My Coldest CEO

Empat



Empat

0  CENTRAL PARK, NEW YORK    

  :round_pushpin:Manhattan, New York City, Amerika Serikat    

  Setiap tahunnya, taman ini dikunjungi sekitar 25 juta orang, dan sekaligus taman yang paling banyak didatangi orang di Amerika Serikat.    

  Xena duduk di tepi danau yang terbentang luas di taman ini. Ia memandangi birunya air danau sambil sesekali menghela napas kasarnya.    

  Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan mommy dan daddy-nya yang sudah ke 22 tahun lamanya. Dan sudah hampir 5 tahun belakangan ini, mommy-nya terus menerus menghilangkan tanggal ini di kalender rumah, dan bersikap seolah-olah hari ini tidak pernah terjadi.     

  Tasya Zudith Anderson, istri dari Liam Anderson, ayahnya. Sudah 5 tahun ini pula pernikahan mereka seperti berada diambang kehancuran. Xena juga tidak mengerti, Tasya dan Liam masih bertahan sejauh ini itu sebenarnya untuk apa? Bahkan ia tidak mengerti bagaimana pikiran orang dewasa. Ah hampir kelupaan, ia juga sudah dewasa!    

  Terkadang semua yang terlihat baik-baik saja justru bisa menjadi sangat menyakitkan.    

  Udara yang tidak terlalu terik siang ini, membuat Xena suka berlama-lama di taman yang memang selalu ramai. Ia mulai menggoyangkan kakinya ke depan dan kebelakang karena sangat bingung dengan hari ini. Jika orang tuanya berpisah, apa ia tetap akan menjadi keluarga Anderson?    

  Tuhan, semoga saja semuanya membaik.    

  "Xena!"    

  Suara itu, siapa lagi kalau bukan Orlin? Iya benar tadi ia pergi kesini tentunya tidak sendirian. Ia mengajak Orlin karena hari ini hari minggu, hari libur kerja. Tadi sahabatnya itu ingin buang air kecil dan mencari toilet dengan segera, meninggalkan Xena yang masih tertawa geli karenanya.    

  "Lama banget, kamu nabung di toilet ya?" Ucap Xena sambil memicingkan kedua matanya. Menatap meneliti tubuh Orlin dari atas sampai bawah seperti layaknya seorang detektif.    

  Orlin mengumpat, lalu menjitak keras kepala Xena membuat gadis itu meringis.    

  "Kalau ngomong mending dipikir dua kali deh, Na. Biar aku tidak terlalu emosi mendengarnya!"    

  Xena hanya memasang senyum konyol andalannya. "Habisnya lama banget, aku hampir lumutan, tau!"    

  Orlin memutar bola matanya. Lalu ikut duduk di samping Xena, mengarahkan dirinya untuk melihat indahnya danau di CP NY ini. Sangat memanjakan mata! Kalian harus coba kesini nanti ya, wajib kesini!    

  "Gimana kabar otak kamu, masih miring?" Tanya Orlin sambil meminum teh hijau kemasan yang tadi sempat ia beli di jalan.    

  "GAK SEHAT, LIN! OTAK AKU BENAR-BENAR MIRING, MIRING KARENA VRANS. AH GUE MAU PACARAN SAM-- pftt!"    

  Orlin segera membekap mulut Xena yang sama persis dengan petasan mercon. Berisik sekali sampai beberapa pasang mata melihat ke arah mereka dengan tatapan aneh. Sungguh sangat memalukan memiliki sahabat seperti Xena.    

  "Berisik, Na. Malu-maluin saja."    

  Xena melepaskan bekapan tangan Orlin di mulutnya, lalu ia mengerucut bibirnya. "Eh tapi serius nih aku, kayanya Vrans ada orang di hatinya deh. Aku bagaikan leburan kremesan taco."     

  Orlin menghembuskan napas lelah. Ia tahu betul bagaimana sifat Xena. Dulu gadis di sampingnya ini juga pernah mengejar laki-laki yang bahkan sama sekali tidak meliriknya. Membuat akhir yang menyakitkan. Xena yang notabenenya adalah gadis ceria dan bawel, seketika menjadi gadis yang pemurung karena patah hati. Dan apakah sekarang itu semua akan terjadi lagi? Memang Xena tidak pernah sama sekali belajar dari kesalahan, bebal!    

  "Aku memang fans banget sama Vrans, tapi ya tidak terlalu berlebihan kayak kamu, Na. Kamu serius jatuh cinta sama Vrans? Aku rasa dia orang yang susah di gapai. Aku tidak ingin kamu kayak dulu lagi ya Na. Tiga hari mogok makan, mengurung diri di kamar. Aku tidak enak sama tante Tasya sama om Liam, nanti mereka menyangka kalau aku yang buat kamu seperti itu." Ucap Orlin yang mulai menatap serius manik mata Xena.    

  Xena tercenggang. Apa Orlin sedang sakit? Tidak biasanya gadis ini bertingkah seperti ini! Wah sepertinya Orlin sakit!    

  "Kamu... Sakit, Lin?"    

  Orlin membelalakkan matanya, dan sedetik kemudian langsung menyentil kening Xena. "Punya sahabat kok bodohnya natural!"    

  ...    

  Pagi ini Vrans berenang di kolam halaman belakang mansion-nya. Katanya ingin menyejukkan pikiran karena terlalu sering memikirkan hal yang tidak penting. Ah bukan tidak penting, sebenarnya terlalu penting sampai membuat dirinya terlalu terbuai oleh sosok yang selalu hampir setiap saat berkunjung ke pikirannya.    

  Ia berenang dengan gaya dada untuk menghilangkan stres dan menyegarkan pikiran, dengan posisi kepala yang terkadang berada di bawah permukaan air.    

  Setelah terasa cukup, ia mulai keluar dari kolam, dan menuju kursi santai kayu.    

  Ia meminum segelas hot chocolate untuk menghangatkan kembali tubuhnya yang sempat kedinginan. Tubuhnya kini terasa seperti cukup rileks. Bayangan Klarisa di pikirannya sudah ia lupakan sejenak. Kini saatnya ia memejamkan kedua matanya.    

  Belum sempat mengistirahatkan matanya, ponselnya bergetar menandakan ada beberapa pesan masuk.    

  Unknown number    

  SAYANG    

  Unknown number    

  INI AKU, XENA, YUHUUUU    

  Unknown number    

  BALES DONG JANGAN DI READ AJA    

  Unknown number    

  Eits jangan terlalu percaya diri dulu ya bos di chat sama orang cantik!    

  Vrans mendengus. Gadis aneh pengganggu! "Tidak penting sama sekali."    

  Unknown number    

  Ehhh tunggu dulu! Aku hanya ingin memberi berkas penting saja kok. Harus kamu baca dulu, nanti berikan lagi ke aku.    

  Unknown number    

  Send a document    

  Tanpa membalas pesan tersebut, Vrans segera mengunduh file yang dikirimkan Xena supaya langsung tersimpan di ponselnya. Ia segera mematikan ponselnya, ia ingin istirahat sejenak. Apa tidak bisa?!    

  Vrans memejamkan matanya, ia berniat untuk tidur sebentar.     

  Throwback    

  "AAAAAHHHH MISI ADA KECOAAA!"    

  Vrans mengalihkan pandangannya pada seorang gadis yang kini sedang berlari-larian di koridor.     

  Bugh    

  Vrans yang sibuk melamun dan gadis itu yang sibuk berlari tanpa melihat depannya membuat dirinya menabrak Vrans.    

  "Eh, maaf Klarisa tidak sengaja, serius deh jangan marah, aku tidak boong." Ucap gadis tersebut yang menyebutkan namanya sendiri sambil menatap cemas laki-laki didepannya. Ia siap jika di maki habis-habisan.    

  1    

  2    

  3    

  Tidak terjadi apa-apa?    

  "Kenapa?" Tanya Vrans dengan tatapan meneliti. Ia ingin tertawa melihat wajah konyol Klarisa saat ini.    

  "Eh? Kirain kamu mau marahin aku." Ucap Klarisa sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal.    

  Vrans terkekeh, lalu menjulurkan tangannya. "Vrans Moreo Luis."    

  Klarisa tersenyum bahagia. Akhirnya ia punya teman setelah beberapa saat seperti anak hilang yang berjalan-jalan tanpa arah dengan mini bag yang setia berada di punggungnya.    

  "Aku Klarisa Vanaya Wesley."    

  Untuk pertama kalinya seorang Vrans basa-basi. Jelas-jelas semua orang kenal dengan gadis yang berada di hadapannya. Siapa yang tidak tau anak dari keluarga Wesley ini?    

  "Tadi kenapa lari-larian?" Tanya Vrans meneliti wajah Klarisa. Desiran aneh mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Apa-apaan ini?!    

  Klarisa cemberut, lalu menunjuk toilet yang memang berada tidak jauh dari pandangan mereka. "Itu disana ada kecoa."    

  "Perasaan kamu saja kali, UCL kan bersih."    

  Klarisa menjulurkan lidahnya. "Namanya hewan, mungkin ingin sekedar lewat, wle."    

  Entah ada bisikan dari mana, Vrans mengacak puncak kepala Klarisa. "Gak perlu seheboh tadi, Klarisa."    

  "Habisnya Klarisa takut, tau!"    

  Throwback off    

  Vrans membelalakkan matanya. Astaga mimpi itu lagi! Semenjak Klarisa jatuh dalam pelukan Damian, mimpi saat pertama kali dirinya bertemu dengan Klarisa selalu menghantui dan mendatangi mimpinya tanpa permisi.    

  Ia memijat pangkal hidungnya yang berdenyut. Ia pusing!     

  Vrans mengambil ponselnya, dan melihat jam berapa sekarang. Sudah jam 9 pagi! Ia tertidur selama satu jam, perasaan dirinya baru saja tertidur. Ah biarlah!    

  "Semakin aku berusaha melupakan kamu, semakin dalam juga rasa aku kepadamu, Klarisa."    

  ...    

  Next chapter...    

  :red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.