My Coldest CEO

Lima puluh tujuh



Lima puluh tujuh

0Baiklah ini part yang kalian tunggu-tunggu     

//     

Sean menangkap kaki Erica yang hendak menendang perutnya dengan gerakan yang cepat. "Kamu terlalu lemah, akui saja." Ucapnya dengan nada meremehkan.     

Erica memutar bola matanya lalu menghentakkan kakinya dengan kencang membuat Sean melepaskannnya. "Jangan terlalu banyak menyombongkan diri."     

Ia berjalan menuju sofa, lalu segera meneguk jus lemonnya yang terlihat sangat menyegarkan. Dan benar saja ketika jus tersebut menyapa tenggorokannya, rasa dahaga yang tadi ia rasakan langsung musnah begitu saja. "Kamu hanya beruntung, kalau tidak, aku sudah ingin menembak kepalamu".     

Sean terkekeh kecil mendengar ucapan Erica. Gadis itu meminta dirinya untuk melatih kemampuan bertarung yang dimilikinya.     

"Kalau kalah, akui saja."     

Erica menaikkan sebelah alisnya. "Memangnya aku membela diri?" Ucapnya dengan nada sinis. Memang benar bukan jika dirinya tidak membela apapun?     

Ruangan merah yang memiliki banyak fungsi. Sangat menguntungkan sekali jika laki-laki malas seperti Sean tidak ingin meluangkan waktunya untuk keluar dan berlatih kemampuan di tempat lain.     

"Sebagai gantinya, yang kalah harus menuruti kemauan yang menang."     

Erica memutar bola matanya.     

"Hm."     

Dalam diam, Sean tersenyum miring lalu segera menggendong tubuh Erica ala bridal style tanpa aba-aba sama sekali.     

"HEI!" Pekik Erica, dengan refleks mengalungkan tangannya pada leher Sean. "Mau apa?"     

Sean bergeming dan langsung membawa Erica keluar dari ruangan ini. Ia mulai menuruni anak tangga tanpa rasa berat sama sekali dari bobot badan gadis yang berada dalam gendongannya.     

"Aneh." Gumam Erica sambil mendengus kesal.     

Sean mulai memasuki tubuh Erica ke dalam mobilnya lalu melakukan hal yang sama untuk dirinya sendiri.     

"Pakai seatbelt dan kita akan pergi ke suatu tempat."     

Erica menurut saja. Lagipula pasti Sean membawanya ke tempat fantastis yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Ia tidak akan rugi.     

Begitu melihat Erica yang sudah memasang seatbelt di tubuhnya, ia segera melajukan mobil. Pikirannya sudah menerawang jauh mengingat sebuah tempat yang mungkin akan membuat gadis di sampingnya ini memiliki daya tarik yang sangat besar.     

Semoga saja seperti itu.     

Jika dapat di perkirakan, mereka sudah menghabiskan dua jam perjalanan dengan raut wajah Erica yang masih menunjukkan kendaraannya. Untung saja lantunan musik dari eye of the tiger - survivor mengisi kehampaan di antara mereka. Bukan karena Sean tidak membuka pembicaraan, namun Erica seperti sedang malas menimpali segala ucapannya.     

Sebuah gedung tinggi pencakar langit menyapa penglihatan Erica. Ia menaikkan sebelah alisnya, lalu menoleh ke arah Sean. "Mau kemana?"     

"Bukankah sudah hampir lebih dari dua jam kita berada di perjalanan dan kamu baru menanyakan hal itu?" Ucap Sean balik bertanya sambil terkekeh kecil. Ia mulai melajukan mobilnya, masuk ke dalam basement mobil yang seperti khusus untuk orang-orang yang memiliki jabatan.     

Erica berpikir jika mungkin pikiran Sean sedang kacau mengingat laki-laki itu yang hampir tidak pernah menginjakkan kaki di gedung keren. Biasanya Sean akan mengunjungi gedung tua, atau bahkan pabrik tua yang ambil alih sebagai tempat jual beli senjata illegal. Tapi kali ini...     

"Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Aku ingin menemui bibi ku untuk meminta sesuatu."     

Erica melihat Sean yang sudah keluar dari dalam mobil, berjalan mengitari mobil lalu membukakan pintu untuk dirinya.     

"Untuk gadis manis, aku ingin memperkenalkan Xavon Company kepadamu." Gumam Sean sambil meraih tangan kanan Erica. Menggenggamnya dengan erat, lalu membawa gadis itu untuk mengikuti setiap langkahnya untuk memasuki sebuah lift.     

Erica yang sebenarnya menyimpan berjuta rasa penasaran pun hanya diam saja. Ia malas bertanya hal yang mungkin akan membuat tingkat kepercayaan diri Sean melonjak drastis.     

Mereka sampai tepat pada sebuah ruangan dengan seseorang wanita yang berumur tiga puluh tahun di dalam sana. Wanita yang cantik dengan gesture tubuh yang sangat bagus.     

"Sean?!"     

Wanita itu tampak merubah raut wajahnya menjadi sangat bahagia lalu beranjak dari kursinya untuk segera menghampiri Sean dan memeluk laki-laki itu.     

"I need a private jet for the next few days, Jessie." Ucap Sean to the point. Ia sama sekali tidak berniat untuk membalas pelukan wanita yang bernama Jessie.     

"Oh c'mon, you got to sit down first --and oh who's this cute girl?" Jessie segera menjauhkan dirinya dari Sean, lalu menatap Erica dari atas sampai bawah. Tatapan yang cukup ramah, namun tidak sepenuhnya menyenangkan.     

"Hai." Sapa Erica dengan seulas senyuman.     

Jessie terkekeh kecil. "The first girl in Sean's life, right?" Ucapnya sambil meraih surai rambut Erica untuk di letakkan di balik telinga gadis itu.     

Sean memutar bola matanya, lalu menepis tangan Jessie supaya tidak menyentuh Erica. Sebenarnya bisa saja dirinya meminjam jet pribadi dari D. Krack, tapi ia cukup malas karena laki-laki itu sangat suka menggoda wanita. Ia hanya tidak ingin Erica bertemu dengan D. Krack, lagipula itu zona yang berbahaya.     

"Ekhem. So, my private jet access?"     

"You got it, honey. Wait a minute."     

Genggaman tangan Sean pada Erica belum terlepas sama sekali. "Kita tidak akan lama disini."     

Erica menaikkan sebelah alisnya, "Kenapa?"     

Sean menatap Jessie yang sedang mengutak-atik laptopnya. Lalu setelah itu kembali mengalihkan tatapannya pada Erica. "Ayo kita harus ke bandara."     

Tunggu sebentar, Erica menaikkan sebelah alis sambil menyentak tangannya membuat genggaman tangan Sean terlepas. "Maksud kamu? Kita akan tetap di Amerika. Tidak akan kemana-mana."     

"Kamu pikir aku menerima penolakan?"     

"Tidak."     

"Yasudah, good girl."     

"Tidak lebih dari tiga hari, paham?"     

"Aku tidak berjanji."     

Aneh sekaligus menyebalkan. Perpaduan yang sangat membuat Erica ingin berdecih kasar di hadapan laki-laki itu. "Xena dan Vrans ingin segera mengadakan wedding party. Dan aku harus kesana."     

Sean sedikit menimang-nimang ucapan Erica. Sejujurnya, tiga hari saja sudah cukup. Tapi ia ingin sedikit bermain-main pada gadis dingin itu. "Bersamaku?"     

"Jangan berharap lebih, Tuan Assassin."     

"Yasudah, aku akan membawa mu ke luar Negeri selama satu minggu."     

"Dan aku akan membantahnya." Ucap Erica sambil membalikkan tubuhnya, mulai berjalan menjauhi Sean untuk masuk kedalam lift yang tadi ia gunakan bersama Sean.     

Sean dengan cepat mengikuti pergerakan Erica, ia ikut masuk ke dalam lift. Keadaan sangat hening. Untuk urusan jet pribadi, Jessie sudah mengaturnya sedemikian rupa. Dari pilot sampai perlengkapan lainnya sudah tersedia. Hanya Xavon Company saja yang bisa ia masuki tanpa menggunakan penyamaran sama sekali. Karena karyawan disana juga melakukan hal yang sama dengannya.     

Menutupi kejahatan dengan kebaikan? Itu adalah hal paling pintar yang pernah dilakukan manusia.     

Ting     

Pintu lift terbuka sesuai tombol menuju basement. Dengan cepat, Sean langsung saja membopong tubuh Erica seperti membawa sekarung beras di pundaknya.     

"Dan aku tidak akan membiarkan kamu pergi."     

"SEAN, LEPASKAN AKU!!!"     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.