My Coldest CEO

Lima puluh sembilan



Lima puluh sembilan

0Sebagian orang akan mengira jika seorang gadis cerewet dengan tingkah konyol seperti Xena tidak akan bisa menyusun rumah tangga, terlebih lagi melakukan kewajibannya jika sudah menjadi seorang istri. Namun dugaan sebagian orang itu salah. Terbukti kini Xena dengan lihainya menggoyang telur dadarnya di atas pan datar sambil bersenandung riang.     

Ia dengan sangat cekatan menaruh telur yang sudah matang itu ke piringnya, menaburkan sedikit garam di atas telur, lalu siap disantap.     

"Astaga aku ternyata sangat pandai memasak." Gumamnya dengan bangga sambil mengusap dahi dengan lengannya.     

Satu piring telur setengah matang untuk Vrans, dan telur yang matang untuk dirinya. Sangat sempurna. Ia mulai membawa kedua piring tersebut di masing-masing tangannya.     

"Selamat makan bosayang." Xena mengecup pipi sebelah kanan milik Vrans, lalu menaruh piring berisi telur untuk laki-laki itu.     

"Terimakasih, gadis pemaksa." Ucap Vrans.     

Pemaksa? Ya, sepertinya Xena lebih cocok di panggil dengan sebutan seperti itu. Pasalnya tadi pagi dengan heboh Xena membangunkan dirinya dengan sangat berisik, terlebih lagi gadis itu yang merengek habis-habisan supaya diizinkan membuat sarapan untuk menu mereka pagi ini. Ia sama sekali tidak masalah dengan dua butir telur setengah matang yang ada di piringnya saat ini, ia hanya tidak ingin gadisnya terkena tepi wajan atau hal menyeramkan lainnya mengingat Xena adalah gadis yang sangat ceroboh.     

Xena terkekeh kecil, lalu menduduki kursi makan yang berada di hadapan Vrans. "Sarapannya hanya telur saja bosayang, tidak masalah?" Cicitnya dengan sebuah senyuman konyol, khas seorang Xena Carleta Anderson.     

Vrans menggeleng kecil, lalu mulai memakan sarapannya dengan nikmat. Ia sudah mendapatkan chef baru di rumah ini, namun permintaan Xena membuat dirinya harus memijat pangkal hidungnya yang terasa penat.     

"Kalau sudah menikah, aku yang ingin memasak buat kamu." Pinta Xena kala itu.     

Bagaimana bisa dirinya sudah memfasilitasi segalanya tetapi gadis itu ingin bekerja sendiri. Jelas-jelas ia akan menolak permintaan Xena, ah iya menolak dengan lembut maksudnya.     

Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi, dan jam kerja mereka di mulai dari jam delapan pagi. Xena melirik ponsel Vrans yang berada di atas meja, lalu mengambilnya. "Aku ingin membuat story Instagram."     

Vrans terkekeh. Astaga Xena lucu sekali, untuk apa meminta izin hanya karena ingin membuat sebuah cerita di aplikasi yang sangat populer itu?     

"Tentu saja, kenapa tidak?"     

Dengan pekikan tertahan, Xena mulai mengarahkan ponsel Vrans mode kamera belakang, memperlihatkan sang empunya ponsel ini yang sedang menyuapkan satu potongan telur ke dalam mulutnya.     

Cekrek     

Dapat.     

"Hapus, sayang. Setidaknya bilang terlebih dahulu jika ingin memfoto diriku."     

"Dan membiarkan ketampanan kamu tercetak jelas? Tentu aku tidak mau." Ucap Xena sambil menjulurkan lidahnya. Bahkan ia masih saja cemburu dengan banyak wanita yang mengagumi laki-laki itu secara diam-diam.     

Vrans terkekeh kecil, lalu membiarkan Xena melakukan apapun sesukanya. Asalkan gadis itu merasa bahagia, itu sudah cukup baginya. Lagipula akun sosial media bagi dirinya tidak berarti apa-apa. Yang berarti itu cintanya saat ini tidak bertepuk sebelah tangan lagi.     

Sedangkan Xena, gadis itu tengah tersenyum sumringah menatap caption yang di buat olehnya. 'Breakfast with future husbands' dengan di beri hastag #don'tbejealous, oh tidak lupa juga ia men-tag username miliknya disana supaya orang-orang tau siapa yang menjadi milik Vrans saat ini dan seterusnya. Sangat termakan oleh cinta.     

Satu tombol kirim sudah ia tekan.     

"Sudah selesai dan tidak ada siapapun yang boleh menyukai bosayang ku lagi."     

Vrans menyudahi sarapannya dengan segelas jus guava yang juga di buatkan oleh Xena. Ia menatap gadisnya dengan lembut. "Sayang, suka dengan orang itu manusiawi. Kamu tidak boleh seperti itu."     

Xena menaikkan bahunya acuh. Lalu kembali meletakkan ponsel Vrans di atas meja makan. " Ya siapa suruh mereka suka sama kamu?"     

"Tidak ada, mungkin karena aku tampan?"     

Karena ucapan asal Vrans yang penuh percaya diri itu, Xena menekuk senyumnya sambil berdecak sebal. "Yasudah kalau seperti itu, lagipula aku juga cantik, masih banyak laki-laki yang ingin denganku." Ucapnya dengan nada merajuk sambil mendorong piringnya, tidak berniat untuk melanjutkan sarapan lagi.     

Vrans terkekeh lalu berdiri dari duduknya. Ia menghampiri Xena, dan memeluk gadis itu dari belakang. "Maaf sayang, hanya bercanda." Gumamnya dengan sangat pelan, ia mengelus perut rata Xena, lalu mencium puncak kepala gadisnya.     

Berniat ingin merajuk, hati Xena meleleh seketika. Ia mengulum senyum, lalu mencubit kecil punggung tangan Vrans. "Dasar bosayang menyebalkan."     

"Siapa yang lebih menyebalkan?"     

"Kamu, Vrans Moreo Luis."     

Vrans tertawa, ia memeluk tubuh Xena dengan gemas. Bayangkan saja bagaimana romantisnya mereka saat ini. "Mengalah untuk seorang gadis yang aku sayangi sepertinya tidak akan rugi." Gumamnya sambil melepas pelukan erat itu, lalu menarik kursi yang Xena duduki, ia mengambil badan gadis mungilnya untuk di taruh dalam gendongannya.     

"BOSAYANG, NANTI JATUH!" Pekik Xena sambil mengeratkan kedua kakinya tepat di pinggang Vrans. Posisi mereka kini sangat lucu, Xena terlihat seperti anak seekor koala yang tidak ingin di tinggal induknya.     

"Aku menahan tubuh kamu."     

Vrans menatap masuk ke dalam manik mata milik Xena. Menerobos pandangannya seolah-olah sedang membaca pikiran gadis itu. "Sudah sarapannya? Ayo berangkat." Ucapnya sambil mencium singkat kening Xena.     

Namun Xena bergeming saja, ia menyipit matanya. "Biar ku tebak, kamu belum puas kan hanya sarapan dua butir telur?"     

Vrans yang sedari sedang berusaha membangkitkan momen romantis di antara mereka, akhirnya tertawa. Bagaimana bisa dalam momen seperti ini gadisnya menanyakan mengenai porsi sarapan mereka yang memang terbilang sedikit?     

Seperti biasa, Xena selalu bisa mengacaukan suasana.     

"Sedikit saja mengerti situasi, Xena." Ucap Vrans sambil menurunkan tubuh Xena. Ia merapihkan jas hitamnya yang sedikit berantakan, lalu menyibakkan rambut ke belakang.     

Tampan sekali.     

Xena menatap kagum laki-laki di hadapannya, yang tidak pernah bosan ia tatap walau bertemu setiap hari.     

"Ayo berangkat."     

Vrans mengambil tas model E'Mio Leather Briefcase seharga €3.030 atau sekitar Rp. 53.527.064,36 yang biasa ia pakai untuk pergi ke kantor.     

//Fyi; Briefcase adalah jenis tas yang umumnya berbentuk persegi panjang dengan handle di bagian atasnya. Tas klasik ini berfungsi untuk menyimpan dokumen-dokumen dan keperluan kantor lainnya. Model klasiknya membuat tampilan lebih terlihat profesional.//     

"Kamu belum jawab pertanyaan ku." Ucap Xena sambil memakai tas jinjingnya.     

Vrans menaikkan sebelah alisnya. "Pertanyaan yang mana?"     

"Kamu belum puas kan hanya sarapan dua butir telur?"     

Berkat pertanyaan Xena, Vrans terkekeh kecil. Ia mengangkat tubuh gadisnya ala bridal style. "Pertanyaan yang sangat aneh dari gadis aneh. Memangnya sebanyak apa porsi makan ku, hm?" Ucapnya sambil mengadu hidung mancungnya dengan hidung milik Xena.     

"Siapa tahu tidak mengenyangkan." Ucap Xena dengan polosnya, ia mengerjapkan matanya berkali-kali membuat sebuah puppy eyes yang menggemaskan. "Tapi bisakah kita pergi ke kedai taco nanti saat jam makan siang, bosayang?"     

"Tentu, memangnya siapa yang berani menolak Nyonya Luis yang sangat lugu ini?"     

Dalam detik itu juga, rona merah menjalar sampai telinga Xena. Ia menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Vrans. "Cepatlah nanti kita telat."     

"Pemilik perusahaan dan sang Nyonya tidak masalah datang terlambat."     

"VRANS HENTIKAN MERAYU DIRIKU DENGAN PANGGILAN NYONYA!"     

"Iya Madam Luis."     

"VRANS!!"     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.