My Coldest CEO

Empat puluh enam



Empat puluh enam

0Vrans mengacak rambutnya dengan kasar. Bagaimana caranya ia menyelamatkan Xena jika dirinya sendiri terlalu sibuk mencari jalan keluar yang terlalu membingungkan ini? Ia benar-benar ingin menghabisi Sean jika nanti tertangkap olehnya karena bisa-bisanya laki-laki itu mempermainkan dirinya seperti ini.     

Yang ia dapat lihat hanya pantulan dirinya sendiri. Setiap jalan sudah ia coba, namun hanya ada jalan buntu berujung. Ia berdiri di tengah-tengah ruangan, lalu menatap satu per satu bayangan dirinya yang selalu mengikuti segala pergerakannya.     

Matanya kian menajam kala melihat satu kaca yang memantulkan bayangannya, namun hanya diam, tidak bergerak seperti apa yang ia lakukan.     

"Siapa kamu? Kenapa tidak ikut bergerak seperti yang lainnya mengikuti saya?" Tanya Vrans dengan bingung. Kini ia merasa seperti orang bodoh yang mengajak kaca berbicara.     

Tidak ada jawaban dari pantulan tubuhnya tersebut. Ia berjalan mendekat lalu mengangkat tangannya, bergerak melambaikannya.     

Kali ini, pantulan tersebut mengikuti gerakannya. Vrans menaikkan sebelah alisnya, "Dasar aneh. Membuang-buang waktu saja." Ucapnya sambil berbalik badan meninggalkan kaca itu.     

"Siapa yang kamu bilang aneh?"     

Tubuh Vrans tersentak, ia membalikkan badannya menatap kaca yang tadi ia tinggalkan. Terlihat disana pantulan dirinya saat masih berkuliah di UCL dengan tampilan casual-nya. Ia menggelengkan kepalanya, permainan apalagi yang akan dilakukan Sean pada dirinya kali ini?     

"Di masa lalu, kamu terlalu mementingkan cinta dan kasih sayang untuk seseorang yang tidak pernah membalas rasa itu. Dan di masa kini, kamu terlalu sibuk mengejar rasa ambis terhadap pekerjaan. Seharusnya kamu yang hancur, bukan kekasihmu yang polos dan lugu itu." Ucap Vrans Reflection --panggil saja seperti itu untuk pantulan tubuh Vrans di kaca-- sambil bersedekap dada.     

Vrans menaikkan sebelah alisnya. "Saya tidak mengerti, jangan berbelit-belit."     

"Kamu harus membayangkan kebahagiaan yang kamu miliki untuk dapat memecahkan ruangan kaca ini."     

"Kenapa saya harus mempercayai ucapan kamu? Bukankah kamu hanya refleksi yang di buat oleh Sean? Yang artinya kamu mungkin hanya ingin menyesatkan saya dan membuat saya tidak bisa mencapai ruang aula."     

Vrans Reflection menaikkan sebelah alisnya. "Itu bagian terburuk kamu, tidak pernah mendengarkan saran orang lain." Ucapnya berganti baju menjadi sama persis seperti Vrans yang asli.     

"Itu sebuah kebijakan bagi saya. Karena ucapan lain, tidak sepenuhnya dapat di percaya. Saya hanya teliti."     

Terlihat Vrans Reflection yang mengangkat bahunya. "Ini keputusan kamu, lubang hitam hitam semakin mendekat." Ucapnya sambil menunjuk sesuatu di belakang Vrans.     

Lubang hitam?     

Vrans mengikuti arah yang di tunjukkan oleh pantulannya. Disana terlihat lubang hitam yang mulai mendekati dirinya, tapi anehnya kaca-kaca yang berada di ruangan ini tidak ikut masuk tersedot ke dalamnya.     

"Lubang hitam itu hanya mengincar kamu, berhati-hatilah." Ucap Vrans Reflection seperti tau apa yang dipikirkan Vrans saat ini.     

Vrans kembali memusatkan perhatiannya pada pantulan dirinya. Semuanya sudah kembali normal. Tidak ada lagi kaca yang dapat berbicara padanya. Ia memeriksa kaca yang terdapat Vrans Reflection tadi.     

"Kembalilah, saya butuh saran kamu untuk keluar dari sini!" Ucapnya sambil meninju kaca tersebut sekuat tenaga.     

Ia menoleh ke belakang, lubang hitam tersebut masih ada. Apa ini semua hanya ilusi? Atau pikirannya kini sedang di kacaukan oleh Sean?     

"Sialan."     

Vrans segera berlari mengikuti jalan mana saja yang ia lihat. Ia tidak tau harus melangkah kemana, terlebih lagi lubang tersebut mengikuti dirinya kemanapun.     

Ia berpikir-pikir apa yang di maksud oleh pantulan dirinya tadi, 'Membayangkan kebahagiaan' apa maksudnya?     

Terlebih lagi Lorong-lorong yang membingungkan dengan dinding kaca yang dipersiapkan mengunakan grafis secara matang mampu mengecoh hingga membuat bingung dirinya. Untuk menyelesaikan labirin taman saja ia tidak sanggup, apalagi labirin kaca seperti ini?!     

Vrans memperlambat langkahnya, ia memejamkan matanya kala pikiran di otaknya mulai memutar kenangan manis bersama dengan Xena.     

Tingkah konyol Xe yang berusaha memasuki kehidupannya, gadis itu tiba-tiba mabuk yang tidak sengaja bertemu dengannya membuat ia mau tidak mau menaruh rasa iba dan membuat hatinya tersentuh untuk menjadikan Xena sebagai tanggung jawabnya, sampai gadis itu kecelakaan dan membuat mereka sedekat ini.     

Tiba-tiba ia membuka matanya, dan kini ruangan kaca tersebut sudah berubah menjadi ruangan dengan pemandangan aurora yang menakjubkan.     

//Fyi; Aurora atau cahaya kutub adalah fenomena alam yang menyerupai pancaran cahaya yang menyala-nyala pada lapisan ionosfer dari sebuah planet sebagai akibat adanya interaksi antara medan magnetik yang dimiliki planet tersebut dengan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh Matahari.//     

Lubang hitam yang sedari tadi mengikuti dirinya musnah sudah, entah hilang kemana. "Sudah? Hanya seperti itu saja gertakannya?" Tanya Vrans pada dirinya sendiri sambil terkekeh merendahkan rancangan Sean yang sangat... uhm sebenarnya menakjubkan sih tapi ia terlalu tidak sudi untuk memuji kecanggihan yang disiapkan oleh pembunuh bayaran itu.     

Ia mengernyitkan alisnya kala melihat seperti titik kuning yang di buat persis seperti bintang menunjukkan jalan ke arahnya. Ia tidak ingin banyak berpikir lagi dan segera mengikuti kemana arah bintang itu pergi.     

Sudah hampir satu jam ia berada di dalam ruangan kaca yang membawa kesialan baginya. Seharusnya, ia tetap bersama Xena, gadisnya. Sekarang ia sangat khawatir pada gadis itu.     

Ia sangat membenci dirinya jika terjadi sesuatu pada Xena. Bahkan ia tidak tau jebakan apa saja yang Sean persiapkan untuk gadisnya itu. Bisa jadi lebih parah, bisa jadi lebih mudah. Apa ini memang rencana Sean?     

Ia hanya berharap jika Xena belum berhasil keluar dari ruangannya itu. Semoga saja seperti itu.     

Vrans kembali mengecek ponselnya. Tanda silang di pojok atas masih setia berada di sana seolah-olah memberitahu dirinya jika sinyal ponsel masih terganggu.     

"Shit."     

Entah sudah berapa kali dirinya mengumpat kasar seperti ini. Rasanya ia ingin menghantam kepala Sean saat ini juga, ia benar-benar sudah gatal ingin perhitungan pada laki-laki itu.     

"ARGHHHH!!"     

Ia meninju dinding kaca dengan keras membuat kaca tersebut pecah berkeping-keping dan membuat ruas jarinya luka, menampilkan darah segar yang mengalir lumayan deras.     

Karena ulah dirinya, cahaya bintang tersebut meredup kembali. Ia mengumpat kasar untuk kesekian kalinya. "Sean pembunuh bayaran yang tidak modal! Bayar listrik saja tidak mampu." Gumamnya dengan kesal. Eh? Kok seperti ucapan seseorang ya?     

"INI BAGAIMANA CARANYA AKU KELUAR KALAU LAMPUNYA SAJA REDUP SEPERTI INI?!"     

Vrans menendang udara dengan kesal.     

"Nikmati kegelapan kamu, Vrans."     

Tubuh Vrans menegak sempurna, ia menatap langit-langit berharap menemukan speaker suara yang bisa saja di letakan oleh Sean di sudut ruangan. "KELUAR, JANGAN HANYA BISA BERBICARA SAJA!"     

Terdengar suara kekehan. "Berkat kecerobohan kamu tadi, jalan keluar sudah tidak berpihak padamu. Sekarang berdukalah, karena Xena sudah berada di dalam genggaman ku."     

Vrans berdecih. "Lepaskan Xena atau--"     

"VRANS, TOLONG AKU VRANS! AKU MASIH INGIN MENIKAH DENGAN KAMU! AKU SAYANG KAMU, NANTI AYO KITA MAKAN TACO BERDUA!"     

"Berisik!"     

"AWH, SAKIT, SEAN!"     

Napas Vrans kian memburu mendengar nada menjerit milik Xena. Ia takut terjadi sesuatu dengan gadisnya. "JANGAN SENTUH XENA!"     

"Aku tidak menyentuhnya sama sekali, iyakan sayang?"     

"VRANS... TOLONG AKU, SAKIT!!"     

Vrans berdecih. "LEPASIN CALON ISTR--"     

"Selamat berduka."     

DOR!     

Bahu Vrans merosot saat itu juga, napasnya terasa tercekat dan kini matanya sudah mulai berkabut menahan kristal bening yang mendobrak ingin keluar dari kelopak matanya.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.