My Coldest CEO

Empat puluh delapan



Empat puluh delapan

0"Hampir saja aku gagal nikah sama kamu, bosayang."     

Xena tersenyum senang karena sejak ia pingsan tadi karena cukup kehabisan banyak darah saat ia dan Erica sedang menunggu yang lain datang, dan kini sosok Vrans ada di hadapannya sambil menatap dirinya dengan sorot mata yang sangat khawatir.     

"Aku akan mencari Sean. Akan aku habisi laki-laki itu." Ucap Vrans dengan mata yang menatap satu persatu perban yang menutupi luka Xena akibat kebringasan Sean yang sangat tidak manusiawi.     

Bagaimana tidak? Tiba-tiba ruangan kaca yang ia sedang pecahkan, mundur dan perlahan hilang menyatu dengan dinding. Setelah itu jalan lurus yang mengarah ke aula utama langsung terlihat begitu saja. Ia yang saat itu belum mengerti dengan apa yang terjadi pun akhirnya mengikuti alur permainan saja. Dan tiba-tiba ia melihat Xena yang hilang kesadaran berada di pangkuan Erica.     

Bagaimana dirinya tidak panik dan khawatir menjadi satu?     

"Aku sudah baik-baik saja bosayang! Kamu berlebihan, ayo setelah ini kita makan taco, yeay!" Pekik Xena dengan heboh. Bahkan saat bersama Vrans ia melupakan rasa sakitnya yang sebelumnya terasa sangat menyiksa.     

Kata Xena, cinta adalah obat terampuh saat sebuah hati merasakan sakit atau terluka akan suatu hal.     

"Kamu tidak pernah memikirkan keadaan dirimu sendiri, Xena. Kamu selalu membuat aku khawatir." Ucap Vrans sambil meraih punggung tangan milik gadisnya lalu menciumnya dengan lembut dan tidak ingin melepaskannya.     

Xena tersenyum lembut. Ia merasa terharu karena sampai detik ini Vrans masih ada untuk dirinya sampai ia berada di bagian tersulit dan paling berbahaya dalam hidupnya. Bisa saja laki-laki itu meninggalkan dirinya dan mencari pengganti yang lebih, tapi dia tidak melakukan hal itu dan masih setia menemaninya.     

"Terimakasih untuk segalanya, Vrans."     

Vrans menegakkan tubuhnya kembali, lalu menangkup wajah Xena dengan sorot mata yang dalam. "Selagi aku mampu untuk berada di samping kamu, aku akan melakukannya. Jika aku tidak mampu sekalipun, aku masih akan tetap berusaha ada untuk kamu. Karena kamu adalah calon istri ku."     

Tubuh Xena menegang. Apa Vrans hanya mengigau atau bagaimana?     

"Maksud kamu...?"     

"Tidak, siapa juga yang ingin menikahi gadis pluto seperti kamu? Lebih baik aku menikah dengan rumput saja."     

"Memangnya kamu mau apa dengan rumput? Kan tidak bisa secantik aku dan tidak mempesona, tidak bisa mengajak kamu untuk makan taco bersama."     

Vrans terkekeh, lalu mengelus kedua pipi Xena dengan ibu jarinya. "Aku sayang sama kamu apa adanya, Xena. Jangan pernah berubah sampai kapan pun."     

Pipi Xena merona kala mendengar nada serius yang Vrans katakan saat ini. Ia benar-benar tidak tau ingin menjawab apa. "Ak--aku juga sayang sama Tuan tampan kok!"     

Vrans tersenyum, lalu mengecup pipi Xena dengan singkat. Ia memang marah dengan perlakuan Sean kepada gadisnya, namun ia akan selalu menuruti perkataan gadisnya mengenai kasus laki-laki pembunuh bayaran itu yang harus di tutup. Karena karyawannya yang merupakan sahabat dari Xena, akan mencoba meluluhkan hari Sean. Memang terdengar aneh dan konyol, namun entahlah itu sama sekali bukan urusannya.     

"Beristirahat." Ucap Vrans sambil membimbing Xena untuk tidur di ranjang rumah sakitnya. Ia mengusap pelan puncak kepala gadis itu sampai si empunya memejamkan mata dan mulai mendengkur halus masuk ke dunia mimpinya.     

"Selamat tidur, aku akan selalu menjaga kamu. Karena seperti yang aku bilang, aku sudah menyiapkan segalanya untuk kamu."     

...     

"Apa yang aku harus lakukan untuk perasaan cinta?"     

"Tidak ada."     

"Lalu untuk apa aku menyetujui ucapan kamu?"     

"Supaya sahabatku bebas dari laki-laki jelek seperti kamu. Sudah jelek, tidak memiliki perasaan. Perpaduan yang sangat tidak menarik."     

Erica duduk di sofa yang berada di dalam rumah Sean. Sebenarnya ia sudah bertanya berkali-kali mengenai gedung kemarin yang kenapa banyak sekali tentang masa lalu laki-laki itu, tapi dia tidak ingin menjawabnya dan malah melempar topik lain untuk menutupinya.     

Sean menatap Erica dari atas sampai bawah. Ternyata gadis ini sangat kaku melebihi baja. Lihat, sekarang gadis itu malah membuka ponselnya dan mengecek sesuatu yang ia sendiri tidak tau itu apa.     

"Rasanya aku ingin membunuhmu saat ini juga."     

"Tidak peduli."     

"Bagaimana kalau aku bilang jika aku ingin menyiksa dirimu seperti yang aku lakukan pada Xena?"     

"Tidak peduli."     

"Bagaimana jik--"     

"Jangan cerewet, Sean. Aku sedang membaca dokumen penting dari atasanku. Aku masih harus bekerja."     

Sean memutar bola matanya, lebih baik ia masuk ke dalam kamar daripada kelepasan membunuh seorang gadis yang sama sekali bukan target pembunuhannya ini.     

Sedangkan Erica, gadis itu kini telah larut dalam bacaan dokumen yang sudah menumpuk karena mengurusi masalah ini. Ia tidak akan pernah meninggalkan pekerjaannya, untuk siapapun kecuali untuk keluarga dan para sahabatnya.     

"Nona ingin minum apa?"     

Tubuh Erica sedikit tersentak kala melihat seorang maid yang tiba-tiba berdiri di hadapannya dengan pakaian rapih dengan napkin putih bersih di salah satu lengannya.     

Erica berusaha tenang, padahal ada satu hal yang berada di dalam benaknya saat ini. Apa para maid yang dipekerjakan oleh Sean di rumah ini tidak merasakan takut pada Tuan rumah yang notabenenya sebagai Pembunuh bayaran.     

"Aku hanya ingin minum sangria, terimakasih."     

//Fyi; Sangria merupakan minuman khas Spanyol yang banyak digemari. Minuman wine ini dicampur dengan buah-buahan dan kadar alkoholnya lebih ringan dibandingkan minuman wine biasanya. Oleh karena itu warga Spanyol lebih memilih meminum sangria daripada menenggak wine. //     

Sang maid pun mengangguk dan permisi untuk kembali ke belakang, memberitahu bartender di rumah ini untuk membuatkan sangria.     

Karena fokusnya yang sudah terpecah, Erica memutuskan untuk memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia beranjak dari duduknya dan melihat-lihat interior rumah yang di dominasi dengan warna merah dan hitam.     

Dalam psikologi warna merah memberi arti sebuah simbol keberanian, kekuatan dan energi, juga gairah untuk melakukan tindakan (action), serta melambangkan kegembiraan.     

Sedangkan untuk warna hitam sendiri berarti acaman atau kejahatan. Naluri jahat, sikap-sikap yang tidak baik biasanya identik dengan warna hitam. Tak heran bila kemudian warna hitam ini juga menjadi sebuah hal yang bisa sangat buruk bagi seseorang.      

Dan kini, Erica dapat menyimpulkan jika rumah ini di desain benar-benar sesuai dengan kriteria yang Sean miliki. Bergairah untuk membunuh, dan selalu menjadi sosok yang sangat mengancam banyak orang.     

Erica menjentikkan jarinya, ia memiliki ide untuk mendapatkan hati seorang Sean. Astaga sebenarnya ia belum siap untuk menjadi budak cinta seperti Xena dan juga Orlin. Erica hanya ingin mencoba, jika memang senyaman apa yang kedua sahabatnya bilang, maka ia akan mempertahankan ini.     

Lagipula, ia hanya mencoba. Kan siapa tau tidak berhasil, iyakan?     

Erica berjalan ke arah speaker kecil yang sebelumnya sudah di jelaskan oleh Sean jika dirinya butuh apapun, ia bisa langsung menekan tombol hitam di samping speaker tersebut.     

"Sean, makan taco yuk!"     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.