My Coldest CEO

Enam puluh



Enam puluh

0"XENA SAYANG KU ASTAGA!"     

Teriakan menggelegar itu berasal dari Orlin. Membuat Xena harus menutup telinganya dengan erat karena terdengar sangat memekakkan telinga. Astaga, apa hobi berteriaknya kini mulai menular kepada salah satu sahabatnya ini? Ia melihat Orlin mulai masuk ke dalam ruang kantornya dengan senyum yang mengembang sempurna.     

"Aku bahagia sekali karena kemarin Niel melamar aku!!" Ucap Orlin sambil duduk di sofa panjang yang terdapat di ruangannya. Terlihat gadis itu kini tengah senyum-senyum sendiri seraya memandang layar ponselnya.     

Xena membelalakkan kedua bola matanya. "HAH? SERIUS? WOAH KEREN KITA HARUS MENIKAH BERSAMA!!"     

Orlin tertawa terbahak-bahak. Ia membayangkan jika dirinya dan Niel menikah di tempat yang sama dengan Xena dan Vrans. Ah pasti kalah jauh, sangat jauh.     

"Itu seperti di dalam mimpi, Xena."     

"Ya memangnya kenapa?" Ucap Xena sambil kembali memusatkan perhatiannya pada layar laptop. Hari ini dan beberapa hari kedepan ia bekerja sendirian. Erica kini tengah mengambil cuti untuk pergi bersama Sean, yang entah kemana itu. Penasaran? Tentu saja! Apalagi mengingat sahabatnya itu di bawa pergi oleh salah satu pembunuh bayaran yang pernah melukai dirinya. Ah, bahkan luka di wajahnya belum sepenuhnya sembuh total karena masih ada bekas luka sayat.     

"Tidak masalah sih, tapi kan kita belum membicarakannya dengan masing-masing keluarga. Tidak seperti kalian yang mudah sekali mendapatkan persetujuan."     

"Itu juga butuh pengorbanan, Orlin. Apa kamu tidak ingat seberapa perjuangan aku dulu?"     

"Iya, kamu lebih dari gadis gila. Beruntung Vrans sekarang menerima cinta kamu."     

"Untuk hal itu kan udah jadi takdir aku." Ucap Xena sambil terkekeh. Ia benar-benar merasa bangga terhadap dirinya sendiri karena hanya dengan sifat apa adanya menarik seorang laki-laki setia masuk ke dalam hati dan hidupnya.     

"Kamu terlalu percaya diri, Xena."     

"Itu memang sifat aku."     

Mereka berdua tertawa bersama, rasanya memang kurang tanpa adanya Erica si gadis dingin. Tapi mereka berdua sudah lebih dari cukup, karena ada saja topik bahasan yang menarik bagi mereka untuk di bicarakan bersamaan.     

"Sekarang ceritakan bagaimana Niel melamar kamu."     

Xena memusatkan seluruh perhatiannya pada Orlin. Ia menatap penasaran ke arah gadis yang bernotabene sebagai sahabatnya itu.     

Orlin berdeham, lalu memulai ceritanya dengan senyum yang mengembang diiringi dengan sorot mata berbinar.     

Throwback     

"Aku mau makan steak, mau makan french fries, mau makan fried chicken, mau--"     

"Mau jadi pendamping hidupku?"     

Orlin menelan salivanya dengan kasar. Ia menghentikan semua ucapannya kala Niel memotong apa yang sedang ia bicarakan. Dadanya kini terasa berdebar tidak karuan. Ia mencubit pinggang laki-laki yang kini sedang berada dalam pelukannya. "Jangan memberi harapan!"     

Niel menaikkan sebelah alisnya, lalu meraih dagu Orlin supaya tatapan mereka beradu dengan sempurna. "Memangnya aku terlihat sedang bercanda?" Tanyanya sambil menunjukkan ekspresi yang benar-benar serius.     

Orlin mengerjapkan kedua bola matanya. Ia merasa sangat tidak percaya akan hal ini. Pasalnya, laki-laki itu tidak pernah menunjukkan keseriusan pada dirinya selain menjalin hubungan percintaan saja. Tapi kali ini, apakah ia sedang berada di dalam mimpi?     

"Masih belum percaya?" Tanya Niel sambil mencubit gemas hidung mancung milik Orlin. Merasa tidak ada jawaban dari gadisnya, ia akhirnya memutuskan untuk bangkit dari duduknya sehingga pelukan mereka terlepas.     

"Eh mau kemana sayang?" Tanya Orlin kebingungan.     

Niel mengulum sebuah senyuman yang sangat manis. Ia membuka pintu kamarnya dengan perlahan, dan pada detik itu juga...     

"SURPRISE!!"     

Semua anggota keluarga Alvaro berdiri disana, dan mulai memasuki kamar milik Niel. Ada Lala yang berdiri membawa balon cantik berwarna merah jambu. Ada juga kedua orang tua Niel yang mendorong secara bersamaan troli berisi banyak sekali peralatan make up dan juga barang lainnya. Dan disana gua ada grandpa dan grandma yang masing-masing menggenggam satu buket bunga mawar dengan ukuran besar. Sontak hal itu langsung saja membuat Orlin langsung berdirinya tegak dengan kelopak mata yang siap meluncurkan cairan kristal.     

"Semuanya sudah berkumpul, dan sekarang bagian ku." Ucap Niel sambil berjalan ke arah Orlin, dan bertekuk lutut disana.     

Orlin diam saja sambil menatap haru keadaan saat ini. Ia benar-benar menjadi terlihat seperti gadis yang tidak banyak tingkah.     

Terlihat kini Niel yang mengeluarkan sebuah kotak kecil, lalu membukanya tepat di hadapan Orlin. "Aku mungkin tidak seromantis Vrans, tapi satu yang kamu harus tau kalau perasaan sayang aku untuk kamu tidak kalah besar dengan milik Vrans untuk Xena."     

Orlin masih mematung. Kali ini cairan kristal sudah berjatuhan ke pipinya, ia menahan supaya suara tangisnya tidak terdengar.     

"So, will you marry me?"     

Throwback off     

"SUMPAH ITU HAL TERMANIS YANG PERNAH AKU DENGAR DARI KISAH PERCINTAAN SESEORANG!" Pekik Xena dengan sangat terkesan dengan cerita Orlin. Memang sedikit berlebihan, tapi sepertinya itulah sifat Xena.     

"Aku merasa jadi seorang gadis yang paling beruntung sedunia."     

Mendengar ucapan Orlin yang membicarakan keberuntungan, Xena menghentikan tawa, lalu menopang dagunya dengan tangan kanan. "Kira-kira Sean akan menjaga Erica dengan benar tidak ya? Aku masih takut jika nanti terjadi hal buruk pada Erica." Ucapnya sambil menghembuskan napasnya.     

Tangan Orlin bergerak lincah menari-nari di atas layar ponsel, ia sedang membalas pesan masuk dari Niel. Setelah itu ia menaruh ponsel di sampingnya, dan menatap Xena yang kini sedang menekuk senyumnya.     

Walaupun Erica tidak begitu aktif di dalam persahabatan mereka, namun tidak ayal juga rasa sayang pada masing-masing dari mereka tidak ada yang berbeda. Sehingga kini tentunya dan pastinya bukan hanya Xena yang merasa sedih, tapi dirinya juga.     

"Sudahlah Xena, Erica tau cara terbaik untuk melindungi dirinya sendiri."     

"Tapi aku khawatir."     

"Nah daripada kamu merasa seperti itu, bagaimana jika kita nanti makan siang di kedai taco."     

"Ah tidak bisa, aku sudah ada janji dengan bosayang." Ucap Xena sambil tersipu malu. Ia mengulum senyumnya karena mengingat kejadian tadi pagi saat bersama Vrans. Astaga laki-laki itu sangat manis sekali membuat dirinya seperti melayang terbang ke udara.     

Orlin yang melihat Xena tersipu malu pun akhirnya memutar kedua bola matanya. Padahal jika di bandingkan dengan dirinya dan Niel, merekalah yang paling termakan cinta. Ah memang terkadang terasa seperti itu, tidak menyadari tindakan sendiri.     

"Ayolah Xena, kamu sekarang sudah termakan cinta."     

"Tidak masalah, justru enak. Bisa disayang oleh orang kesayangan." Ucap Xena sambil menatap salah satu bingkai foto kecil yang terdapat salah satu foto Vrans dengan senyum konyol hasil potret dirinya. Ah baru sebentar saja berpisah ruangan dengan Vrans membuat dirinya serindu ini. Ya jangan salahkan Xena, karena rindu selalu datang tanpa permisi. Iya, bukan?     

"Sekarang tinggal Erica yang belum merasakan apa yang kita rasakan. Biasanya dia yang paling tidak tahan melihat tingkah kita berdua saat bersama dengan kekasih."     

Xena tersenyum tipis. Bagaimanapun juga dan entah mengapa ia benar-benar merasa jika Sean bukanlah laki-laki baik yang pantas untuk mendapatkan hati seorang Erica Vresila.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.