pada seorang perawat jaga yang kebetulan lewat didepannya,     

Perawat itu mengeryitkan keningnya, "Ohh anda pasien no.15 bukan ?..."     

"I-iya.... benar....", Hans tersenyum lega, perawat itu masih mengenali dirinya,     

"Anda boleh pulang sekarang sir... tadi sebelum pulang dokter Anita berpesan, agar anda menemui dokter saraf di klinik depan secara langsung besok pagi, jika ingin mendapat penjelasan lebih lanjut tentang kondisi anda...."     

"Hah Jadi... dokter nita sudah pulang ??!"     

"Iya betul, beliau bertugas hanya sampai jam sebelas saja...."     

"Ahhh .... apa besok dia akan datang lagi kesini ?"     

"Tidak sir. unfortunately dokter nita hanya bertugas hingga malam ini saja di unit ini.... I'm sorry...." jawabnya penuh penyesalan,     

"Kok bisa begitu ?!!"     

"Karena dia hanya dokter co-ass sir, jadwal prakteknya sudah diatur oleh kampusnya, rumah sakit ini tidak punya wewenang mengatur jadwal tugas praktek para mahasiswa magang.... "     

"Ohh, J-Jadi dia masih kuliah ?... nur~se... may i ask you ?, dimana saya bisa menemuinya lagi ?"     

Perawat itu tersenyum samar, ia telah sering bertemu dengan pasien model begini, yang jatuh cinta pada dokternya dalam pandangan pertama, terlanjur merasa nyaman alias baper,     

"Terus terang saya tidak tahu jelas dengan jadwal prakteknya.... tapi biasanya setelah dari unit ini, mereka akan rotasi ke unit Anak, anda bisa coba cari dokter Anita disana... siapa tahu memang benar ia praktek disana.... tapi saya tidak tahu jelas dia akan dapat shift kerja jam berapa loh....."     

"Baiklah. Terima-kasih atas informasinya nurse.. you're so kind ",     

Hans baru akan membalikkan tubuhnya , berniat meninggalkan tempat itu ketika perawat itu kembali berkata padanya dengan nada berhati-hati, "Mr Siddhartha, maafkan atas kelancangan saya, saya bukannya bermagsud ikut campur, but let me give you some advice,... magsud saya sebelum terlambat...",     

"Magsudnya ?", Hans menatap perawat itu curious, tidak mengerti arti ucapannya,     

"I know... mungkin anda terbuai dengan kecantikan dokter Anita... but actually she's married sir...",     

"Pardon..... ?"     

"Yes right. she's married sir !!" jawab perawat itu tegas, "So better anda stop untuk mengejarnya sir. tolong jaga jarak dengannya, karena sikap anda ini dapat menyusahkan dokter nita untuk melakukan tugasnya dengan professional ...",     

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya bagi perawat itu membantu menolak beberapa pasien pria yang merasa tertarik pada dokter yang membantu mereka, perawat itu seolah telah berpengalaman menghadapi hal-hal seperti itu, dan ia langsung tahu tindakan apa yang harus dilakukan untuk membantu menghentikan rasa baper pasien-pasien pria itu.     

Hans akhirnya mengerti arah pembicaraan perawat itu, tapi saat ini ia merasa lelah,... seharian ini ia telah bolak-balik mengurus segala administrasi ibu, ia harus tanda tangan beberapa schedule perawatan yang harus dijalani ibu untuk proses pengobatan selanjutnya, sambil tetap mengurus pekerjaan kantor seperti biasanya, membuatnya kehilangan tenaga untuk berdebat,     

Hans awalnya ingin membalas menggertak perawat itu tak kalah sengit, tapi ia mengurungkan niatnya, ia ingin menghemat energynya "Ohh baiklah .... saya mengerti,... " jawabnya singkat, lalu meninggalkan ruang unit IGD itu dengan perasaan hampa, ia hanya terus menyesali, seandainya saja ibu tidak menelfonnya dan memintanya datang menemaninya makan malam, tentu saat ini ia sudah mengetahui siapa dokter Anita itu.     

Saat ibu menelfonnya tadi, bukan karena bibik belum menyediakan makan malam untuknya atau karena bibik sedang meninggalkannya, melainkan ibu merasa lapar karena telah menunggunya sekian lama untuk makan malam bersamanya, ibu bahkan rela menunggu hingga jam sebelas malam demi bisa makan malam bersamanya.     

Sejak kepergian Anita, sikap ibu seolah menjadi kembali protective padanya, memperlakukannya seperti anak kecil lagi, yang harus diawasi jam makannya dengan ketat, setiap hari, ibu selalu memonitor breakfast, lunch and dinner-nya dengan ketat, sesuai jadwal dan harus tepat waktu. sungguh menyebalkan.     

.     

.     

Saat tiba di apartement, Anita melihat mamah tampak sedang berbaring disofa sendirian, mamah tampak setia menunggu kedatangannya pulang dari dinas malam sambil menonton televisi di ruang keluarga,     

Seperti biasa, Anita hanya menyapa mamah sekilas, ia langsung menuju ke kamarnya untuk mandi dan membersihkan tubuhnya dulu, sebelum bergabung untuk makan malam bersama Chen dan mamah,     

Chen menyelesaikan makan malam lebih dulu, ia berpamit pada mamah dan Anita sebelum pergi meninggalkan meja makan dan menuju ke ruang kerjanya untuk menerima panggilan telfon penting,     

Sepeninggal Chen, Perdebatan sengit terjadi di meja makan,     

"Pokoknya kamu tidak boleh ikut mamah pulang ke jakarta. mamah gak bakal ijinin !!, Kalau kamu memang niat pengen liburan, bukannya suamimu bisa mengajakmu pergi jalan-jalan keluar negri ??.... kamu tinggal pilih. mau pergi liburan kemana ... suamimu pasti akan say 'yes' mengikuti kemanapun kau ingin pergi, jadi ngapain mesti ngikut mamah ke jakarta ?! kau ini benar-benar kurang kerjaan yah !" ucap mamah galak, sambil menyodorkan tumis tempe ke dekatnya,     

"Biasa aja kali mah... san~tai .... gak usah pake ngegass , bisa ?!", jawab Anita santuy, sambil mengunyah nasi plus ikan lele goreng campur lalapan dalam mulutnya hingga penuh ... "Lagian nita cuman pengen jalan-jalan ke jakarta sebentar doank kok ... nita penasaran, mau lihat bagaimana kondisi rumah kita sekarang .. masalahnya dimana sih mah ??",     

"Ma~salahnya dimana sih mah~", Mamah sengaja meniru persis ucapan Anita dengan gaya santuy dan bibir manyun, "Ngomong- mu itu loh macam kentut lewat ... loss ~ keluar .... gak pake mikir ... huhh !", ujar mamah dengan raut wajah kesal, "Masalahnya.... karena trauma kamu berawal disana !!, kamu tahu persis alasan mamah khan. mamah sudah melihat sendiri, tidak mudah untukmu bisa sembuh hingga ketahap sekarang ini ..., jadi mamah tidak ingin kau mengorbankan semua kerja kerasmu itu hanya demi menuruti rasa penasaranmu pada masa lalu yang absolutely not worth it itu paham !!",     

"Mah.... percayalah.... sekarang nita sudah lebih baik, nita sudah fine... sudah sembuh... nita sudah bisa menerima semua yang terjadi dengan lapang dada..."     

"Kau tidak bisa membohongi mamah nit... kau pikir mamah anak SD yang akan percaya pada omongan anak TK yang sedang merajuk meminta permen dengan pipi bengkak karena sakit gigi ?",     

"Yaa Ampun mamah ini, kalau pakai analogi yang make sense dikit napa?.... masa nita diibaratkan anak TK ?, ckckckk...",     

"Pokoknya ... kamu hentikan ulah kekanakanmu itu. mamah tahu, kau pasti yang memaksa Chen untuk membujukku agar mengijinkanmu ikut ke jakarta khan !!, kau pikir mamah tidak tahu ulahmu itu !!",     

"Enak aja... kapan aku pernah maksa Chen untuk bujuk mamah ?!!, mamah suka mengarang bebas deh...", Anita bertahan mengelak,     

"Whatever !!, ingat ... passport dan semua identitasmu ada sama mamah !!, jadi tidak ada gunanya kau merenggek pada suamimu itu hingga berdarah-darah, membujuknya untuk membawamu ke jakarta ?, that's impossible !!, kau akan tetap disini bersama suamimu. dan kau tidak akan bisa meninggalkan negara ini tanpa seijinku. paham !!"     

"Aku benci mamah !!" jawab Anita marah, merasa tidak berdaya dengan segala ancaman mamah,     

"You're welcome... !!" timpal mamah lugas, dengan ekspresi menantang,     

Terkadang, .... Mamah berharap Chen dapat memperlakukan puterinya itu dengan lebih tegas, Chen seakan bergerak sangat lambat, bahkan diusia pernikahan mereka yang ke tiga ini, ia masih belum bisa menaklukan Anita tunduk dalam pelukannya, mamah tahu, Chen sangat berhati-hati memperlakukan puterinya, Chen menjaga Anita bagai permata berharga tak ternilai harganya, melindunginya agar tidak jatuh dan pecah dalam kesedihan lagi,     

Mamah sangat bersyukur Anita bertemu dengan pria yang memujanya dengan seluruh jiwa seperti Chen,     

Chen bukan typical pria yang suka mengumbar rasa cintanya dengan kata-kata, ia lebih senang membuktikan semua dengan perbuatan,     

Mamah telah melihat segalanya, bagaimana Chen dengan penuh kesabaran terus mendampingi Anita dalam masa-masa kelamnya, memperlakukan Anita penuh respects, meski dalam ketidakmampuannya menginggat siapa dirinya.     

Meski secara mathematic Chen berusia empat tahun lebih muda dari puterinya itu, tapi nyatanya sikap Chen jauh lebih dewasa dan bertanggung jawab dibanding dengan sikap Hans,     

Mamah mengakui ia dan puterinya bukan dari kalangan terhormat, tapi ia punya bisnis berlian yang punya basis konsumen kuat di Jakarta, jadi meskipun Anita tidak menikah dengan Hans atau Chen, ia tetap mampu menghidupi Anita dengan berkecukupan,     

Ia bukan ibu materialistic, yang tega mengorbankan kebahagiaan putri satu-satunya demi kekayaan.     

ia benar-benar tulus menyukai kepribadian Chen yang setia pada Anita, dalam kaca matanya , Chen memiliki nilai plus. plus dibanding Hans.     

Chen juga tampan, sukses dan terhormat, diam-diam mamah mengikuti pemberitaan tentang sosok menantunya itu di media yang memuat berita tentangnya, menurut majalah forbes Asia edisi terakhir, Chen masuk top 3 pengusaha muda terkaya se-Asia, jelas ia memiliki kekayaan berkali-kali lipat dari Hans, tidak dipungkiri mamah merasa bangga pada citra Chen, mamah patut bahagia karena lepas dari Hans nyatanya puterinya itu mendapatkan suami yang lebih baik lagi...     

.     

.     

"Kau ini.... kenapa bisa lupa membawa bekalmu, nanti siang kau mau makan apa ?",     

Mamah sengaja menyusul Anita ke rumah sakit, untuk mengantar bekal makan siang yang tertinggal dirumah, mereka janjian bertemu di lantai satu,     

"Nita lagi gak mood makan masakan rumah mah..." Tapi Anita segera menerima lunch box dari mamah dengan suka cita,     

"Jadi kau sengaja ??"     

Anita menganggukkan kepalanya tegas, sambil memasukkan satu tangannya kedalam kantong jas dokternya,     

"Huh dasar anak nakal !, Mamah udah capek-capek masak dari pagi buta cuma buat bikin bekal kamu, tapi kau sia-siakan begitu saja !!",     

Anita menatap mamah cuek, tampak tidak peduli dengan kemarahan mamah, dalam hati ia sedang bersorak penuh kemenangan, ia sengaja meninggalkan lunch box itu sebagai balas dendam atas sikap arrogant mamah kemarin malam,     

"Maaf mah~... tapi nita gak pernah nyuruh mamah masakin nita khan ?!!...",     

Darah mamah seolah langsung mendidih, ia baru akan membalas menghardik Anita, saat suara wanita yang sangat dikenalnya menyapanya dari arah samping,     

"Ehhh.... jeng Marie ?!! .... ", mamah menoleh kearah sumber suara, dan wajahnya mendadak berubah gelagapan , msmah tampak shocked saat melihat ibu hans telah berada tepat disampingnya, menyapanya dengan hangat,     

spontan, mamah segera menarik tangan Anita untuk bersembunyi dibelakangnya,     

Anita tampak kaget, dengan terhuyung-huyung ia menuruti perlakuan mamah padanya, tapi ia merasakan pergelangan tangannya terasa sakit, saat mamah terus mengenggamnya dengan erat,     

Ibu hans tampak duduk dikursi Roda, ia sedang berjalan-jalan di area Food courts di area lantai satu rumah sakit, ia tampak didampingi bibik yang setia menemaninya dan mendorong kursi rodanya,     

Tatapan ibu Hans menoleh kekanan, mencoba mencari tahu siapa yang disembunyikan besannya itu darinya,     

"Aku pikir tadi aku salah lihat.... ternyata beneran kamu jeng....",     

"M-mbak dina ?... sedang ngapain disini....??",     

"Ahh tidak ... sedang tidak ngapa-ngapain kok ... aku hanya sedang berjalan-jalan saja, melihat-lihat keramean.... bosan berada di kamar terus, ", jawab ibu hans canggung, sudah lama ia tidak bertemu dengan mamah Anita, diam-diam ia merasa tidak enak, ada perasaan bersalah yang tersimpan rapat dihatinya,     

"Mbak dina dirawat disini ?",     

"Hehehe iya, biasa penyakit tua.... Oiya, jeng Marie sendiri sedang apa disini ?.... siapa anak perempuan dibelakangmu itu ??.",     

"Mah.... sakit tahu !! ", Anita memberontak, ia tidak tahan lagi, ia segera melepaskan diri dari gengaman tangan mamah yang menyakitkan.     

Anita berjalan kearah depan mamah lagi dengan wajah kesal, masker wajahnya tampak berada dibawah dagunya, ia tidak mengenakannya dengan baik,     

"N-nita....??"     

Anita menoleh kearah ibu hans dan langsung tersenyum awkward, ia menganggukkan kepalanya sekali, memberi hormat,     

"Udah kamu pergi sana. bawa bekalmu keatas.... cepat !!, nanti terlambat !!"     

"Tapi mah...." Anita menerima bekal dari mamah dengan bimbang,     

"Udah... gak usah membantah. atau mamah marah !",     

"Yaa udah, nanti mamah pulangnya hati-hati yah.... aku pergi dulu sekarang... em-m tante saya pamit dulu yah..."     

"N-nita ... tunggu sebentar....",     

Mamah Anita langsung berdiri tepat didepan kursi roda ibu, ia sengaja menghalangi pandangan ibu dari Anita,     

"Jangan menganggunya lagi. Mari kita bicarakan ini !! aku mohon....", ujar mamah Anita memohon, menatap kearah ibu dengan wajah memelas....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.