My Coldest CEO

Lima puluh dua



Lima puluh dua

0Kedua bola mata Xena berbinar kala melihat beberapa macam rasa taco yang sudah terhidang di hadapannya. Ia sangat senang mengingat Vrans yang menepati janji untuk makan di kedai favoritnya. "Terimakasih, bosayang!" Ucapnya dengan semangat langsung saja mengambil salah satu taco dan melahapnya.     

"Pelan-pelan makannya, luka di wajahmu masih belum sepenuhnya sembuh. Jangan mengunyah terlalu kuat." Ucap Vrans sambil menggigit taco yang berada di tangannya.     

Jujur saja, ia terlampau khawatir mengenai luka yang berada di tubuh Xena. Bahkan untuk sembuh total butuh waktu setidaknya satu minggu sampai lukanya benar-benar tertutup, namun meninggalkan bekas. Ia akan mengakali berbagai cara supaya luka tersebut tidak membekas. Mungkin nanti ia akan mengajak gadisnya pergi ke dokter kulit untuk mendapatkan bleaching cream atau saran lainnya untuk jenis kulit Xena. Ah, kekasih yang sangat pengertian.     

//Fyi; Krim penghilang bekas luka bleaching cream berfungsi untuk memudarkan bekas luka yang menggelap sedangkan tanning cream berfungsi untuk mencerahkan kulit. Penggunaan 2 cream ini harus sesuai dengan rekomendasi dokter dan tidak boleh digunakan secara sembarangan.//     

"Kamu sangat manis, Vrans." Ucap Xena sambil tersenyum menatap ke arah Vrans dengan sayang. Ia tidak pernah bisa mendeskripsikan bagaimana rasa sayang yang ia miliki untuk laki-laki itu.     

Vrans mengangguk. "Terimakasih, aku tau itu."     

Tidak, niatnya Xena ingin bertingkah romantis. Namun saat mendengar nada menyebalkan yang keluar dari mulut Vrans, ia mengurungkan niatnya.     

"Dasar bosayang menyebalkan!"     

"Tapi sayang?"     

"Tidak, lebih baik aku bersama--"     

Vrans terkekeh kecil sambil menaikkan alisnya. "Siapa? Memangnya kamu punya siapa selain aku?" Tanyanya memotong ucapan Xena.     

"Punya, lihat saja nanti ya, huh!"     

Xena mengalihkan pandangannya dari laki-laki yang kini menatapnya dengan sangat lekat. Ia menggigit taco untuk kesekian kalinya, namun karena di tatap seperti itu... Ah ia menjadi sangat gugup! Siapapun tolong Xena.     

"Jangan menatapku seperti itu!" Pekik Xena dengan wajah yang sudah memerah padam. Ia menatap sebal ke arah Vrans dan sialnya wajah laki-laki itu sangatlah tampan.     

"Jangan terpesona." Ucap Vrans sambil meminum red wine yang setiap saat selalu ia pesan setiap pergi makan di luar.     

Xena mencubit kecil punggung tangan Vrans dengan gemas. "Menyebalkan!"     

Vrans terkekeh. "Maaf, yasudah sebagai gantinya supaya kamu tidak kesal lagi denganku, kamu ingin apa?"     

Pertanyaan yang disukai banyak gadis saat dia merasa bad mood atau semacamnya. Vrans mungkin memang masih sedikit dingin, tapi tidak dapat dipungkiri juga jika dirinya sangat sempurna. Ah lebih tepatnya kekasih yang sempurna.     

Xena menopang kepalanya menggunakan tangan kanan. Ia berpose seperti lagi berpikir berat. "Bagaimana jika... kita pulang ke rumah? Aku mau tidur setelah ini, lelah sekali rasanya." Ucapnya sambil menguap kecil.     

Berjalan-jalan ke sekeliling museum membuat dirinya cukup lelah, namun tetap saja ia merasa senang bisa mempelajari berbagai karya seni dunia yang terpajang disana. Menurutnya, para seniman sangatlah keren. Mereka bisa menciptakan sebuah karya yang dapat di nikmati oleh seluruh orang di dunia, bahkan di museum kan yang otomatis generasi selanjutnya masih bisa menikmati karya mereka.     

Vrans tersenyum. "Baiklah, gadis Pluto kesayangan."     

"Jangan memanggilku seperti itu, bosayang!"     

"Tidak bisa, aku sudah terbiasa."     

"Coba sekali-kali panggil aku sayang secara berturut-turut sampai seterusnya."     

Vrans mengulum senyumnya, lalu meraih tangan Xena untuk mencium punggung tangan gadis itu. "Nanti saja jika kamu sudah benar-benar menjadi milikku."     

"Maksud kamu?"     

"Masih harus di jelaskan atau bagaimana?" Ucap Vrans sambil melepas genggaman tangannya dengan Xena. Ia merogoh saku kemejanya, mengambil kotak kecil yang membuat gadisnya bertanya-tanya.     

"Jika ini terlalu cepat bagi kamu, aku tidak bisa mencegahnya karena perasaan ini terlalu cepat masuk ke hati ku menggantikan posisi Klarisa dengan mudahnya." Sambung Vrans sambil membuka kotak kecil tersebut. Terlihat cincin dengan hiasan berlian yang terlihat sangatlah menawan.     

Mata Xena berkabut, ia menutup mulutnya dengan tangan bersamaan dengan suara tepuk tangan yang meriah. Dan tanpa dirinya sadari, seluruh pengunjung di toko kedai tersebut menyaksikan ini semua. Memegang ponsel mereka masing-masing untuk mengabadikan momen ini, ada beberapa wartawan dan penyiar berita juga. Semuanya lengkap.     

"Will you be a girlfriend in my life forever?"     

...     

"SEMUA KUMPUL SINI!"     

Suara melengking milik Orlin menggema di seluruh rumah besar milik Vrans. Ia sudah mengumpulkan Tasya dan Liam, Leo, Erica, dan beberapa karyawan kantor Luis Company serta kekasihnya Niel. Ia diberikan kepercayaan penuh oleh Vrans untuk mengurus ini semua.     

Bahkan ia sudah bergerak menyewa orang untuk mendekorasi rumah yang seperti istana ini dengan hiasan bunga mawar merah dan berbagai aksesoris lainnya yang terlihat romantis.     

"Sekarang begini ya, maaf tadi aku teriak-teriak. Untuk Tuan dan Nyonya Anderson, kalian bisa duduk manis aja menyaksikan kegiatan kita, berlaku untuk Tuan Luis juga. Vrans tidak ingin kalian kelelahan. Untuk Erica, kamu bisa bantu aku buat kue bersama Niel--"     

"Tidak, aku ingin membantu dekorasi saja." Ucap Erica, memotong pembicaraan Orlin. Ia sangat muak berada di tengah-tengah dua orang yang selalu menebar kasih sayang sesuka mereka. Ia sedikit risih, itu saja.     

Orlin menaikkan sebelah alisnya. Walaupun ia bingung kenapa Erica lebih memilih membantu dekorasi yang notabenenya sangat merepotkan, tak ayal juga ia menuruti kemauan gadis tersebut. "Yasudah, Erica membantu dekorasi bersama beberapa karyawan lainnya. Yuk sekarang bergerak, kita hanya di beri waktu tiga jam oleh Vrans." Ucapnya sambil menepuk sekali tangannya, memberi aba-aba jika instruksi yang ia ucapkan sudah selesai dan langsung membuat semua orang yang berada disini melakukan tugasnya masing-masing.     

Ia menghampiri Niel yang menatapnya dengan senyuman manis. "Siap untuk membuat kue yang fantastis?" Jangan salah, walaupun sifatnya sangat diragukan untuk di beri tanggung jawab membuat kue, tapi tidak dapat dipungkiri jika seorang Orlin sangat pandai membuat kue.     

Katanya sih jangan lihat dari penampilan luarnya.     

Sedangkan Erica, kini ia mengambil balon berbentuk hati dan mengikatnya dengan tali berjuntai supaya terlihat lebih menarik.     

"Kalau misalnya aku dilamar oleh seorang laki-laki, lebih baik aku memilih tema yang biasa saja. Memang selera sultan sangat berbeda dengan gadis tomboi seperti ku." Gumamnya sambil menaruh balon yang sudah selesai ia ikat secara perlahan, takut pecah.     

Belum sempat mengikatnya dengan baik dan benar, ia merasa getaran di kantung celananya. Dengan malas, ia merogoh saku celana dan mengambil ponselnya.     

Nama 'Sean' terlihat jelas disana. Ia menghembuskan napas kasar. Dasar laki-laki pengganggu, tidak pernah tepat jika ingin menelpon dirinya.     

"Halo, passwordnya."     

"Cepat ingin bicara apa." Ucap Erica dengan datar. Sean suka sekali berbasa-basi, berbeda sekali dengan dirinya.     

Terdengar kekehan dari seberang sana. "Baik, temani aku latihan menembak yuk."     

Erica menghembuskan napasnya. "Tidak bisa, aku sedang ada acara. Sampai jumpa."     

"Kalau kamu menutup telepon, akan ku yakinkan aku kesana menjemput mu saat ini juga."     

"Tidak takut."     

Erica menutup panggilan telepon secara sepihak tanpa menunggu balasan dari Sean sedikitpun. Lagipula untuk apa pembunuh bayaran latihan menembak? Bukannya mereka sudah ahli dalam hal seperti itu? Pernah sekali Sean meminta dirinya untuk menemani latihan panah, namun ujung-ujungnya ia hanya duduk santai di sofa ruangan red black milik Sean sambil bermain game. Sangat menyebalkan.     

Ia dengan cepat mengerjakan tugasnya tanpa memperdulikan panggilan beberapa karyawan yang menyuruh dirinya supaya melakukan pekerjaan lebih ringan daripada mendekorasi ruangan.     

Lagi dan lagi, ia merasakan ponselnya bergetar.     

Sean     

5 menit lagi aku akan sampai di kediaman Vrans Moreo Luis, tunggu aku ya.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.