Shadow of Love

Jangan pedulikan aku



Jangan pedulikan aku

0"Kau tidak perlu bersikap berlebihan, aku tidak suka dengan caramu ini ", Anita mendorong dada Chen menjauh lalu berbalik kebelakang dan kembali sibuk membersihkan peralatan masak yang belum selesai ia bereskan. "Aku sudah bilang dari awal, kalau aku akan pulang keJakarta besok pagi.... aku sudah terlanjur beli ticket, jadi tidak bisa dibatalkan",     

"Tapi aku benar-benar masih sakit.... apa kau tidak melihatnya ?",     

"Aku sudah berbicara dengan mama Annie tentang sakitmu, ia pasti akan merawatmu dengan baik, jadi nanti kau langsung pulang ke villa, jangan ke Apartment, mama Annie sudah menunggumu disana,"     

Anita tahu, mama Annie lebih paham segalanya tentang Chen daripada dirinya. ia pasti akan dapat merawat Chen lebih baik hingga ia sembuh dan sehat kembali. jadi ia tidak perlu khawatir tentang Chen. ia memiliki segalanya.     

Chen ingin marah dan protest pada sikap acuh Anita itu, tapi ia tampak kewalahan melihat kesibukannya. ia menepi hingga tubuhnya menempel kedinding saat Anita terus mengarahkan sapu lantai kebawah kakinya, Chen menatap kearah sapu lantai itu dengan tatapan jijik. ini adalah pengalaman pertama baginya melihat Anita menyapu lantai,     

Dirumah pribadi milik mamahnya, mereka tidak memperkerjakan seorang pelayanpun, Jadi Anita harus membersihkan sampah dan menjaga kebersihan dalam rumah itu sendirian.     

Chen tampak berusaha mencari kesempatan berbicara, ia tidak puas dengan keputusan Anita, "Apa kau lupa, aku ini suamimu !... sudah jadi kewajibanmu untuk merawatku... bukan malah menyerahkan tanggung jawab pada pelayan... Aw~hhhh," Chen mengerang sambil meremas perutnya yang tiba-tiba terasa nyeri. dengan tubuh sedikit membungkuk, ia tampak meringis kesakitan.     

Anita terhenyak, ia langsung meletakkan sapu dan mendekat pada Chen, "Tuh khan, sakit lagi khan.... ayok kembali ke kamar.... kau sih... susah dibilangin. seharusnya kau tidak boleh banyak bergerak dulu. kondisimu masih belum sembuh betul."     

"Jangan pedulikan aku !! ", Chen menghempas tangan Anita yang mengenggam tangannya, "Aku bisa mengurus diriku sendiri !!",     

Sambil berjalan tertatih Chen menuju kekamar Anita,     

Anita menghela nafasnya panjang, berusaha sabar, ia tetap berjalan membuntuti Chen dibelakang, wajahnya tampak was-was saat melihat raut wajah Chen yang lama-lama berubah pucat lagi,"A-apa yang kamu lakukan ?",     

"Bukannya kau menyuruhku pulang ?... keluarlah sebentar. aku harus mengganti bajuku",     

"T-tapi...."     

"Berikan ponselku. aku akan menyuruh Paman Wang untuk menjemputku ",     

"....." Anita tampak membeku. ia meremas jari-jarinya, tidak tahu harus bagaimana...     

"Apa aku juga tidak boleh mendapatkan ponselku sendiri ?", Chen menatap kearah Anita yang tampak tidak bergerak dari tempatnya, ia seolah enggan memberikan ponsel miliknya,     

"Oh...B-bukan .... A-ku....", Anita back to reality, merasa canggung, ia buru-buru pergi mengambil ponsel Chen yang disimpan diatas meja disamping tempat tidur.     

Chen diam-diam tampak tersenyum tipis, mencuri pandang kearah Anita yang tampak panik sambil tetap mengenakan kembali kemeja putihnya dengan gerakan perlahan.     

Anita menyerahkan ponsel Chen dan berkata lirih, "M-maaf...."     

"Tidak apa-apa.... terima-kasih", Chen mengambil ponsel dari tangan Anita dengan ekspresi dingin, ia tidak melihat kearah Anita sedikitpun.     

Hati Anita tiba-tiba bergetar, diselimuti perasaan bersalah yang tidak nyaman, dan entah ia dapat dorongan dari mana, ia sendiri merasa terkejut saat tiba-tiba mendapati tangannya telah mengenggam tangan Chen, ia mendapati dirinya tampak menahan tangan Chen yang bersiap menelfon Paman Wang.     

"Tetaplah disini...."     

".....", Chen membeku, sambil menatapnya dengan wajah tidak percaya,     

"Biarkan aku merawatmu hingga sembuh..."     

"Aku tidak akan mungkin bisa sembuh besok pagi !", jawab Chen lugas,     

"Aku tahu, .. jika kau bersedia...., aku akan merawatmu hingga sembuh...", balas Anita dengan suara bergetar, 'biar bagaimanapun aku yang menyebabkan dia sakit begini, jadi sudah seharusnya jika aku bertanggung jawab atasnya, ' Anita berusaha meyakinkan dirinya sendiri.     

"Humph tidak perlu. aku tidak butuh bantuanmu. aku tidak suka berhutang budi pada orang lain.... terlebih lagi, aku tahu. kau melakukan ini karena terpaksa ...", Chen tampak tidak tersentuh dengan perubahan sikap Anita, dengan wajah dingin ia berjalan keluar kamar, sampai di ruang tengah, ia duduk disofa coklat didepan televisi lalu mulai mengenakan kaos kaki dan sepatunya disana.     

Anita terus membuntutinya dibelakang, ia tampak salah tingkah sendiri, ia ingin membujuknya agar tetap tinggal bersamanya, tapi rasa gengsi yang tinggi menghalanginya, "Bagaimana jika aku tidak merasa terpaksa ?, aku akan membatalkan ticket ku ke jakarta besok dengan suka rela?",     

Chen memejamkan matanya erat. Yes !!. Hati chen bersorak gembira. dengan masih menundukkan kepalanya kebawah, ia tetap berpura-pura sibuk membenahi kaos kakinya, meskipun saat ini hatinya ingin melempar kegirangan, tapi ia berusaha keras mengendalikan dirinya. dengan memasang wajah tanpa ekspresi, ia berpura-pura tidak tertarik dengan penawaran Anita itu, "Jangan bodoh. jangan melakukan hal yang akan kau sesali. pergilah, selagi aku membiarkanmu pergi. karena mungkin kau tidak akan mendapatkan kesempatan ini lain kali," usai berkata begitu Chen tampak tersenyum pahit, ia kembali menekuk lututnya dan meremas perutnya yang kembali terasa nyeri.     

Anita buru-buru mengelak, "Aku tahu apa yang kulakukan. .... tetaplah disini ... biarkan aku merawatmu kali ini... please",     

Chen bisa melihat rasa putus asa dimatanya, "Ingat. ini adalah permintaanmu sendiri ... aku sama sekali tidak memaksamu...",     

"Iya. aku tahu... em-m jadi apakah ini artinya kau setuju ?."     

".....",Chen tidak menjawab sepatah katapun, tapi ia kemudian hanya menurut saja , saat Anita membimbingnya untuk kembali beristirahat masuk ke kamarnya,     

Anita membantu Chen melepas kembali sepatunya, membiarkan Chen berbaring tidur diranjangnya. ia lalu menyeka tubuh Chen dengan air hangat, memberinya soup hangat buatannya sendiri untuk meredakan diarenya, mengoles perutnya dengan minyak kayu putih yang ia percaya bisa mengurangi nyeri perutnya. dan memberinya obat antibiotic,     

"Anita....", Suara Chen memanggilnya lirih, membuat perhatian anita seketika teralih, ia mendengakkan wajahnya keatas, "Yaa....",     

"Kalau aku tidur disini.... nanti kau tidur dimana ?",     

"Kau tidak usah memikirkan itu. tenang saja, aku bisa tidur dikamar mamah."     

"Em-m tapi, bagaimana kalau aku membutuhkan sesuatu ?",     

Anita tiba-tiba tersadar, Chen mungkin merasa tidak nyaman jika harus berjalan membangunkannya dikamar sebelah saat menginginkan sesuatu, "Ohh....Kalau begitu, aku akan tidur disana...", Anita menunjuk kearah sofa putih berbahan beludru halus yang terdapat didekat jendela,     

"Tapi, Kau pasti tidak nyaman jika harus tidur disana. sofa itu terlihat sempit,..."     

"Lalu aku harus bagaimana.?...",     

"Tidurlah disini....", Chen menepuk sisi tempat tidur disampingnya yang terlihat luas, "Jangan Khawatir. aku tidak akan menganggumu...", sambungnya meyakinkan,     

'Tentu saja kau tidak bisa melakukannya. kau bahkan tampak sekarat sekarang. bagaimana mungkin kau bisa mengangguku,'     

"Baiklah.... ", jawab Anita tanpa keraguan sedikitpun.     

Chen pura-pura tidur, saat ia mendengar langkah Anita keluar dari kamar mandi, ia menyipitkan matanya, mengintip apa yang dilakukan Anita selanjutnya, Chen menelan ludahnya dengan berat saat melihat pemandangan indah yang hanya berbalut piyama tipis itu pergi bergabung tidur dengannya diranjang.     

Jantung Chen berdebar kencang, aroma tubuh Anita seolah langsung memenuhi indra penciumannya. setiap ia menarik nafas, aroma wangi nan khas wanita disisinya itu berhasil memicu deru nafasnya menjadi cepat,     

Dengan gerakan reflects, Chen tidak kuasa mendekatkan tubuhnya pada Anita. ia lalu merentangkan lengannya dan melingkarkannya erat memeluk pinggang Anita,     

Hembusan nafas Anita berubah kacau. 'Bukannya tadi dia bilang tidak akan mengangguku ?!. sial. seharusnya aku tidak tertipu. dasar pembohong !", Anita membalikkan tubuhnya kedepan, "Kau masih sakit !",     

"Aku hanya ingin memelukmu ... tidak boleh ?",     

"Ohh...", bibir Anita mengerucut membentuk 'O' kecil, sambil tersipu malu ia menganggukkan kepalanya menyetujui. tapi diluar dugaan Chen tiba-tiba mendorong pinggulnya, hingga Anita dapat merasakan sesuatu yang menonjol menggesek sisi pahanya. walaupun ia mereka masih mengenakan baju tidur masing-masing, tapi Anita bisa merasakan jika gairah Chen tampak sedang memuncak, bahkan sebelum ia menyadarinya.     

"Nit ~..",bisik Chen pelan, berbisik memanggilnya tepat ditelinganya,     

"Hmm...",     

"Tapi, Aku tiba-tiba ingin lebih dari sekedar memelukmu ....", mereka berdua lalu saling berbaring bertatapan, karena tidak melihat tanda-tanda penolakan Anita, tangan besar Chen meraih bawah kepalanya dan berguling menindih tubuhnya, bibir hangatnya langsung menyambar dan menyapu bibir Anita dengan aggressive, lidahnya menekan bibirnya, memaksanya untuk membuka dirinya sementara satu tangannya menyusuri setiap inches tubuhnya, perlahan Chen menarik tali piyama yang ia kenakan,     

Anita merasakan aliran listrik erotis menyengat seluruh tubuhnya, ia memejamkan matanya dengan erat sambil mengalungkan kedua tangannya dilehernya,     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.