My Coldest CEO

Enam



Enam

0  Vrans menutup layar laptopnya sambil merenggangkan kedua tangannya. Badannya terasa remuk mengingat kerjaannya hanya duduk saja sambil menatap laptop selama berjam-jam. Matanya juga mulai sakit, sepertinya ia harus ke optik untuk membeli kacamata anti radiasi. Ia merapihkan ruang kerjanya, menata beberapa barang kembali ke tempatnya. Setelah itu kakinya melangkah keluar ruang kerjanya dengan tangan tangan yang membawa tas kerja bewarna hitam, sedangkan tangan kirinya sudah ia masukan kedalam saku celana.    

  "Ih ini gimana sih caranya, aku tidak sampai."    

  Perhatian Vrans teralih begitu melihat seseorang yang sibuk menggapai rak buku paling atas untuk mengembalikan majalah yang baru selesai ia baca. Lembur tidak, tapi ia menghabiskan waktu untuk membaca majalah fashion. Sangat kurang kerjaan!    

  "Kenapa sih harus setinggi ini, perasaan tadi tidak terlalu tinggi." Protes gadis itu yang sudah mulai menyerah sambil menyeka keringat yang menetes di pelipisnya.    

  Vrans menyipitkan matanya. Melihat sosok gadis itu. Ia mengenalinya, gadis aneh dari pluto. Kenapa dia masih berada di kantor? Padahal dirinya tidak menyuruh gadis itu untuk lembur. Gadis aneh! Entah kenapa, kakinya melangkah untuk mendekati Xena yang sedang merapalkan kalimat, mengutuk lemari yang menjulang tinggi dihadapannya.    

  "Merepotkan." Ucap Vrans sambil mengambil alih majalah yang berada di tangan Xena dengan kasar, membuat gadis itu tersentak kaget.    

  Vrans mulai menaruh majalah itu kembali di susunan buku paling atas. Xena menahan napasnya karena kini wajahnya sangat dekat dengan dada bidang Vrans. Jika ia gadis yang tidak tahu diri, mungkin ia sudah memeluk tubuh atletis laki-laki ini. Membayangkannya saja membuat dirinya meleleh.    

  Vrans menatap datar gadis yang sedang menatap dirinya dengan mata berbinar. Ia tidak peduli, gadis itu benar-benar merepotkan.    

  "Terimakasih sayang." Ucap Xena senang.     

  "Ya."    

  Vrans melangkah pergi menjauh dari Xena. Ia yakin gadis itu sedang berhalusinasi yang berlebihan mengenai dirinya. Ia juga merutuki dirinya sendiri kenapa harus membantu gadis itu yang hanya membuat dia besar kepala. Astaga Vrans bodoh!    

  Berusaha tidak menghiraukan ucapan Xena yang sudah mengikuti dirinya dari belakang, ia mulai masuk ke dalam mobil kesayangannya, Ferrari Pininfarina Sergio.    

  harga mobil ini bisa berada di sekitar angka US$ 3,2 juta atau sekitar Rp 38,8 miliar dan membuatnya menjadi salah satu Ferrari paling mahal yang pernah dibuat.    

  Ia mulai menjalankan mobilnya keluar dari parkir basement di perusahaannya. Jalan raya di kota New York memang terbilang tidak terlalu ramai karena setiap detik ribuan orang berlalu-lalang dengan berjalan kaki.    

  Hari ini Leo menyuruhnya untuk pulang tepat waktu karena ayahnya itu ingin menghabiskan waktu makan malam dengan putranya ini. Enak sekali jadi Leo, bisa dengan bebas terbang dari London ke NY tanpa harus memikirkan perusahaannya. Sultan bebas!    

  Hubungan Vrans dengan Leo terbilang sangat dekat, seperti layaknya teman. Ibunya? Entah ia sudah mengubur sejak lama kejadian naas yang merenggut hidup ibunya. Ah sudah tidak perlu di bahas, tidak penting hanya membuat rasa sesak semakin terasa di hatinya.    

  Memarkirkan mobilnya dengan sempurna di halaman mansion-nya. Ia berjalan menghampiri Ciko, bartender yang di bayar ayahnya, meminta laki-laki itu untuk membuatkannya blue ocean mocktail.    

  "Tuan, tadi ada telpon dari sekretaris anda." Ucap Ciko sambil menyajikan mocktail itu ke hadapan Vrans.    

  Vrans mengernyitkan dahinya. "Orlin?"    

  Ciko menggeleng kuat. Lalu menyebutkan nama seseorang yang sangat di kenali Vrans. Ternyata si gadis pluto.    

  ...    

  Taco Bell    

  Manhattan, New York, Amerika Serikat    

  Sepulang dari kantor, Xena tiba-tiba mengajak Orlin untuk makan taco, makanan andalan kesukaan mereka. Senyum Xena kian melebar mengingat tingkah Vrans padanya hari ini. Ia yakin seratus persen jika laki-laki itu sudah mulai peduli padanya. Terlalu percaya diri? Itu memang sudah sifatnya!    

  Orlin pun yang tengah melahap lapar taco yang sudah disediakan dengan berbagai macam jenis dan rasa tidak ingin membuang-buang waktunya untuk mendengarkan celotehan tidak penting Xena mengenai Vrans. Food is number one, katanya.    

  "Aku pikir dia sudah mulai suka deh sama aku, Lin."     

  Orlin tersedak lalu dengan cepat meneguk minumannya. "Hampir aja nyawa aku melayang gara-gara ucapan halusinasi kamu, Na."    

  Xena mengangkat bahunya acuh, lalu memakan taco pesanannya dengan semangat. Enak sekali!    

  Taco merupakan makanan kebangsaan Xena dengan Orlin. Sehari tanpa taco saja membuat hari-hari mereka terasa kurang lengkap. Dibandingkan dengan laki-laki, taco itu segalanya. Kalian belum pernah nyoba langsung ke New York kan? Sepertinya kalian harus kesana karena ini benar-benar enak!     

  "Hai, Xena."    

  Xena melihat Niel dengan sebuah taco dan minuman di tangannya. "Hai, Niel. Sebentar, biar aku tebak, pasti kamu sudah kehabisan tempat duduk kan?"    

  Niel hanya terkekeh dan mengangguk. Tanpa meminta izin dari Xena seperti pertama kali mereka bertemu, Niel sudah duduk di kursi.    

  Orlin menatap Niel dengan mulut terbuka. Astaga laki-laki ini tampan sekali! Ya walaupun Vrans lebih tampan daripada ini, ya setidaknya tetap saja tampan. Ia melirik Xena dan memberi kode sahabatnya itu untuk mengenalkan dirinya dengan Niel.     

  Untung saja Xena kali ini paham!    

  "Niel, ini temanku, Namanya Roseline Damica, sahabat baikku di kantor." Ucap Xena sambil menunjuk Orlin dengan tangannya yang penuh menggenggam taco.     

  Niel tersenyum simpul. "Nathaniel Gio Alvaro." Ucapnya dengan malas, ia sama sekali tidak tertarik dengan gadis manapun kecuali...    

  Niel mengaku jika memang dari awal sudah tertarik dengan Xena. Pasalnya ia tidak suka dengan, siapa tadi namanya? Orlin? Iya, dia, menurutnya gadis itu terlalu berlebihan memakai make up. Berbeda dengan Xena yang kesehariannya mungkin hanya memakai lip balm sebagai pelembab bibir.    

  "Hai, aku Orlin."    

  Dasar Orlin tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengapa laki-laki tampan seperti Niel.     

  Niel hanya mengangguk dan mulai fokus menatap taco-nya. Xena yang melihat perbedaan sifat laki-laki itu terhadap Orlin mengerutkan dahinya. Ada apa ini?    

  "Kamu habis pulang kerja, Na?" Ucap Niel memecah keheningan. Ia bingung pasalnya kini Xena masih memakai pakaian kerjanya, sedangkan Orlin yang katanya adalah sahabat di kantor sudah memakai pakaian santai.    

  Xena mengangguk kuat. "Iya nih, tadi aku pulang telat soalnya habis baca majalah fashion."    

  "Biasa, dia nunggu pacar halusinasinya. Berharap kisah cintanya tidak bertepuk sebelah tangan." Ucap Orlin sambil mendelikkan matanya. Ia kesal dengan tingkah Xena. Menurutnya laki-laki seperti Vrans hanya cocok dicintai dalam diam.    

  "Ih apasih, itu kan kebetulan." Balas Xena yang kini kedua pipinya sudah memerah sempurna seperti tomat.    

  Niel mengangkat sebelah alisnya. Jadi, gadis ini ternyata sedang menyukai seseorang? Sepertinya dirinya sudah tertinggal jauh di belakang. Ia harus bergerak cepat. Karena menurut penjelasan Orlin tadi, kemungkinan besar laki-laki yang disukai Xena tidak menyukai gadis itu balik.    

  Oke, ia akan bertindak cepat. Lihat saja!    

  ...    

  Next chapter...    

  :red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.