My Coldest CEO

Empat belas



Empat belas

0  I wish my heart were like my eyes, so that I could close it easily to the things I didn't want to feel just like I closed my eyes to the things I didn't want to see.    

  - Xena Carleta Anderson    

  //    

  Roseline Damica.    

  Kehidupannya bisa dibilang mewah tapi tidak semewah Xena. Ia bisa dapat segalanya jika ia ingin, tapi ia sangat malas untuk meminta sesuatu.     

  Kali ini, ia duduk di bawah pohon yang rindang disalah satu taman dekat rumahnya. Tidak terlalu ramai, namun tidak sepi juga, membuat siapapun suka berlama-lama menikmati semilir angin yang sejuk di pagi hari seperti ini. Hari libur, hari dimana orang pekerja merefresh kembali pikirannya yang sudah memenuhi kapasitas.    

  Nathaniel Gio Alvaro.    

  Satu nama, namun membuat banyak perubahan untuk dirinya. Ternyata ia bukan satu-satunya, melainkan salah satunya dari sekian banyak gadis. Entah, rasanya masih belum bisa membenci Niel. Justru membuat dirinya semakin sayang dan semakin ingin memiliki laki-laki itu.    

  "Huft."     

  Lagi-lagi ia menghela napas kasar. Sungguh ia tidak bermaksud menyakiti hati Xena seperti kemarin. Ia juga tau sahabatnya itu tidak suka dengan Niel toh dihatinya hanya ada 'bosayang' julukan untuk Vrans dari gadis itu, tapi entah kenapa ia berpikir semuanya bisa berbalik begitu saja. Apalagi Vrans, apa laki-laki itu sudah luluh dengan tingkah Xena? Terlebih lagi seperti ada yang mengganjal pada kedekatan mereka.    

  Astaga, bahkan ia sekarang jadi memikirkan hal yang tidak perlu ia pikirkan.    

  Anggap saja dirinya jahat. Memang seperti itu, cinta butuh pengorbanan. Dan ia akan melakukan berbagai cara untuk sekedar berjaga-jaga supaya tidak sakit hati.    

  Mengingat tentang cinta, Niel pasti akan melakukan hal yang sama. Ia sudah cukup kalah dengan Xena pada hal yang satu ini.    

  Throwback    

  "Ada hubungan apa kamu dengan Xena?"    

  Orlin menatap Niel dengan kristal bening yang tertahan di pelupuk matanya. Dadanya sesak mengetahui kontak Xena hanya satu-satunya yang diberi emoticon red love disana. Sudah dipastikan Niel sangat menyukai Xena. Apa ia sudah kalah?     

  Niel mengangkat alisnya dan mengangkat bahunya acuh sambil memakan taco. "Aku mencintainya. Kenapa?"    

  Tes    

  Sudah tidak dapat di bendung lagi. Pertahanannya luruh seketika. "Seharusnya aku yang bertanya, kenapa? Kenapa kamu mencintai orang yang sama sekali tidak menginginkan keadaanmu?"    

  Niel paham sekali pembicaraan ini mengarah kemana. Ia menghembuskan napas lelah, namun mencoba tenang dan memakan taco dengan lahap. Ia tidak ingin selera makannya berkurang. Apalagi mengingat Xena yang mengacuhkan dirinya habis-habisan saat ia memohon maaf di kediaman keluarga Anderson.    

  "Aku tidak ingin membahasnya."    

  Orlin terisak. Sorot matanya sangat sendu. Dadanya terasa sesak. Bahkan seseorang yang ia sayang, tidak meliriknya sama sekali. Kejam sekali ya dunia.    

  "Please Niel, sekali saja biarkan aku masuk ke hatimu. Xena mencintai Vrans. Untuk apa kamu mencintai seseorang yang tidak melirik mu sama sekali?"    

  Muak. Niel muak dengan arah pembicaraan ini.     

  "Lalu, apa bedanya dengan dirimu? Kamu juga masih tetap mencintai aku walaupun kamu tau aku bahkan tidak berniat untuk melirik kamu."    

  Throwback off    

  Orlin menatap lurus tepat ke tengah taman yang terdapat air mancur disana. Apa dirinya terlalu egois?    

  Ting    

  Ting    

  Ia menatap layar ponselnya.    

  Niel:wilted_flower:    

  Aku akan pikirkan tawaranmu kemarin    

  Niel:wilted_flower:    

  Aku akan berikan kesempatan untuk kamu    

  Senyum Orlin mengembang sempurna. Astaga apa dirinya bermimpi?    

  "Aw." Pekiknya meringis sakit ketika jemarinya mencubit pipinya sendiri. "Bukan mimpi!"    

  Hari ini, hari libur kan? Dan dihari ini juga, kebahagiaan akan menghampiri Orlin secara perlahan, namun pasti.    

  Ingatkan pada Orlin.     

  Pukul 8 a.m, Sunday.    

  26 April 2020    

  Akan menjadi hari bersejarah dalam hidupnya. Ia tidak perlu merusak kebahagiaan siapapun, namun kebahagiaan itu sendiri lah yang menghampiri dirinya.    

  "Thanks god."    

  ...    

  "AKU SENANG SEKALI, DORAEMON!"    

  Vrans menatap gadis disebelahnya dengan tajam. Astaga malu sekali rasanya jika berjalan di samping gadis pluto. Sangat memalukan! Lihat saja sekarang semua pasang mata melihat ke arah mereka.    

  "Berisik."    

  Biasanya di hari libur seperti ini, Xena menghabiskan waktunya untuk bermanja-manjaan dengan kasur. Membungkus tubuhnya dengan selimut tebal, dan bangun tepat tengah hari. Tapi kali ini tidak! Gadis itu dengan senyum lebarnya menggenggam tangan Vrans sambil jogging pelan disekitar perumahan elit di dekat rumahnya. Entah ada angin apa Vrans tiba-tiba datang ke rumahnya dengan wajah datar mengajak dirinya untuk lari pagi. Keajaiban dunia yang tidak bisa dilewatkan.    

  Vrans menatap kesal jemarinya yang sudah di genggam erat oleh Xena. Risih sekali rasanya. Namun sudah beberapa kali ia tegur, gadis itu tidak menghiraukannya, justru semakin mempererat genggamannya. Astaga!    

  "Lalalala aku sayang sekali VRANS MOREO!"     

  "Berisik."    

  "Ih Vrans sekali-kali gitu bilang sayang juga, jangan gantungin aku kali."    

  "Terserah."    

  "Jangan cuek nanti aku diambil orang."    

  "Jual saja kalau bisa."    

  "Jahat ih Vrans, nanti kalau kamu jadi sayang sama aku, aku akan tertawa sangat keras ya!"    

  "Ya."    

  Gemas. Xena menatap Vrans dengan raut wajah yang kesal. Ia melirik genggaman tangannya pada laki-laki itu dan sedetik kemudian dia menggigitnya.    

  "Aw!"    

  "KABUR ADA SINGA!"    

  "Shit."    

  Vrans mengejar Xena dengan langkah lebarnya. Lihat saja nanti ia akan meremukkan tubuh gadis pluto itu. Berani-beraninya!    

  Hap    

  Vrans mengurung tubuh mungil Xena dalam dekapannya. "Tertangkap."    

  Tidak takut dan tidak merasa bersalah, Xena tertawa begitu lebar di dekapan Vrans. Gadis ini benar-benar aneh.    

  "Ih Vrans aku malu, jangan peluk-peluk katanya tidak sayang sama aku. Malu tuh diliatin orang."    

  Vrans mendengus. Benar juga, kenapa dirinya jadi memeluk gadis ini? Ah, sepertinya Xena akan mulai percaya tinggi lagi terhadapnya. Sial. Ia meninggalkan Xena jauh di belakang. Tidak peduli dengan teriakan gadis itu yang memanggil namanya, bahkan sampai berteriak-teriak.     

  "VRANS!"    

  "BOSAYANG!"    

  "SAYANG!"    

  "YUHUUUU!"    

  "I'M HERE!"    

  "DUH!"    

  "TUNGGU!"    

  "DON'T LEAVE ME ALONE!"    

  "PLEASE COMEBACK!"    

  Lihat? Seperti orang gila, bukan? Vrans menggelengkan kepalanya. Tingkah Xena benar-benar dibatas pikiran manusia lainnya. Berarti anggapannya benar jika gadis itu adalah penghuni pluto.     

  "Berisik."    

  Bugh    

  "Aw!"    

  Vrans menatap gadis yang baru saja menabraknya. Gadis itu seperti ketakutan? Atau ah entahlah. "Maaf." Ucapnya sambil membantunya untuk berdiri. Ia menatap lekat gadis itu, pikirannya mulai mencerna dengan baik. "PAULA?!"    

  Gadis itu juga sama terkejutnya bertemu dengan sahabat sekaligus laki-laki yang ia cintai, cinta pertama. Paula memeluk tubuh atletis milik Vrans, dan dibalas. Mereka menyalurkan kerinduan yang teramat dalam. Tidak bisa di pungkiri, Vrans tanpa Paula seperti teh tanpa gula. Hambar.     

  "Vrans, tolong... Aku takut." Gumam Paula di dekapan Vrans. Tubuhnya bergetar tanda ia ketakutan.    

  "Kamu kenapa Paula? Katakan pada ku."    

  Xena menyaksikan semua itu. Sorot mata yang sangat khawatir tercetak jelas di raut wajah yang selama ini se-kaku uang lembaran yang baru di ambil dari bank. Ia menyaksikan sorot kerinduan, sayang, dan apalah itu ia tidak ingin tahu.    

  "Ibu meninggal, rumahku disita. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain grandpa di New York."    

  Tercetak jelas ekspresi terkejut di wajah Vrans. Ia kembali mendekap tubuh Paula, memberikan kehangatan sekaligus kekuatan jika semua ini akan baik-baik saja. Ia membawa Paula ke dalam mobilnya yang memang di parkir di dekat taman yang tidak jauh dari sana, bukan diparkir dipekarangan rumah Anderson.    

  Xena? Tubuh gadis itu merosot sempurna. Lututnya mencium aspal jalanan. Air matanya sudah mengalir entah sejak kapan. Rasa sakit itu menjalar ke setiap pembuluh darahnya. Pertahanannya runtuh begitu saja. Untuk yang kedua kalinya, ia hancur karena seorang laki-laki yang tidak mencintai dirinya.    

  Selamat, dunia sudah berhasil memainkan takdir di kehidupannya.    

  ...    

  Next chapter...    

  :red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:    

  The unreturned love is the one which last the longest.     

  - Paula Victoria


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.