My Coldest CEO

95| Wedding Reception



95| Wedding Reception

0Satu bulan kemudian...     

Sudah mengikat janji suci serta tepuk tangan meriah dari para kolega tamu undangan, kini saatnya acara jamuan berlanjut. Mengobrol satu sama lain entah itu mengenai rumah tangga, pasangan, atau kehidupan yang tengah berjalan.     

Tidak lupa juga kue manis, dan dessert lainnya juga menemani mereka. Soda, minuman beralkohol, atau bahkan sekedar air mineral sudah tersedia di masing-masing meja.     

Pernikahan seorang Leonardo Luis sangat mewah, dengan nuansa gold silver yang menjadikan para tamu undangan serta dirinya dan pasangan terlihat sangat glamor dan menawan. Tak menutup kemungkinan dengan hiasan di ballroom ini, yang disewa pada hotel mahal kelas atas yang berada di London. Tentu saja Leo ingin membuat pernikahannya ini berkesan.     

Dekorasi yang cantik, menambahkan poin pemandangan yang sangat mendambakan penglihatan.     

Kini, Leo dengan setia berdiri di samping Felia dengan lengan yang melingkari pinggang mungil wanitanya itu. Ia merasakan perasaan bahagia yang luar biasa, mengingat apa yang ditunggu-tunggu akhirnya terlaksana dengan sangat teramat lancar.     

"Leo, aku sangat senang. Ingin menangis haru namun takut make up-nya luntur.."     

Suara lembut yang terdengar seperti cicitan kecil itu pun akhirnya menyapa indra pendengaran Leo, membuat ia mengalihkan pandangannya ke sang kekasih yang sudah sah menjadi istrinya.     

Menampilkan sebuah senyuman yang manis dan juga hangat, Leo menjulurkan tangannya untuk mengelus puncak kepala Felia dengan perlahan. "Kamu tidak perlu menangis, sayang. Rasakan saja kebahagiaannya, apalagi saat orang-orang bersorak gembira untuk kita. Keluarga mu, keluarga saya, semuanya sama... menginginkan kita ikut bahagia sampai selanjutnya." ucapnya dengan nada bariton yang terdengar sangat tulus, ia menurunkan tangannya takut merusak tatanan rambut yang sempurna milik sang istri.     

Felia tersenyum, menganggukkan kepalanya seakan setuju dengan apa yang dikatakan oleh Leo. "Iya sayang, aku menangis juga bukan karena sedih tapi benar-benar terharu akhirnya aku sama kamu jadi keluarga kecil. Setelah ini tinggal menunggu kehadiran bayi kita.." ucapnya sambil terkekeh, tak lupa mengelus-elus perutnya yang bertambah besar daripada sebelumnya.     

Momen yang paling bahagia adalah saat berpacaran bisa masuk ke dalam jenjang pernikahan dengan restu dari semua orang, dan lebih bahagianya lagi harus melaksanakan rumah tangga yang harmonis sampai tua nanti.     

Membayangkan akan bersama-sama sampai selamanya dengan orang yang di cinta, dadanya seperti mimpi yang terwujud menjadi kenyataan.     

"Hai, selamat ya untuk pengantin baru... kelihatan cantik sekali istri mu Daddy."     

Sapaan dari seorang gadis pun terdengar, tentu saja secara refleks dengan gerakan berbarengan Felia dan juga Leo menolehkan kepala ke sumber suara dan di sana terlihat Klarisa yang sangat cantik dengan gaun berwarna gold yang senada dengan kedua putri kecilnya.     

Menganggukkan kepalanya, Leo cukup akrab dengan sahabat sekaligus mantan gadis yang disukai putranya ini. "Hai Klarisa, terimakasih banyak. Apa kabar dengan mu? kamu juga semakin cantik pasti Damian gak ngebiarin kamu ketinggalan perawatan wajah." sapa balik Leo dengan kekehan kecil di wajahnya.     

Klarisa ikut terkekeh. "Daddy bisa saja, tidak kok namanya nanti kalau sudah umur juga hilang cantiknya." jawabnya, mengikuti alur humor Leo. Ia mengalihkan pandangannya pada wanita di sebelah laki-laki itu dan mulai menjulurkan tangan. "Kita belum kenalan secata resmi ya? aku Klarisa, istrinya Damian." sambungnya.     

Rasanya bagai mimpi melihat seorang Klarisa yang dengan nama besarnya apalagi memiliki marga belakang milik Damian, biasanya Felia hanya melihat dari layar televisi saja. Dengan membalas juluran tangan tersebut, ia tersenyum. "Hai, aku Felia." jawabnya.     

Setelah itu, jabatan tangan mereka terputus. Leo melihat Klarisa yang menggapai masing-masing tangan dari kedua putrinya. "Aku harus pergi ke Damian dulu ya Daddy, Felia, nanti kalau ada waktu kita mengobrol lagi. Sampai jumpa.."     

Menganggukkan kepalanya, pertanda mengiyakan Klarisa pergi. Leo melirik Felia yang bergeming, menatap kepergian Klarisa tanpa kedip. "Jangan terlalu terpesona dengan orang lain, nanti kamu lupa kalau diri mu jauh lebih memiliki pesona dari siapapun." ucapnya sambil mendaratkan kecupan kecil di kening istrinya.     

"Ih siapa juga yang terlalu terpesona, aku hanya terpesona saja. Dulu aku hanya bisa melihat Klarisa di televisi dan majalah, ternyata sekarang bersama mu aku bisa bertemu orang-orang terkenal dengan sangat mudah."     

"Iya sayang, makanya nikmati saja kebersamaan dengan saya. Saya pastikan mereka semua ini benar-benar baik, lihat tadi mereka juga menyapa kita satu per satu kan bahkan menyebut nama mu dengan senyuman."     

Leo selalu bahagia dengan sisi positif orang lain yang menganggap pernikahan mereka sebagai suatu yang masih sangat fenomenal, padahal kalau dari segi umur ya dirinya masih pantas menikah dan benar-benar mendapatkan julukan sebagai sugar Daddy.     

Felia menatap lekat wajah Leo, lalu sedikit merenggangkan kedua tangannya untuk memeluk tubuh kekar itu dari samping. "Aku sayang kamu, gak tau mau bilang berapa kali tapi aku benar-benar sayang sama kamu.." gumamnya dengan suara yang sudah dapat di pastikan hanya bisa di dengar olehnya dan Leo, karena ia malu kalau sampai ada orang lain yang mendengarnya.     

Gemas dengan perilaku Felia yang sekarang tidak malu memeluknya di depan umum, Leo menghadirkan senyuman terbaik untuk pasangan hidupnya ini. "Iya sayang, saya juga sangat sayang sama kamu melebihi apapun. Bahkan kamu boleh deh habisin harta saya asalkan kamu bahagia," ucapnya yang di akhiri dengan kekehan kecil.     

"Enggak ah, masa aku habiskan seperti wanita tamak harta. Aku tidak seperti itu, asal kamu ada untuk aku ya aku gak akan perlu harta itu kecuali untuk membeli hal yang benar-benar di butuhkan."     

Felia masih sama sederhananya dengan dulu, jauh sebelum kenal Leo dan juga keluarga Azrell. Baginya, yang tidak penting ya tidak perlu di beli. Katanya sih cuma buang-buang uang saja. Tapi kalau menurut Leo, uang itu memang fungsinya untuk di buang-buang. Dua kepribadian yang bertolak belakang.     

"Iya sayang, apapun yang kamu inginkan pokoknya selagi saya mampu pasti akan saya berikan."     

Leo mengecup berkali-kali puncak kepala Felia, pertanda kalau dirinya gemas karena memiliki pasangan yang mementingkan masa depan daripada apa yang diinginkan selayaknya para wanita di luar sana.     

"FELIA! YUHUUU XENA DI SINI!"     

Panggilan yang sangat berisik itu mulai memenuhi setiap sudut ruangan. Tidak perlu di tebak pun orang-orang sudah tahu siapakah sosok tersebut, ya memangnya siapa lagi kalau bukan Xena? mereka di sini juga sudah mewajarkan sifat istri dari seorang Vrans itu kok.     

Leo menampilkan wajah hangatnya lalu melepaskan pelukannya pada pinggang Felia, lalu merentangkan kedua tangannya untuk memberikan aba-aba memeluk tubuh Xena yang masih sangat mungil itu.     

Sedangkan Felia, itu terkekeh kecil saja dengan tindakan Leo. Baginya, ia menganggap kalau Xena itu putrinya soalnya ya memang lebih pantas untuk diperlakukan seperti itu karena mungkin sifatnya yang masih kekanak-kanakan.     

Setibanya Xena di hadapan mereka berdua, tiba-tiba saja gadis ini langsung memeluk Felia membuat senyuman Leo menurun bersamaan dengan kedua tangannya yang melayang di udara.     

"Kok bukan Daddy yang di peluk?" tanyanya dengan heran. Peraturan nomor satu, kalau bertemu dengan dirinya ya Xena harus memeluk dirinya. Entahlah, itu hanya tradisi saja bukan karena ada hal spesial di antara mereka.     

Felia yang kebingungan pun akhirnya membalasnya pelukan Xena, walaupun tidak erat tapi pelukan ini begitu terasa hangat. "Hai Xena, kita berjumpa kembali." ucapnya yang tidak mengindahkan Leo yang tengah protes itu.     

Xena melepaskan pelukan mereka, lalu sekilas menoleh ke arah Leo sambil menjulurkan lidahnya. "Senang bertemu sama kamu, Felia. Ih aku ingin mengelus perut mu, apa boleh?"     

"Tentu saja, kenapa tidak? silahkan dielus."     

Leo melihat Xena yang mengelus perlahan permukaan perut Felia, lalu ia menghembuskan napasnya namun sedetik kemudian senyumnya kembali mengembang. "Kemana Vrans? Letta juga tidak terlihat, sayang." tanyanya yang mengedarkan pandangan namun penglihatannya tidak menjangkau orang yang ia sebutkan.     

Mendengar pertanyaan itu, tentu saja Xena kembali menegakkan tubuhnya dan menatap ke arah Leo. "Ah itu Daddy, Vrans sedang menggendong Letta yang tertidur. Aku suruh dia duduk di sudut ruangan jadi tidak terlihat karena ada banyak orang di sini." jawabannya dengan wajah tanpa dosa.     

Felia terkekeh kecil, membayangkan seorang laki-laki yang ditinggalkan dengan seorang balita yang tengah tertidur apalagi dengan keadaan duduk di surut ruangan, jadi jangan salahkan kalau dirinya tertawa. "Kenapa tidak kamu saja yang seperti itu? kasihan loh masa laki-laki yang menjaga putri kalian, ya tidak masalah sih tapi kan ini di acara besar yang menghadirkan beberapa kolega besar pasti nanti Vrans ingin mengobrol."     

"Kalau itu memang sudah ku lakukan kok, Fe. Vrans memegang Letta baru saja beberapa menit lalu karena dia menyuruh ku untuk menghampiri kalian. Karena kalau membawa-bawa Letta di dalam gendongan saat sedang tertidur rasanya berat sekali."     

"Kalau begitu, yasudah kamu temani Vrans dulu kasihan loh nanti dirinya malah tidak enak dengan teman-temannya."     

Menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang dikatakan oleh Felia. Xena mengambil tangan wanita yang berada di hadapannya ini, lalu sekali lagi menjabat tangan. "Selamat atas pernikahan mu, aku sangat bahagia mengetahui hal ini. Untuk kehamilan mu juga, supaya nanti menjadi anak yang sangat berbakti." ucap Leo dengan sangat gembira, bahkan senyuman yang menjadi ciri khasnya pun tidak pernah luntur.     

Menganggukkan kepalanya, Felia berterimakasih dengan segala yang diucapkan oleh Xena.     

Melihat itu, Leo segera menarik tubuh mungil Xena untuk masuk ke dalam dekapannya. "Sekarang putri kecil ini sudah berani ya menjahili Daddy seperti tadi," ucapnya sambil mencubit kecil hidung mungil nan runcing milik gadis tersebut.     

Xena terkekeh lalu melepaskan diri dari dekapan Leo. "Ih Daddy aku jadi berantakan deh," keluhnya.     

Leo tersenyum lalu menjulurkan tangan untuk mengelus puncak kepala Xena dengan sayang. "Urus putri kecil ku dan bayi besar mu, terimakasih ya sudah datang ke sini."     

Vrans sama dengan bayi besar, penjabaran yang cukup bagus mengingat laki-laki tersebut hanya luluh dengan Xena.     

Setelah itu Xena menganggukkan kepalanya dan berjalan meninggalkan mereka berdua yang kembali berdampingan. Leo menatap Felia, lalu memberikan sebuah kecupan lagi ke puncak kepala wanitanya.     

"Yuk kita duduk, saya tahu kamu lelah."     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.