My Coldest CEO

Lima puluh tiga



Lima puluh tiga

0Kali ini Vrans menutup setiap langkah gadisnya karena ia ingin sedikit memberi kejutan tentang hal ini. Ia menuntun Xena supaya gadis itu tetap berada satu jalan bersamanya.     

"Ingin masuk rumah saja harus di tutup ya matanya?" Tanya Xena dengan sangat lugu. Ia bahkan tidak memiliki gambaran apapun tentang hal yang akan di lakukan oleh Vrans berikutnya.     

Vrans tersenyum singkat. Ia bahkan tidak perlu menjelaskan apapun lagi, biarkan Xena yang merasa terkejut. Dengan perlahan, ia membuka pintu rumah megah miliknya dengan satu tangan yang bergerak bebas.     

"Sudah sampai pintu utama?" Tanya Xena dengan nada bingung. Bagaimana tidak, daritadi yang ia lihat hanyalah kegelapan saja, tidak ada yang lain.     

"Sudah."     

Vrans melepas genggaman tangannya pada Xena. Ia berjalan ke belakang gadis itu, lalu membuka penutup mata yang sedari tadi menghalau penglihatannya.     

"KEJUTAN!"     

Mata Xena membulat sempurna. Ia dapat melihat bagaimana orang-orang yang ia sayangi berkumpul di rumah Vrans. Di sana terdapat Tasya dan Liam yang memegang erat buket bunga marah yang sangat besar secara bersamaan. Leo yang berdiri di dekat sebuah troli yang menampilkan kue besar hasil buatan tangan Orlin dan juga Niel, ah tidak terlalu buruk. Sekaligus Niel yang memeluk pinggang Orlin dengan sangat posesif, gadisnya kini tengah memegang rangkaian balon yang di ikat menjadi satu oleh Erica. Sedangkan Erica sendiri, ia berdiri dengan raut cukup bahagia menatap ke arahnya, namun terlihat juga kegelisahan di kedua bola matanya.     

Ah iya, dan jangan melupakan beberapa karyawan yang kini menggenggam kotak kado di masing-masing tangannya.     

Napas Xena terasa tercekat. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana sosok seperti Vrans bisa melakukan hal semanis ini. "Astaga, kalian... benar-benar sangat manis." Lirihnya dengan pandangan yang mulai berkabut. Ia menangis bahagia saat ini juga.     

Vrans tersenyum senang kala melihat gadisnya yang menangis dengan senyum lebar yang menghiasi wajah. "Aku sudah menyiapkan ini semua dari jauh hari, sayang."     

Entah apa yang harus ia lakukan, Xena kini menghambur ke dalam pelukan Vrans. Memeluk tubuh laki-laki itu dengan sangat erat. "Bosayang, apa maksudnya aku akan segera menikah dengan kamu?" Tanyanya dengan suara serak. Ia sebelumnya memang sudah percayalah diri jika Vrans akan menikahi dirinya. Tapi untuk kejutan yang terbilang jauh dari kata sederhana ini, membuat dirinya merasakan kesenangan yang berkali-kali lipat.     

"Benar, apa aku terlihat bercanda dengan dekorasi yang sudah di sewa sangat menawan?"     

Dalam pelukan Vrans, Xena menggeleng dengan cepat. "Aku sayang kamu, Vrans."     

"Aku juga sayang sama kamu, gadis Pluto."     

Vrans melepaskan pelukan mereka. Lalu menggenggam kedua tangan Xena dengan erat. Ia berjongkok melipat salah satu kakinya membentuk pose yang sangat romantis seperti di film percintaan. "Sekali lagi di hadapan banyak orang aku ingin mengatakan hal sama seperti yang aku katakan di depan umum tadi.     

"Will you be a girlfriend in my life forever?"     

Xena menatap Vrans dengan terharu, ia mengangguk semangat. "Yes, I will be your girlfriend forever, bosayang."     

Suara gemuruh tepuk tangan memenuhi setiap sudut ruangan di rumah ini. Sorak ramai kebahagiaan juga terdengar mengisi suasana.     

Dengan cepat, Vrans langsung berdiri dan memeluk Xena. Ia memutar tubuhnya, membawa tubuh Xena mengikuti iringan perputarannya.     

"AKU PUSING BOSAYANG!" Pekik Xena dengan sangat riang. Ia akan selalu mengingatnya jika hari ini adalah hari yang paling spesial dalam hidupnya.     

Dilamar oleh orang yang di suka dari awal bertemu tanpa alasan yang jelas? Itu sangatlah luar biasa.     

Vrans ikut terkekeh lalu menghentikan putaran tubuhnya. Ia mendekatkan wajahnya dengan wajah Xena, menempelkan hidung mereka. "Aku sayang kamu." Ucap Vrans.     

Di detik berikutnya, Ia segera melumat bibir Xena dengan lembut. Memberitahu pada semua orang jika Xena akan segera resmi menjadi miliknya seorang.     

Sedangkan di satu sisi, Erica tengah mengumpat kesal menatap layar ponselnya. "Jika laki-laki itu benar kesini, akan aku tendang saat itu juga." Gumamnya dengan perlahan.     

Tanpa ia sadari, Orlin mendengar ucapannya itu. "Kamu mau tendang siapa, Ca? Jangan aneh-aneh kamu ya." Ucapnya setengah berbisik.     

Erica memutar bola matanya. "Aku tidak berjanji."     

Ia merasakan ponselnya berdenting memberitahu dirinya jika ada pesan masuk.     

Sean     

Aku sudah sampai di depan, cepat keluar.     

Astaga, laki-laki itu memang sangat ingin di tendang olehnya. Bersikap semena-mena seolah-olah dirinya adalah boneka yang dapat di atur. Baiklah, ia akan bermain tenang dengan sedikit rasa kesal untuk menghadapi Sean.     

"Laki-laki yang cerewet."     

...     

Dengan motor besarnya, Sean sudah berdiri tepat di dekat tiang listrik yang berada tidak jauh dari kediaman Vrans. Ia dengan mulus sangat berhasil melacak ponsel Erica. Ah, itu sangat mudah baginya. Mengakses dokumen, membajaknya, bahkan sampai melacak sesuatu, itulah kemampuan dirinya.     

Mungkin memang terlihat sedikit konyol. Mengajak Erica untuk menemani dirinya latihan menembak yang ia tidak perlu sembunyikan lagi jika hal itu hanyalah alasan semata supaya gadis itu ingin bertemu dengannya. Sampai Erica menolak ajakannya, ia benar-benar melakukan hal yang kelewat di luar jalan pikirannya selama ini. Menjemput seorang gadis yang dengan sangat berani menentang dirinya? Ah sepertinya ia sudah sedikit gila.     

Sean mengambil ponsel miliknya, lalu mengirim pesan kepada Erica.     

Sean     

Aku sudah sampai di depan, cepat keluar.     

Erica     

Apa kamu sudah gila? Sudah ku bilang jika aku sibuk. Apa kamu tidak mengerti?!     

Sean terkekeh kecil. Gadis yang sangat emosian.     

Sean     

Yasudah, aku akan segera masuk ke dalam.     

Erica     

Berisik. Sahabat ku sedang mengadakan acara.     

Ia menaikkan sebelah alisnya. Apa acara sahabat itu sangat penting sampai Erica mengacuhkan dirinya? Ah iya, lagipula siapa dirinya di mata gadis itu? Kenapa dirinya menjadi terkesan seperti mengejar-ngejarnya?     

Sean     

Kamu keluar dan menemui diriku, atau aku masuk kedalam dan membuat acaranya berantakan?     

Erica     

Oke, aku keluar. Dasar berisik     

Sean tersenyum miring. Sekeras apapun sifat Erica, pasti ia kalah jika dirinya sudah meluncurkan sebuah ancaman.     

Untung saja hari sudah mulai sore, kalau tidak pasti panas matahari sudah menyapa dirinya.     

Matanya menatap ke salah seorang gadis yang baru keluar dari pekarangan rumah megah itu, bahkan tidak kalah megah dengan rumahnya.     

"Sudah siap?"     

Erica menatap dirinya dengan datar. "Kita tidak akan pergi kemanapun, Sean. Aku ada acara di dalam sana."     

"Memangnya acara apa?" Tanya Sean dengan penasaran sambil menaikkan sebelah alisnya.     

Erica berdecak kecil. "Kamu tidak tau berita tentang Vrans dan Xena yang akan segera menikah? Lebih baik kamu tinggal di pedesaan saja. Bahkan orang desa pun lebih tau banyak informasi daripada kamu." Karena sudah sangat kesal, tanpa sadar Erica berbicara dengan kalimat panjang pada Sean.     

Sean mengangkat bahunya acuh. "Tidak menarik, ayo segera naik atau ku tinggal." Ucapnya sambil mengarahkan jok belakang motor besarnya dengan dagu.     

Erica menatap Sean dengan datar, lagi. "Aku tidak mau, aku ada acara."     

"Naik atau aku akan ikut pergi ke dalam dan membuat semua orang heboh dengan kehadiran ku?"     

Memang benar ia saat ini sudah menggunakan penyamaran yang ketat. Ya begitulah hidup menjadi seorang pembunuh bayaran yang sudah di kenal oleh banyak anggota keamanan.     

"Mengancam?!"     

"Iya, memangnya kenapa?"     

Erica memutar kedua bola matanya. "Selamat, kamu berhasil, Tuan Xavon."     

Dalam diam, Sean mengulum senyum geli ketika berhasil membuat Erica tidak terbantahkan.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.