My Coldest CEO

Lima



Lima

0  "HAI VRANS!"    

  Vrans menatap hangat gadis yang terlihat sedang melambaikan tangannya di layar ponsel. Kini dirinya sedang melakukan video call dengan gadis yang selalu memenuhi relung hatinya. Senyumnya kian melebar melihat gadis itu semakin terlihat cantik dengan rambut yang di cepol, menampilkan rahangnya yang terukir sempurna. Rasa sesak yang beberapa hari ini ia rasakan, hilang begitu saja saat melihat wajah gadis yang ia rindukan itu.    

  Siapa lagi jika bukan Klarisa Vanaya Wesley yang berhasil memporak porandakan hati Vrans?    

  "Hai, Klarisa. Ada apa?"     

  "Aku sangat bosan karena Damian saat ini sedang bekerja. Dan aku bersama Eric sekarang -- Eric, say hai."    

  Layar ponsel tiba-tiba menampilkan sosok laki-laki yang berpakaian jas cook andalannya, ia terlihat sedang memasak sesuatu. Vrans yakin jika gadis itu sedang berada di pantry dekat kitchen.    

  "Hai, sir."    

  "Aku juga rindu sekali sama kamu. Kamu kapan pulang ke London? Atau aku perlu meminta pada Damian untuk menemui kamu di New York?" Ucap Klarisa sambil mengerucutkan bibirnya. Jika Vrans berada di samping gadis itu sekarang, ia beribu yakin akan mengacak gemas puncak kepala Klarisa. Gadis itu sangat lucu!    

  "Tidak perlu, Klarisa. Aku disini masih banyak sekali pekerjaan." Ucap Vrans sambil sesekali membaca email masuk dari Erica yang mengatakan pada dirinya untuk memeriksa dokumen tersebut.    

  Terlihat disana Klarisa menatap Vrans dengan serius, membuat wajah laki-laki ini memerah padam.    

  "Hentikan, Klarisa. Jangan melihatku seperti itu."     

  "Apa? Kenapa? Memangnya kenapa?"    

  Vrans gelagapan. Astaga lihat saja sekarang dirinya seperti kucing yang tertangkap karena mencuri makanan. Sifatnya pada Klarisa sangat teramat mudah di tebak jika dirinya masih saja menyukai gadis itu. Menyebalkan!    

  "Mmm-ya, ti-tidak masalah sih."    

  Diseberang sana Klarisa tertawa puas. Ia sangat suka sekali menjahili Vrans seperti ini. Lucu katanya.     

  Perihal Damian, laki-laki itu setuju saja jika Klarisa bersikap seperti ini pada Vrans. Ia juga tau saat Klarisa memposting foto Vrans di akun sosial media miliknya, Damian mengizinkan hal itu. Damian baik kan? Dia sempurna, sangat sempurna!    

  Tubuh Vrans terpaku melihat wajah Klarisa yang kini terbilang sangat manis. Tawa itu, Vrans rindu. Apalagi momen perang saus saat berjalan-jalan berdua Klarisa di salah satu pusat perbelanjaan di London. Ah, ia menjadi teringat semuanya.    

  "SAYANG!"    

  Senyum Vrans luntur seketika mendengar teriakan itu. Ia tau siapa si pengganggu hari-harinya. Siapa lagi kalau bukan Xena?    

  Vrans menoleh ke arah seorang gadis yang kini dengan senyum lebar berjalan ke arahnya sesantai mungkin, ia mengangkat sebelah alisnya seolah-olah mengatakan 'ada apa?'    

  "Siapa itu Vrans? Kamu sudah memiliki kekasih?" Tanya Klarisa di seberang sana.    

  Menghiraukan kedatangan Xena, mata Vrans kembali menatap layar ponsel menampilkan penuh wajah cantik Klarisa. Ah sangat menyejukkan hati daripada meladeni kedatangan gadis aneh itu.    

  "Bukan, siapa-siapa. Yasudah ya, aku ingin melanjutkan pekerjaanku. Sepertinya sudah menumpuk, kamu jangan lupa makan. Nanti aku akan mengirimkan cokelat untuk mu, semoga saja tidak meleleh dalam perjalanan. Aku akan menyuruh Derren untuk mengendarai jet pribadiku ke London. Sampai jumpa."    

  "Asik aku dapat cokelat. Siap komandan, Klarisa akan makan nanti setelah Eric selesai memasak. Aku tunggu cokelatnya. Bye!" Pekik Klarisa dengan semangat.    

  Vrans mengangguk dan tersenyum, lalu mematikan sambungan ponselnya. Ia kembali menatap layar laptopnya tanpa menghiraukan Xena yang mematung dengan mulut terbuka lebar.     

  "Hai tuan, itu tadi pacar kamu?"    

  "Bukan urusanmu."    

  "Bukankah Klarisa sudah mempunyai suami?"    

  "Iya."    

  "Lalu?"    

  "Silahkan pergi atau ku pecat."    

  Sial, Vrans benar-benar kesal dengan Xena yang terlalu penasaran dengan masalah pribadinya. Ia tidak suka dengan orang yang terlalu penasaran seperti ini. Sangat tidak beretika!    

  Xena mengerutkan bibirnya. "Aku hanya ingin memberikan ini." Ucapnya sambil memberikan kotak bekal ke meja kerja Vrans. "Aku membuatkan salad untuk makan siang kamu, dimakan ya."    

  Vrans menatap aneh kotak bekal itu dan mengambilnya. "Ini?"    

  Gadis di hadapannya mengangguk senang dengan wajah berbinar. Namun kesenangan Xena tidak bisa dibilang lama karena sedetik kemudian Vrans membuang kotak bekal itu ke tempat sampah yang berada di samping meja kerjanya.     

  "Pergi."    

  Lutut Xena terasa lemas. Tapi bukan Xena namanya jika menyerah begitu saja. "Yaudah besok aku akan membawakan kamu bekal yang lainnya lagi. Sampai jumpa."    

  Vrans diam saja tanpa ingin melihat ke arah Xena sedikitpun. Ia memijat pelipisnya, apa tidak bisa ia senang sebentar saja? Gadis aneh itu seperti benalu dihidupnya!    

  Tidak, Vrans juga tidak ingin bersikap sekasar ini. Tapi jika kalian berada diposisi Vrans, pasti kalian akan merasakan bagaimana jengahnya menghadapi sosok manusia pluto itu. Membuat kalian naik darah saat melihat wajahnya. Menyebalkan!    

  Sedangkan di sisi lain, Xena memasuki ruang kerjanya dengan tidak bersemangat. Wajahnya berubah menjadi sendu begitu keluar dari ruangan Vrans. Ia tidak menyangka akan diperlakukan seperti ini. Ya salah dia juga sih telah menyukai bongkahan es batu!    

  "Kenapa kamu?" Tanya Erica begitu melihat Xena yang duduk di bangku kerjanya dengan lesu. Ada yang tidak beres!    

  Xena menggeleng lalu mengerutkan bibirnya. "AKU SANGAT KESAL, HUAA!"    

  "Kenapa? Ditolak mentah-mentah ya kotak bekal kamu? Kan aku sudah mengingatkan jangan terlalu berlebihan." Ucap Erica sambil menyesap flat whitenya, katanya supaya tidak mengantuk saat sedang berkerja.    

  "IYA IH KENAPA SIH DIA TIDAK BISA MENGHARGAI PERJUANGAN AKU, DIKIT AJA!" teriak Xena menggebu-gebu. Untung saja setiap ruangan di perusahaan ini kedap suara. Kalau tidak, Erica yakin Xena akan di demo karyawan lain karena suka sekali berteriak, dasar menyebalkan!    

  "Salah sendiri jatuh cinta pada orang yang salah. Es batu di sukai." Ucap Erica acuh tak acuk sambil mengangkat bahunya. Ia kembali fokus meneliti email dari Vrans. Ia tidak tau kenapa Vrans lebih suka memberi email padanya dibandingkan dengan Xena, dan nanti dirinyalah yang membagi tugas dengan Xena. Kalian ada yang tau kenapa Vrans bersikap seperti itu?    

  Berbeda dengan Erica yang sudah berkutat dengan laptopnya, kini Xena mengambil ponselnya dan mengirimi pesan menghujam kepada Vrans.    

  Bos(ayang)    

  VRANS SAYANG!    

  Bos(ayang)    

  Besok pokoknya gak boleh buang makanan dari aku lagi!    

  Bos(ayang)    

  Susah tau buatnya bagi aku yang tidak terlalu pandai masak, huh    

  Bos(ayang)    

  Besok aku bawakan lagi saat makan siang    

  Bos(ayang)    

  Byeeee!    

  Seakan belum puas dan belum cukup sakit hati dengan sifat Vrans, ia tersenyum lebar menatap layar ponselnya. Ia yakin Vrans membaca pesannya ini walau sekilas. Lihat saja ia akan membuat Vrans jatuh cinta padanya. Astaga memikirkannya saja sudah membuat dirinya melayang!    

  Oke berhenti, Xena. Kamu membuang-buang waktu bekerjamu. Sekarang saatnya fokus untuk menatap laptop seperti apa yang di lakukan Orlin. Ia mulai serius mengerjakan beberapa dokumen.     

  Tanpa dirinya, Luis Company bukan apa-apa. Kalian tidak percaya? Lihat saja 6 bulan lagi perusahaan ini akan kehilangan tumpuannya jika Vrans bersungguh-sungguh ingin mengeluarkan dirinya. Tapi argh, rasanya tidak rela meninggalkan tempat ini sedangkan masa depannya saja masih disini.    

  Sudahlah, pikirannya mulai berhalusinasi yang berlebihan. Apa yang terjadi selanjutnya, ia akan menerima dengan lapang dada. Iyakan?    

  ...    

  Next chapter...    

  :red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.