My Coldest CEO

Tiga puluh empat



Tiga puluh empat

  Siapa yang rindu dengan ketiga gadis yang berstatus sahabatan ini? Iya, siapa lagi kalau bukan Xena, Orlin, dan Erica. Mereka disini sudah duduk membuat lingkaran tidak sempurna karena memang jumlah mereka hanya tiga orang.     

  "Yang kalah traktir taco." Ucap Orlin dengan tersenyum puas. Ia sudah memikirkan siapa yang kalah kali ini, jangan salah ya feeling-nya ini sangatlah kuat. Jangan berani meragukan Orlin!    

  "Ah tidak mau." Protes Erica sambil menyembunyikan dompet hitam di balik tubuhnya. Ia tidak ingin Orlin dengan rakusnya memesan 5 porsi taco sekaligus oleh-oleh untuk dibawa pulang ke rumah. Gadis itu memang menyebalkan. "Bisa-bisa bangkrut aku."    

  Gelak tawa Xena dan Orlin memenuhi sudut kamar Erica membuat sang empunya kamar mendengus kesal. Ia sebenarnya tidak ingin bermain ini semua, ia lemah dalam melempar dadu. Namun dengan paksaan Orlin yang sangat heboh sekaligus bujukan Xena yang mengancam tidak ingin masuk kantor sampai seminggu, membuat dirinya mau tidak mau ikut bermain. Bayangkan suksesnya Luis Company yang membuat karyawan tidak pernah memiliki waktu senggang, apalagi bekerja tanpa sekretaris utama. Big no!     

  "KALAU XENA MENANG, XENA MAU MINTA BELIIN ES KRIM YANG BANYAK BANGET!" Pekik Xena dengan penuh semangat sambil meninju udara. Ia sudah memikirkan kulkasnya pasti akan di penuhi berbagai macam aneka rasa es krim.    

  Jangan sampai kalah, Erica. Batin Erica.    

  "Jangan pelit, Ca!" Ucap Orlin dengan kesal, ia menatap tajam Erica membuat gadis itu meneguk salivanya dengan susah payah. Jangan membuat Orlin dalam mode ganas, bisa gawat.    

  "Iya ih bawel."    

  Mereka menatap papan permainan dengan serius, mereka benar-benar ingin menang, namun sayangnya hanya boleh ada dua pemenang. Peraturan seperti apa itu?     

  "Yes, aku dapat dadu angka enam!" Pekik Xena dengan senyum yang sudah merekah, ia dengan gesit memindahkan pion bewarna biru miliknya dengan semangat.     

  Erica yang melihat itu mendengus sebal, sekarang para sahabatnya sudah berapa jauh di depannya. Ia mencium bau kekalahan untuk dirinya sendiri.    

  Sesuai dengan peraturan, jika mendapat dadu angka enam, maka di persilahkan untuk mengocok dadu satu kesempatan lagi, seperti kesempatan ganda.     

  "Keren Xena, aku kalah langkah loh." Pekik Orlin ketika melihat dadu yang di lempar oleh Xena kembali menunjukkan angka enam. Poor you, Erica.    

  Permainan berlangsung begitu lama, kira-kira satu jam karena mereka lebih banyak bercanda dan tertawa. Menjahili satu sama lain dengan bedak yang sudah tersedia jika salah satu dari mereka masuk ke dalam penjara, maka wajah pemilik pion yang masuk ke dalam penjara akan di coret menggunakan bedak.     

  Permainan yang sangat kekanak-kanakan, namun terasa sangat seru bagi mereka. Dari pada bermain ponsel terus menerus lebih baik seperti ini, bukan?    

  "YES, AKU SELANGKAH DI DEPAN KAMU SEMUA. AKU MENANG!" Teriak Xena dengan keras sambil bangkit dari duduknya dan mulai menari seperti membuat yel-yel kemenangan.     

  Erica mengacak rambutnya frustasi. "Udahlah aku saja yang kalah!" Pekiknya sambil menjatuhkan tubuhnya di karpet lembut yang menghiasi ubin kamarnya. Ia menyerah, lebih baik seperti itu.    

  Orlin yang mendengar pengakuan kekalahan dari Erica ikut menari-nari dengan Xena. Menyerukan kata 'makan taco, makan taco' secara lantang.    

  Erica terkekeh melihat kelakuan kedua temannya yang sifatnya sangat berbanding terbalik dengan dirinya. Ia segera mengambil ponsel dan menghubungi call center Taco yang biasa mereka pesan.     

  "Kita hebat!"    

  Xena ber-tos ria dengan Orlin. Akhirnya mereka menang, memang dalam permainan ini selalu diawali dengan kemenangan Xena dan diakhiri dengan kekalahan Erica. Namun hal itu sama sekali tidak membuat mereka bosan. Mungkin sudah terhitung jumlah kekalahan Erica selama ini, dan banyaknya uang yang gadis itu keluarkan untuk mereka.     

  Namun menurut Erica, uang tidak bisa di bandingkan dengan sebuah persahabatan. Uang mudah untuk di cari, namun kesetiaan seseorang sangat sulit untuk dipertahankan. Dan kini, Erica tidak merasa terbebani dengan Xena dan Orlin.    

  "Diam, Na, Lin. Nanti operatornya tidak mendengar apa pesanan ku tadi. Kalian berisik sekali."    

  ...    

  Xena mengelus perutnya yang terasa sedikit membuncit karena benar-benar menghabiskan lima taco sekaligus saat berada di rumah Erica tadi. Ia melirik ke arah Vrans yang fokus menyetir sambil menyanyikan sebuah lagu Ed Sheeran.     

  "Jangan bernyanyi, Bosayang."    

  Terlihat Vrans menaikkan sebelah alisnya meminta penjelasan atas perkataan Xena barusan. "Kenapa?"    

  Laki-laki itu jarang sekali menoleh ketika berbicara di dalam mobil, bahaya katanya. Ia ingin melindungi dirinya dan orang yang berada di dalam mobilnya. Sangat teramat mematuhi peraturan dalam berkendara. Sepertinya Vrans merupakan sosok laki-laki yang sempurna.    

  "Suara kamu membuat aku meleleh." Ucap Xena sambil memeluk lengan Vrans dengan erat, bersandar disana menjadikan lengan laki-laki itu menjadi tempat ternyaman yang ia suka kunjungi. Sekarang ia bebas untuk memeluk atau bahkan bertindak mesra dengan Vrans.    

  Vrans terkekeh. "Terus aku harus apa?"    

  Seolah-olah sedang berpikir, Xena menyangga dagu dengan tangan tangan kirinya. "Lamar aku, mungkin?"    

  Lagi-lagi Vrans terkekeh. Gadis itu benar-benar sangat ingin di lamar olehnya dan menanyakan kepada Leo melalui telepon apa dirinya sudah pantas menikah dengan putranya atau belum. Sudah jelas jawaban Leo itu seperti apa, pasti laki-laki paruh baya itu setuju karena Xena merupakan karyawan kesayangan yang ia miliki.     

  "Nanti saja, Xena. Aku belum memikirkan hal itu." Ucap Vrans yang masih setia menatap lurus ke arah jalanan.     

  Xena mendengus kesal mendengar ucapan Vrans. Dasar laki-laki menyebalkan! Meminta kepastian selalu saja menggantung hati para gadis. Memangnya tidak lelah memiliki hubungan tanpa kejelasan yang lebih serius? Ia juga ingin seperti Klarisa dan Damian. Aish, pasangan yang sangat romantis.     

  "Terserah kamu deh, aku malas." Ucap Xena sambil menjauhkan tubuhnya pada Vrans. Rasa kenyang yang ia rasakan menguap begitu saja tergantikan dengan rasa kesal.    

  Vrans terkekeh mengetahui Xena yang tengah merajuk padanya. Ia melirik sekilas gadis itu, lalu tersenyum mendapati wajah Xena yang sudah memerah padam.    

  "Maafkan aku."    

  Xena diam saja.    

  "Gadis pluto, maafkan aku."    

  Tidak ada jawaban.    

  "Sayang..." Ucap Vrans dengan lebih lembut. Ia sangat hafal dengan sifat Xena yang satu ini.    

  Xena menoleh ke arah Vrans, akhirnya laki-laki itu menggilanya dengan sebutan sayang. "Kalau minta maaf itu yang benar!"    

  Vrans terkekeh. "Aku minta maaf ya kesayangan Vrans Moreo Luis yang paling cantik."    

  Hanya kalimat itu, namun mampu membuat rongga dada Xena di penuhi oleh kupu-kupu yang beterbangan. Senyumnya merekah. "Nah gitu dong, aku sayang sama kamu."    

  "Aku juga sayang kamu, Xena. Nanti, mau minta berapa box pizza supaya mood kamu kembali naik?"    

  "Satu saja di tambah big mac dan boba."    

  "Itu saja?"    

  "Iya, Bosayang."    

  "Kamu tidak ingin ciuman ku untuk memperbaiki suasana hati mu?"    

  Tidak perlu ditanya, kini Xena sudah berteriak gemas dengan perkataan Vrans barusan. Rona di pipinya menjalar sampai ke telinga.    

  ...    

  Next chapter...    

  :red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.