My Coldest CEO

Empat puluh empat



Empat puluh empat

0[Part Erica!]     

Erica menatap langit-langit tempat dirinya terjatuh tadi. Ia mengumpat kasar kala lubang tersebut sudah tertutup rapat. Ia mencari akal, bagaimana bisa Sean melakukan hal seperti ini kepadanya? Terlebih lagi, laki-laki itu menjebak dirinya dengan cukup niat. Lihat saja, membuat jebakan seperti ini tidaklah mudah, memerlukan desain yang khusus dan teliti. Hanya untuk membunuh satu orang, Sean benar-benar pintar karena memikirkan hal yang mungkin terjadi.     

"Bagaimana caranya aku lolos dari sini?"     

Ia memutar otaknya, lalu memeriksa ponselnya.     

Gotcha!     

Ia tau jika ruang bawah tanah ini tidak di halangi material apapun yang dapat menghambat jaringan telepon. Sean sudah merancang seluruh isi rumah supaya sinyal ponsel siapapun yang masuk kesana mungkin akan terganggu. Tapi sepertinya laki-laki itu tidak mendesain ruangan ini dengan serupa bagian gedung. Ia merasa ini adalah kebodohan Sean yang sangat fatal.     

Erica langsung menghubungi nomor ponsel Orlin, pasti gadis itu tengah mengajak ngobrol Raquel dengan segala topik pembicaraan yang jauh dari kata masuk akal.     

//Telepon//     

"Halo, Erica."     

Erica menghembuskan napas lega karena Orlin menjawab teleponnya. "Halo, segera pergi ke lokasi gedung tua kemarin. Xena dan Vrans berada disini, mereka di jebak oleh Sean."     

"Hah? Bagaimana bisa?"     

"Aku tidak tau, sepertinya sudah tidak ada akses masuk ke dalam gedung."     

Di seberang sana terdengar nada terkejut Orlin yang terdengar seperti kebingungan dan meminta penjelasan lebih.     

Erica menarik napasnya. "Jadi, Sean sepertinya hanya membuat tiga pintu masuk sebagai akses masuk ke gedung ini, dan jika pintu tersebut sudah di masuki oleh seseorang, pasti gagang tersebut akan menjadi kaku dan mengunci orang yang masuk ke dalamnya."     

"Jika hanya ada total tiga pintu, berarti sudah tidak ada akses lagi?"     

Erica menggeleng. Ia sudah kehabisan akal dengan permainan Sean yang lebih siap di bandingkan yang kemarin. "Sepertinya. Tapi sekarang aku terjebak di ruang bawah tanah. Aku yakin ada akses masuk kesini. Tolong temukan aku, dan aku juga akan berusaha menemukan jalan keluar."     

"Tuhkan kamu pasti kenapa-kenapa. Kamu selalu meminta aku berjanji untuk tetap aman, tapi kamu sendiri? Bahkan kamu jauh dari kata aman, Ca." Ucap Orlin di seberang sana dengan lirihan yang terdengar sangat khawatir.     

Erica terkekeh. "Aku baik-baik saja. Bahkan Sean tidak melukai ku sedikit pun."     

Ucapan Erica tidak sepenuhnya benar karena cara Sean yang menjatuhkan dirinya dari lantai atas dan tubuhnya mendarat tepat di atas tumpukan karung dari bahan yang mungkin berisi pangan ternak, tercium dari baunya. Hal itu benar-benar membuat punggungnya terasa remuk seketika. Tapi selain itu, tidak ada luka darah sedikit pun.     

"Kamu harus tau satu hal, Erica. Keselamatan kamu itu juga penting."     

"Bawel. Segeralah kesini, aku khawatir pada Xena."     

"Lalu Tuan Bos bagaimana? Apa dia baik-baik saja?"     

Erica mendengus. "Aku tidak tau, aku bukan peramal." Ucapnya dengan nada datar. Ia memang tidak tau bagaimana kabar Vrans saat ini, karena ponsel laki-laki itu tidak bisa di hubungi.     

"Aku akan segera sana bersama Niel--"     

"Dan Paula? Bagaimana keadaan gadis itu?" Tanya Erica memotong pembicaraan Orlin. Walaupun ia sedikit tidak suka --ah bukan sedikit, ia memang tidak suka-- kepada Paula, tapi tidak salah kan bertanya seperti itu? Lagipula masalah ini memang berasal dari gadis itu yang cemburu kepada Xena.     

"Sudah di evakuasi oleh sebagian pihak kepolisan, dan polisi yang lain sedang ikut bersama ku saat ini menuju lokasi."     

"Oke, segera ya. Sampai jumpa."     

//off//     

Erica mematikan sambungan ponselnya tanpa menunggu kelanjutan pembicaraan Orlin lagi. Ia memasukkan ponselnya ke saku celana, lalu menatap ruangan yang hanya di beri pencerahan minim, namun cukup membantu penglihatannya saat ini.     

Ia menaikkan alisnya kala melihat beberapa figura keluarga dan juga tumpukan kardus yang tersusun acak. Dengan rasa penasaran, ia berjalan mendekat dan mulai memperhatikan apa yang ada disana.     

Beberapa buah piala dan piagam yang mengatasnamakan 'Hana Xavon'. Ia mengernyitkan alisnya kala melihat foto dua orang anak, yang satu laki-laki yang satu lagi perempuan. Yang perempuan terlihat menatap tajam ke arah kamera dengan senyum miring, sedangkan yang laki-laki tengah melirik anak perempuan di sampingnya dengan tatapan datar.     

Erica mulai mengusap debu tebal di atas nakas tersebut, disana langsung terlihat tulisan yang di pahat dengan benda tajam seperti 'maybe in the light you won, but when in the dark you will lose' beserta pahatan pedang yang menyilang.     

Ia baru ingat mengenai stiker mawar hitam, tengkorak, beserta pedang menyilang yang terdapat di pintu yang dirinya masuki tadi.     

Mawar hitam (sebagai simbol kedukaan, bahkan melambangkan cinta yang tragis.)     

Tengkorak (sebagai lambang keberanian, ketabahan dan keteguhan hati setelah menyelesaikan misi atau tugas.)     

Pedang menyilang (simbol dari pertempuran dan pertarungan. Bisa saja dilambangkan sebagai simbol yang tangguh dan selalu menjunjung kemenangan.)     

Erica dapat menyimpulkan jika laki-laki yang berada dalam figura tersebut adalah Hana dan Sean, si adik kakak pembunuh bayaran yang mengincar Xena.     

Ia melihat beberapa tumpukan kertas yang terdapat banyak coretan anak-anak yang terlihat abstrak. Matanya tertuju pada salah satu kertas yang sudah menguning, seperti termakan lamanya waktu.     

:envelope:     

for my dear sister (damn, I lied to you, haha)     

I'm tired of you who are always seen as the best by all families. Because you are smart and always succeed in attracting their attention. And I? can only stare enviously at what you have. From now on, I always hope that someday, I can kill you.     

Signed, Sean Xavor (Your little brother who hates you in my smile)     

:envelope:     

//terjemahan//     

:envelope:     

untuk kakak ku tersayang (sial, aku bohong padamu, haha)     

Aku bosan dengan kamu yang selalu dianggap sebagai yang terbaik oleh semua keluarga. Karena kamu pintar dan selalu berhasil menarik perhatian mereka. Dan aku? hanya bisa menatap iri pada apa yang kamu miliki. Mulai sekarang, aku selalu berharap suatu hari nanti, aku bisa membunuhmu.     

Tertanda, Sean Xavor (Adik kecilmu yang membencimu dalam senyumku)     

:envelope:     

"Bukan kerja sama yang baik." Gumam Erica dengan senyum miring. Ternyata pembunuh bayaran mentalnya memang sudah terganggu sejak kecil. Ia menaruh kembali kertas tersebut lalu menatap kardus yang berisi mainan anak, mungkin milik mereka.     

Tidak penting.     

Ia beranggapan jika Sean, adalah laki-laki yang sudah menaruh kebencian sejak lama. Mungkin setelah Paula memberi tugas untuknya, jiwa membunuh yang memang sudah tertanam sejak kecil, menjadi dirinya lepas kendali.     

Erica mencari informasi di ponselnya mengenai Sean. Tidak ada catatan kriminal satu pun, aneh.     

Lagi dan lagi, Erica menatap salah satu dinding yang terlihat lebih timbul daripada yang lain. Seperti yang dilakukan dirinya tadi, ia dengan segera merobek wallpaper dinding tersebut. Dan benar, disana ada pintu yang di buat khusus seperti brangkas.     

"Sial, harus pakai kode brangkas." Ucap Erica dengan kesal. Ia berdecak karena hanya ada tulisan 'Find my code' yang di buat dengan spidol hitam.     

Bagaimana bisa dirinya menemukan kode tersebut jika petunjuknya saja hanya seperti itu? Sean benar-benar pembunuh bayaran yang paling menyebalkan.     

Erica memutar otaknya. Yang ia tau hanya nama Hana dan Sean, pahatan tulisan pada nakas berdebu, surat yang di buat oleh Sean untuk Hana, dan juga simbol khas assassin milik Sean.     

//Fyi; Nomor Kode kombinasi standar brangkas sebanyak 4 angka. Contoh umum yang digunakan untuk brangkas (terutama brangkas Solingen) adalah 10-20-30-40 atau 1-2-3-4//     

"Jika di ubah ke angka, Sean memiliki angka 4, begitu juga dengan Hana. Jadi, tidak mungkin."     

Erica memutar otaknya kembali. Jika pahatan tulisan di atas nakas, sudah pasti bukan itu. Pasalnya jika di ubah ke dalam digit, terlalu banyak angka, begitu juga dengan surat Sean.     

Ia menjentikkan jarinya.     

Mawar hitam = 5 dan 5     

Tengkorak = 9     

Pedang = 6     

Gotcha!     

Pintu yang di desain seperti brangkas tersebut terbuka sempurna. Walaupun otaknya kalah dengan kepintaran Xena, setidaknya logikanya sangat tinggi.     

"Kamu salah bermain-main dengan ku, Sean."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.