My Coldest CEO

Tiga belas



Tiga belas

0  Perang bantal.    

  Merupakan tradisi Xena, Orlin dan Erica setiap main ke rumah Orlin. Mereka sudah menggenggam masing-masing bantal keberuntungan mereka dengan mata yang semakin tajam menatap satu sama lain seperti 'jangan percaya siapapun, mereka akan membunuh mu jika kamu lengah'.    

  "MULAI!" Teriak Xena dengan rambut yang ia sudah cepol sedemikian rupa supaya tidak mengganggu penglihatan dan gerakannya.    

  Mereka mulai bergulat di atas karpet empuk, di sofa putih gading, di atas kasur milik Orlin, dan mereka juga mulai berlari-larian seperti anak kecil.    

  Kamar Orlin terlihat berantakan karna ulah perang bantal mereka.     

  "ORLIN AKU AKAN KALAHIN KAMU!" Teriak Xena dengan tawanya sambil mengejar Orlin yang jujur saja larinya sangat gesit, Xena kewalahan.    

  Tidak mau kalah dengan Xena, Erica segera mengejar Orlin yang memang mangsa utama dalam permainan ini.     

  "AAAAAA TOLONG MOMMY!!" Teriak Orlin yang sudah mulai letih. Untung saja kamarnya kedap suara, jadinya teriakan dirinya yang menggelar di seluruh sudut ruangan tidak terdengar sama sekali keluar.    

  Mereka tertawa bersama ketika bantal mengenai tubuh Orlin yang sudah melemas. Tubuh mereka jatuh di atas kasur king size milik Orlin. Napas mereka terengah-engah, namun gelak tawa belum pudar sama sekali. Menertawakan kebodohan mereka, astaga.    

  "Pantas saja tidak ada laki-laki yang ingin sama aku, tingkah aku aja seperti ini." Ucap Erica sambil terkekeh geli, ia membayangkan selama ini belum ada satupun laki-laki yang menyatakan cinta pada dirinya. Ah maksudnya bukan belum ada, tapi ada banyak yang menyatakan padanya namun ia selalu tolak mentah-mentah. Katanya ia belum sempat memikirkan cinta, lebih menarik karirnya yang terbilang sudah cukup.    

  "Iya, soalnya kamu sedikit gila." Celetuk Xena sambil melempar bantal yang di genggamannya dengan asal.    

  "Kamu lebih gila kalau lupa." Ucap Orlin sambil melempar pelan bantal yang di genggamnya ke tubuh Xena. "Dasar pelupa."    

  "Eh tapi,"    

  Xena tiba-tiba menegakkan tubuhnya, ia menatap kedua sahabatnya dengan wajah yang sok misterius. Membuat mereka benar-benar penasaran.    

  "Vrans jatuh cinta sama gue!" Seru Xena sambil tertawa menampilkan deretan giginya yang tersusun rapih.    

  Erica memutar bola matanya, "Nyesel aku penasaran sama apa yang mau kamu katakan, ternyata tidak penting." Ucapnya lalu mulai beranjak dari tidurnya dan memasuki kamar mandi khusus yang berada di kamar Orlin, wajahnya lengket penuh keringat dan ia ingin mencuci muka katanya.    

  Tersisah Xena dan Orlin disana. Orlin menatap gadis di hadapannya dengan serius. Senyum yang tadi ia tampilkan lenyap seketika. Ia meneliti Xena dari atas sampai bawah. Sebenarnya apa yang Niel lihat dari Xena?    

  "Kenapa, Lin? Jangan ngeliatin aku terus, aku tau kalau aku sangat cantik. Jangan di pertegas." Ucap Xena dengan tingkat percaya diri yang tidak pernah goyah sampai kapan pun.    

  Orlin menghela napas. Ia bimbang. Tapi hatinya sudah benar-benar jatuh pada pesona seorang Nathaniel.    

  "Tolong, Na. Jauhi Niel."    

  Tubuh Xena menegang sempurna. Apa gadis ini sudah mengetahui dirinya yang didekatkan Liam dengan Niel?    

  "Tap--"    

  "Aku mohon, Na. Entah sejak kapan, tapi aku sayang sama Niel. Dan kamu tau? Dia mutusin aku cuma buat kaku, Na. Sebegitu tidak berharganya aku di mata dia."    

  Xena menaikkan sebelah alisnya. "Maksudnya?"    

  Orlin tersenyum miring. Ia tidak ingin persahabatannya hancur. Tapi bagaimana? Dimana-mana, hati lebih penting dari segalanya.    

  "Niel sayang sama kamu, dan kamu sayang kan sama Vrans? Jauhi Niel, atau aku rebut Vrans dari kamu. Maaf jika sedikit kasar, karena kita perlu egois untuk mempertahankan apa yang seharusnya menjadi milikmu."    

  Tubuh Xena melemas. Ada apa ini? Hanya karena cinta, sahabatnya ini mulai berubah? Astaga, ia benci situasi seperti ini!    

  "Ak-- aku, oke. Lagipula aku tidak suka sedikit pun pada Niel. Dan kamu tau itu." Putus Xena pada akhirnya. Lagipula ia juga tidak menyukai Niel, oh bukan, bukan tidak menyukai tapi ia benci dengan Niel. Ia akan mempertahankan apa yang seharusnya menjadi miliknya, dan hal itu adalah Vrans. Tidak ada yang boleh menghancurkan perjuangan dirinya untuk Vrans, tidak boleh.    

  "Aku harap, kamu mengerti apa yang aku rasain, Na. Terimakasih banyak." Ucap Orlin sambil tersenyum manis, lalu berjalan memasuki kamar mandi menyusul Erica untuk mencuci wajahnya.    

  "Dan aku harap, kamu mengerti bagaimana perjuangan seorang Xena Carleta Anderson untuk Vrans Moreo Luis." Gumam Xena.    

  ...    

  Theater Broadway    

  Sebuah Pertunjukan Broadway, merujuk pada sebuah pertunjukan, biasanya sebuah drama atau drama musikal, yang tampil di salah satu dari 39 teater profesional yang berkapasitas 500 tempat duduk atau lebih yang terletak di bilangan Theatre District, Manhattan, New York.    

  Demi mengalihkan pikirannya yang sempat terbagi beberapa hari ini, Vrans menonton Broadway untuk menyaksikan drama guna merefresh otaknya.    

  Dengan serius, ia menonton pertunjukan yang disuguhkan. Kursi pertunjukan teater penuh karena ini memang acara yang di nanti-nanti oleh banyak orang.     

  Vrans dan seluruh orang yang ada disini dengan tenang menikmati pertunjukan. Dari awal sampai akhir yang mereka rasakan hanya perasaan terpukau.    

  Setelah pertunjukan selesai, semua orang mulai membinarkan matanya begitu melihat pertunjukan yang sangat sempurna saat ini. Penantian mereka semua tidaklah sia-sia. Lelah mereka setelah seharian bekerja, terbayar sudah dengan menyaksikan acara ini. Tepuk tangan yang sangat meriah terdengar ke setiap sudut. Sorak gembira dan suara seperti "piwwit!" meramaikan suasana.     

  Vrans hanya bertepuk tangan dan tersenyum simpul. Tidak terasa, acara selesai begitu cepat. Ia merogoh saku celananya yang sedari tadi berdenting dan bergetar.    

  20 missed call from Pluto    

  3 messages from Pluto    

  "Tidak penting."    

  1 missed call from Klarisa :chocolate_bar:    

  2 messages from Klarisa :chocolate_bar:    

  Vrans keluar teater, dan memasuki mobilnya. Ia mengecek pesan dari Klarisa.    

  Klarisa :chocolate_bar:    

  Aku sudah menerima cokelat darimu, maaf aku baru mengabari kamu sekarang    

  Iya, karena kamu sibuk mengurus Damian kan? Batin Vrans.    

  Klarisa:chocolate_bar:    

  Enak sekali, aku sangat menyayangimu, Vrans. Aku rindu sahabatku satu ini yang setiap pagi memberikan ku coklat.    

  Sahabat.    

  Iya benar, selama Vrans menyukai Klarisa, ia bersembunyi di status 'sahabat' itu. Yang membuat dirinya membangun jurang besar diantara mereka dan menghadirkan rasa sesal yang mendalam.    

  Vrans    

  Apapun untukmu, princess.    

  Kristal bening mulai menutupi penglihatannya. Ia sangat menyesal, sungguh. Apa cerita hidupnya tidak bisa berjalan dengan sempurna? Ia mencintai Klarisa, tolong siapapun, sampaikan pada gadis itu jika ia mencintainya.    

  Dua minggu tiga hari, sudah ia lalui tanpa kehadiran Klarisa. Setidaknya, jika ia tidak bisa memiliki gadis itu, cukup dengan memandangnya saja sudah bahagia. Tapi bagaimana caranya jika ia yang melangkah pergi menjauh dari hidup Klarisa. Ia menjadi laki-laki bodoh untuk kedua kalinya. Ia benci!    

  Ting    

  Ting    

  Ting    

  Ting    

  "Sialan." Umpatnya tanpa sadar. Ia melirik deretan notifikasi dari gadis pluto dengan tidak semangat. Mengganggu saja!    

  Pluto    

  SAYANG!    

  Pluto    

  Main yukkkk!    

  Pluto    

  Oh iya aku baru saja ingat jika kulkas berkalan kan tidak bisa di ajak main.    

  7.30 p.m    

  Ia melirik jam yang melingkar ditangannya, sudah pukul sembilan malam.    

  Pluto    

  Vrans?    

  Pluto    

  Aku...    

  Pluto    

  Aku...    

  "Apaan sih, dasar aneh!"     

  Pluto    

  Merindukan mu..    

  Deg    

  Pertahanan Vrans meluruh seketika. Hatinya tanpa ia sadari terbuka, membiarkan Xena untuk menembus dasar hatinya yang paling dalam. Kesedihan Vrans tiba-tiba hilang berganti dengan gemuruh di dadanya. Ada apa ini?!    

  "Arghhh.."    

  Vrans melajukan mobilnya tanpa arah. Semakin gila dirinya lama-lama. Sungguh ia tidak tahu harus bersikap seperti apa lagi. Semakin ia membuang jauh sosok gadis pluto itu, semakin tinggi juga rasa penasaran terhadapnya. Gila, sungguh gila!    

  ...    

  Next chapter...    

  :red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.