My Coldest CEO

Tiga puluh tiga



Tiga puluh tiga

0  Tatapan Paula saat ini sangat kosong. Ia tidak mempunyai semangat hidup lagi, bayangkan saja ia di tendang keluar dari rumah sang Grandpa yang sangat ia sayangi. Resiko cemburu ternyata seburuk ini ya?    

  Ia menghela napas kasar kala jemari tangannya sudah sibuk menari-nari di atas keyboard ponsel. Satu tetes air mata, meluncur begitu saja, dan di susul dengan kristal bening lainnya yang mulai semakin deras.     

  Bayangkan saja, sahabat mu sendiri kecewa berat padamu. Percayalah, sakitnya tidak sebanding dengan kamu kehilangan seorang kekasih. Ini jauh lebih menyakitkan dari yang kalian bayangkan.    

  Kini, tidak ada lagi Klarisa dan Paula. Hanya dirinya saja seorang diri, menyusun hidupnya yang sudah teramat berantakan. Kenapa semuanya terjadi seperti ini? Ternyata jejak iblis Valleri melekat di dalam tubuhnya.    

  Hawa dingin menerpa permukaan wajahnya yang kali ini tidak terpoles make up apapun. Dinginnya malam tidak membuat tubuhnya merasakan dingin, padahal ia hanya mengenakan crop sweater dan celana jeans panjang. Seolah-olah udara malam ini hal yang sama sekali tidak perlu ia hindari.     

  Cukup, ia menghapus jejak air mata yang meluncur mulus di pipinya. Dengan seulas senyuman manis, ia memandang langit malam yang memang lebih gelap dari biasanya, mendung.    

  Harusnya ia tidak perlu bersedih. Vrans membebaskan dirinya dari pihak kepolisian dan menutupi semua kebusukannya di mata publik, dengan syarat dirinya harus berjanji tidak bertindak seperti itu lagi. Ditambah satu perjanjian yang membuat dirinya menangis seperti ini, laki-laki itu menyuruhnya untuk mengakui semua kebohongan tentang penyakitnya pada Klarisa.     

  Dan ya, terimakasih banyak, Vrans. Hidupnya kini benar-benar monoton dan datar.    

  "Aku harus kemana?"    

  ...    

  "BERARTI KAMU PECAT AKU, VRANS?!"    

  Vrans terkekeh melihat wajah memerah padam dengan pipi yang menggembung milik Xena. Gadis itu menatapnya tajam, namun justru terlihat menggemaskan.     

  "Apa?" Ucapnya meminta pengulangan, seolah-olah lupa dan tidak tahu.     

  Xena mengangkat selembar kertas tinggi-tinggi ke udara. "SURAT PERJANJIAN INI! SEBENTAR LAGI AKU KELUAR DARI LUIS COMPANY??" Teriaknya dengan sorot mata yang berubah sendu. Sungguh, dirinya baru mengingat tentang perjanjian itu setelah dirinya dengan Vrans yang sudah sedekat ini.    

  (Surat perjanjian ada di part dua.)    

  Dengan cepat, Vrans menarik Xena ke dalam pangkuannya. Ia segera mengacak lembut rambut gadis itu dengan sayang. "Siapa yang bilang?"    

  "Kamu, di surat ini." Ucap Xena sambil menunjuk kertas yang masih sangat bersih -- karena ia selalu jaga dan di simpan sebagai kenang-kenangan terindah, katanya --.     

  Vrans mengambil alih kertas tersebut dari tangan Xena. "Saya tidak menerima karyawan yang hanya menang di otak, tapi buruk di attitude." Ia membaca dengan lantang apa yang tertulis di kertas itu.     

  "Maaf, Vrans."    

  "Tidak, berhubung kamu sudah berubah, perjanjian ini tidak berlaku lagi."     

  Sedetik itu juga, Xena yang memang berhadapan dengan Vrans -- duduk di pangkuan laki-laki itu -- langsung memeluk tubuh kekasihnya dengan erat. Kekasih? Kalian pasti tidak tau ya bagaimana Vrans menembak Xena? Diam-diam saja, yang penting nanti sebar undangan pernikahan, hihi.    

  Vrans tersenyum hangat, lalu membalas pelukan Xena dengan sayang. Semenjak dirinya selalu menemani gadis ini di saat amnesia, ia menjadi tahu jika gadis pluto ini adalah seseorang yang suka sekali dengan refleks memeluk seseorang yang berada di dekatnya ketika merasakan perasaan senang. Tidak berlaku bagi untuk orang asing, ya.    

  "Aku tidak jadi keluar dari perusahaan mu, Vrans?" Ucap Xena sambil mengerjapkan matanya polos, ah matanya sangat indah.    

  "Iya."    

  "Yang benar jawabannya, Bosayang!"    

  Vrans terkekeh kecil, lalu mengecup pipi Xena dengan cepat. "Iya sayang."    

  Blush    

  Pipi Xena berubah menjadi merah seperti warna kepiting rebus. Sepertinya akan ada saingan Klarisa dalam hal seperti ini. Ia menatap malu wajah Vrans yang sekarang jauh lebih dekat dengan wajahnya dari sebelumnya. Bahkan ia dapat mendengar napas lembut laki-laki itu, jangan lupa juga rahang kokoh yang terlihat lebih menarik dengan keadaan sedekat ini.    

  Bayangkan Alvaro Mel melakukan hal itu padamu, apa kalian merasa biasa saja? Atau bahkan senang? Mungkin lebih dari senang?    

  Sama seperti Xena, Vrans sudah meneliti wajah gadisnya itu. Memang ia tidak secantik Klarisa, dan umurnya mungkin juga lebih muda daripada dirinya, namun itu semua tidak penting. Hei, apa laki-laki di luaran sana masih memandang seorang gadis dengan penilaian fisik? Kalau memang begitu, Vrans menganggap setiap laki-laki yang berperilaku seperti itu sebagai seorang pecundang.    

  Menurutnya, hati yang tulus sangat berharga bagi Vrans. Itu saja cukup.     

  Disini ada yang udah jatuh cinta sama Vrans dengan tulus? Aku mau tau seberapa banyak, nanti di notice sama laki-laki itu.    

  "Ingin makan?" Tanya Vrans melihat Xena yang masih sibuk menahan rasa malu yang menjalar sampai telinganya.    

  Xena tersentak, tidak biasanya Vrans mengajak dirinya makan keluar terlebih dahulu. Biasanya selalu dirinya yang mengajak dan memaksa, serta menjerit dan berteriak jika laki-laki itu menolak. Namun hari ini, detik ini, berbeda.    

  "Kamu sakit? Atau ada sesuatu yang merasuki jiwa kamu?" Ucap Xena dengan polosnya sambil memeriksa kening Vrans.    

  Vrans terkekeh lalu mengacak gemas rambut Xena. Ia tersenyum, sudah dapat di tebak reaksi gadis itu pasti akan seperti ini. "Kamu tidak ingin makan bersamaku? Yasudah."    

  "IHHHHH IYA, AYO MAKAN!"    

  Telinga Vrans berdengung hebat, ia menjauhi wajahnya dari Xena. Ah gadis itu suka sekali berteriak tanpa aba-aba, menyebalkan. "Jangan berteriak, gadis Pluto."    

  Xena menjulurkan lidahnya dengan raut wajah mengejek. "Biar saja, siapa yang suruh jahil denganku." Ucapnya sambil bangkit dari pangkuan Vrans. Ia mengambil tas kecilnya yang di berikan Vrans minggu lalu, percayalah ini tas tercantik yang ia miliki.    

  "Ayo, let's go. Aku sangat lapar, Vrans."    

  "Kamu memang selalu lapar." Celetuk Vrans sambil memakai hoodie hitam miliknya. Ah ia selalu tampil dengan menawan, pantas saja banyak yang menyukai dirinya. Termasuk Xena, gadis itu sudah masuk kategori tergila-gila padanya. Dan sialnya, dirinya juga ikut menggilai gadis itu.    

  "Kata siapa? Aku memang suka makan kok, soalnya enak." Ucap Xena sambil merapihkan anak rambutnya yang sedikit berantakan akibat ulah Vrans.    

  "Kata aku."    

  "Dasar, terkadang dingin tiba-tiba menjadi hangat. Kamu itu apa sih, Vrans?"    

  "Aku bukan apa-apa. Aku hanya laki-laki yang mencintai kamu. Kenapa?"    

  Skakmat. Niatnya Xena ingin membuat Vrans tidak berkutik dengan ucapannya, namun hal itu malah berbalik padanya. Namun, dengan sejurus sifat anehnya ia mendekati Vrans dan langsung menggigit bahu laki-laki itu dengan gemas.    

  "Rasakan itu." Ucap Xena begitu melihat Vrans yang meringis. Ia tidak tau saja jika laki-laki itu hanya pura-pura kesakitan.    

  "Ayo kita makan, lama-lama kamu bisa memakan habis tubuh aku." Ucap Vrans sambil keluar dari mansionnya meninggalkan Xena yang sudah kelewat kesal. Astaga!    

  "BOSAYANG NYEBELIN!"    

  ...    

  Next chapter...    

  :red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.