My Coldest CEO

Sebelas



Sebelas

0  Xena menggenggam erat sling bag yang dimilikinya. Ia sedang menunggu kedatangan Vrans di parkiran basement, di samping mobil laki-laki itu. Senyumnya kian tertarik kala mengingat percakapan mereka saat berangkat ke kantor tadi pagi.    

  Throwback    

  Setelah mengambil sling bag-nya di atas nakas, Xena menyusul Vrans yang sudah meninggalkan dirinya dikamar sendirian. Ia memasuki mobil Vrans yang harganya tidak dapat diremehkan harganya ini. Bahkan satu ginjal saja tidak cukup untuk membeli semua koleksi mobil mahal milik Vrans.    

  "Oh iya, bagaimana dengan mobil daddy aku?"    

  Vrans menoleh singkat ke arahnya, "Nanti aku suruh supir pribadiku untuk mengantarkan ke rumahmu."    

  Mobil mulai melaju membelah jalan raya kota New York. Lagu Shawn Mendes - Stitches memecah suasana diantara mereka. Xena mulai terbawa suasana dan mulai bergumam menyanyikan lagu itu dengan sesekali tangan yang mengayun seperti mengikuti nada lagu.    

  "Tadi malam kamu kenapa?" Ucap Vrans tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan raya. Ia tidak ingin mengambil resiko besar karena lalai berkendara hanya untuk mengobrol dengan gadis aneh ini.    

  Xena menaikan sebelah alisnya. "Memangnya aku kenapa?"    

  Vrans mendengus menyesali pertanyaannya. Sudah jelas Xena tidak ingin menjawabnya.     

  "Lupakan."    

  Keheningan mulai menyelimuti keadaan. Xena yang biasanya cerewet, pagi ini tidak. Merasa ada yang mengganjal di hati Vrans mengetahui gadis ini tidak seceria biasanya. Astaga ada apa dengannya?!    

  "Apapun masalahnya, mulai sekarang, aku akan menjagamu."    

  Throwback off    

  Senyum lebar tercetak manis di wajah Xena kini. Dadanya bergemuruh hebat. Hanya ucapan sederhana dari Vrans, tapi mampu membuatnya melayang sampai ke langit yang teratas. Astaga!    

  Namun senyumnya perlahan memudar melihat postur tubuh yang sangat mirip dengan laki-laki yang kini sangat ia benci. Nathaniel Gio Alvaro. Menurutnya Niel sangat tidak pantas bertindak seperti kemarin. Apa-apaan mereka baru kenal beberapa hari tapi laki-laki itu sudah bertindak sangat jauh kepadanya.    

  Tidak ingin tertangkap basah, ia segera bersembunyi dibelakang mobil Vrans dengan gemetar dan takut. Ia sangat yakin pendekatan kemarin itu bukan murni atas kemauan Tasya dan Liam. Pasti ada sesuatu yang tidak ia ketahui. Ditambah lagi dirinya yang sedang kabur pastinya Tasya dan Liam menyuruh Niel untuk membawanya pulang. Ia tidak mau!    

  "Ekhem.."    

  Dada Xena bergemuruh, keringat mulai membasahi pelipisnya. Tidak, ia tidak ingin tertangkap. Tuhan, tolong aku, pikirnya.    

  "Kamu boleh bawa aku sekarang, asal jangan lanjutin pendekatan kita. Aku mohon sama kamu, bilang ke mommy dan daddy untuk batalin kegilaan ini. Tolong jangan paksa aku lagi. Aku mohon..." Lirih Xena dengan suara yang semakin tercekat. Tenggorokannya terasa kering, air matanya sudah jatuh sempurna membasahi pipinya. "Aku benci sama kamu, Niel. Tolong jauhin aku..."    

  Tiba-tiba, tubuhnya di dekap oleh seseorang. Tubuhnya menegang, tunggu, aroma ini.... Aroma maskulin yang beberapa hari ini menjadi candu untuknya. Ia tidak memberontak, sungguh ia sangat membutuhkan sebuah pelukan untuk menenangkan dirinya. Ia takut dengan Niel yang seperti terobsesi padanya.    

  "Vrans.. Ak-- aku takut.."     

  Telapak tangan besar milik Vrans mulai terulur dan mengelus puncak kepala gadis yang berada di dekapannya. Menyalurkan kekuatan dan seolah mengatakan jika ini semua akan baik-baik saja.    

  Dan kini, perasaan Vrans jatuh pada Xena. Entah dari kapan.    

  ...    

  Hari ini adalah hari yang sangat aneh bagi Vrans. Tidur satu ranjang dengan Xena, berangkat ke kantor berasa dengan gadis aneh itu, membelikan gadis itu sarapan, dan mengajaknya pulang bersama. Ah sepertinya ia sudah kehilangan akal sehat.    

  Ia keluar dari ruang kerjanya, bersiap menghampiri Xena yang sudah menunggu dirinya di parkiran. Langkahnya terhenti, melihat seorang laki-laki yang mengenakan tuxedo berwarna hitam yang melangkah kearahnya.    

  "Tuan Vrans Moreo Luis, benar?"    

  Vrans mengangguk singkat dan mulai memancarkan aura kekuasaannya. "Ya."    

  "Baguslah tidak salah orang. Perkenalkan, saya Nathaniel Gio Alvaro. Apa Xena Carleta Anderson selaku sekretaris utama di perusahaan ini sudah pulang?" Ucap laki-laki itu sambil menyisir rambutnya ke belakang.    

  Vrans menaikkan sebelah alisnya. Apa laki-laki ini adalah kekasih si gadis Pluto? Ah ia tidak yakin mengingat Xena yang sangat gencar mendekatinya seperti tidak tahu malu.    

  "Tidak tahu."    

  Bohong. Vrans sangat yakin laki-laki ini menyembunyikan sesuatu, yang entah ia tidak tahu kebenarannya. Ia merasa tidak yakin saja dengan laki-laki yang bernama Nathaniel ini.     

  "Sebaiknya anda keluar dari perusahaan saya, mengingat kamu adalah orang asing dan seenaknya masuk ke dalam sini." Ucap Vrans dingin, menatap tajam Niel yang berdiri tegang di hadapannya. Nyali Niel menciut merasakan hawa mengerikan yang terpancar dari tubuh Vrans.    

  Dan tanpa ingin berlama-lama lagi, Niel mengangguk lalu pergi meninggalkan dirinya.     

  Vrans menghela napas. Bisa-bisanya orang asing masuk dengan seenaknya seperti ini. Ia berjanji akan mengganti security yang berjaga di perusahaan ini nanti. Tidak becus!    

  Melihat keadaan parkir basement yang sepi, membuat Vrans yakin jika Xena sudah pergi meninggalkan dirinya. ia berdecak kesal. Pasti karena laki-laki tadi yang mengaku sebagai kekasih Xena. Tunggu, mengaku? Padahal itu hanya sugesti yang dibuatnya.     

  Sepertinya Vrans sedikit tidak suka mengenai kedatangan Niel tadi.    

  Ia hendak membuka pintu mobilnya sebelum pendengarannya menangkap isak tangis kecil seseorang. Ia berjalan mengitari mobilnya, dan melihat seorang gadis yang sedang berjongkok disana. Gadis itu adalah Xena.    

  Tubuhnya terlihat gemetar, entah karena efek menangis atau ada hal lain yang ia takuti. Pikirannya kembali teringat mengenai Niel. Pasti ada sesuatu!    

  "Ekhem.." dehem Vrans.    

  Ia melihat tubuh Xena yang menegang. Isak tangisnya semakin terdengar jelas, sangat memilukan.    

  "Kamu boleh bawa aku sekarang, asal jangan lanjutin pendekatan kita. Aku mohon sama kamu, bilang ke mommy dan daddy untuk batalin kegilaan ini. Tolong jangan paksa aku lagi. Aku mohon..." Lirih gadis itu dengan suara yang semakin pelan. "Aku benci sama kamu, Niel. Tolonglonh jauhin aku..."    

  Deg    

  Dada Vrans bergemuruh hebat. Apa tadi katanya? Pendekatan Xena dengan Niel? Apa mereka dijodohkan? Ah seperti Damian dan Klarisa saja. Ah berhenti Vrans, buang sementara pikiranmu tentang Klarisa, pikirnya.    

  Terbesit rasa kasihan di pikiran Vrans. Ia tidak tau dan tidak mengerti apa yang dialami Xena selama ini. Yang pasti gadis ini tidak sekuat apa yang orang lain lihat. Mungkin dirinyalah orang pertama yang menyaksikan betapa hancurnya seorang Xena Carleta Anderson. Gadis yang memiliki segalanya, bahkan hampir tidak ada celah 'tidak sempurna' dalam hidupnya. Setidaknya itu yang orang lain pikirkan kini, namun tidak lagi dengan dirinya.    

  Vrans menyamakan dirinya dengan Xena, lalu memeluk hangat sosok itu dengan sayang. Sayang? Entahlah, biarkan seperti ini terlebih dahulu. Ia hanya takut obsesi dengan Klarisa.    

  "Vrans.. Ak- aku takut.."    

  Ia semakin mempererat pelukannya pada tubuh mungil Xena dan mulai mengelus puncak kepala gadis itu dengan lembut. Astaga ia benar-benar tidak kuat melihat gadis aneh ini menjadi rapuh dan tidak berdaya.     

  Hari ini, tanpa Vrans sadari, ia mulai jatuh pada pesona seorang Xena. Hati bekunya sudah menemukan titik terang dan mulai mengubur segala rasa sakit yang hadir karena cintanya pada Klarisa.    

  Biarkan semuanya seperti ini terlebih dahulu. Bagaimana nantinya, takdir akan menjawab semuanya.    

  ...    

  Next chapter...    

  :red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.