My Coldest CEO

Enam puluh satu



Enam puluh satu

0Siang hari ini terasa begitu cerah dari biasanya. Xena dengan senyum sangat manis mulai menggenggam erat pergelangan tangan milik Vrans. Sedangkan laki-laki itu kini dengan wajah super tampannya memakai kacamata berwarna hitam membuat Xena terus menerus terkekeh kecil saat melihat ke arah kekasihnya.     

"Untuk apa pakai kacamata hitam seperti itu, bosayang?" Tanya Xena sambil bergelayut manja di lengan Vrans. Mereka kini menjadi pusat perhatian bagi para pengunjung kedai taco karena berita tentang pernikahan mereka yang akan segera terlaksana sudah tersebar luas. Maka dari itu sepertinya Vrans membutuhkan sekretaris baru nantinya.     

Vrans terkekeh kecil. Silau, sayang. Cahaya matahari masuk ke dalam mataku." Ucapnya sambil memeluk pinggang Xena. Ia membiarkan gadis mungil itu bermanja-manja pada lengannya.     

"Kalau seperti itu, kamu terlihat sangat tampan. Bagaimana jika ada gadis lain yang lebih cantik dari ku mulai mendekati dirimu?" Tanya Xena dengan bibir mengerucut. Ia membayangkan bagaimana Vrans yang lebih tertarik pada gadis yang terlihat jauh lebih sempurna daripada dirinya. Ia hanya tidak ingin kehilangan laki-laki itu.     

Terlebih lagi, semenjak Vrans melamar dirinya, semua gadis seolah-olah berlomba-lomba untuk berpenampilan semenarik mungkin saat berpapasan dengan kekasihnya. Mungkin mereka merasa jauh lebih menarik daripada Xena, iya kan? Ya mungkin itu hanya sugesti bagi dirinya.     

"Memangnya aku pernah tergoda?"     

"Ya kali saja kamu berubah pikiran dan menyesal telah memilih aku."     

Vrans tersenyum kecil. Sudah hampir seminggu belakangan ini Xena selalu bersikap sangat tidak percaya diri dan terlalu membandingkannya diri dengan gadis lain yang bahkan ia tidak kenal. Hal itu bukannya membuat ia jengah, tapi membuat dirinya merasa gemas dengan tingkah Xena. Gadisnya yang sangat aktif bergerak dan cerewet itu tiba-tiba saja berubah menjadi gadis yang over protective dan cemburuan. Sangat manis.     

"Aku tidak pernah menyesal, Gadis Pluto."     

Xena mendongakkan kepalanya menatap wajah Vrans yang teramat tampan, lebih tampan daripada Damian ataupun laki-laki lain. Walaupun ada yang lebih tampan sekalipun, ia akan tetap memilih Vrans. Astaga tolong ingatkan dirinya supaya tidak terlalu termakan oleh manisnya cinta.     

"Kalau begitu, aku ingin bertanya."     

Vrans mengambil red wine yang tadi ia pesan dengan tangan kirinya, lalu meminumnya sampai habis tidak tersisah dan kembali menaruh gelangnya di atas meja. Ia menatap dalam ke arah bola mata Xena. "Apa?" Tanyanya dengan seulas senyuman.     

Xena berdehem lalu menegakkan tubuhnya sehingga pelukan Vrans terlepas. "Seberapa besar rasa sayang kamu untuk aku, bosayang?" Tanyanya sambil menatap riang ke arah Vrans. Ia bahkan sudah menyiapkan jawaban ketika kekasihnya itu menanyakan hal yang sama pada dirinya.     

Awalnya Vrans harus memikirkan kalimat yang tepat untuk menjawab pertanyaan Xena. Tapi ia sadar jika cinta tidak bisa diukur dari segi manapun. "Tidak bisa diukur, karena rasa sayang ini sudah terlalu besar untuk kamu."     

Blush     

Pipi Xena merona dengan sempurna menjalar sampai telinga memberikan sensasi malu yang luar biasa. Hanya karena ucapan Vrans tapi mampu membuat dirinya bungkam seketika. "Ah yang benar jawabannya, bosayang!" Pekiknya sambil berusaha menyembunyikan rona merah di pipi.     

Vrans terkekeh melihat hal itu. "Kenapa memangnya? Itu sudah benar kok." Ucapnya sambil meraih tangan Xena lalu menciumnya singkat dengan sangat lembut. Ia mengelus jemari dengan kulit putih bersih yang sangat mulus itu. "Karena rasa sayang aku, tidak akan pernah bisa di ukur, Xena. Apa kamu belum cukup paham?" Ulangnya kali ini dengan nada yang sangat rendah.     

Xena tambah malu dibuatnya. Ia segera menarik tangannya yang digenggam oleh Vrans, kini ia menutupi wajah dengan kedua tangannya. "Jangan merayu seperti itu!"     

"Siapa yang merayu? Aku berbicara serius dari lubuk hati ku yang paling dalam."     

"Vrans, hentikan itu!"     

"Memangnya kenapa?"     

Vrans sengaja menggoda Xena supaya gadis kecil itu terus merasa malu yang luar biasa. Ia terkekeh kecil saat melihat gadisnya dengan sangat konyol menutupi wajahnya dengan sangat erat seolah-olah tidak membiarkan dirinya untuk melihat wajah manis yang sedang merasa malu itu.     

"Sekarang waktunya aku yang bertanya." Ucap Vrans sambil menatap hangat ke arah Xena, membuat gadis itu mau tidak mau harus sedikit membuka celah jemarinya untuk mengintip wajah Vrans.     

"Apa?" Cicitnya yang masih enggan untuk memperlihatkan wajahnya yang sudah mirip dengan kepiting rebus.     

Vrans terkekeh kecil. "Kalau kamu, seberapa besar rasa sayangnya untukku?"     

Akibat dari pertanyaan Vrans barusan, Xena langsung saja membuka tangannya dan membiarkan wajah memerahnya terlihat oleh banyak orang. "MEMANGNYA SELAMA INI KURANG BESAR? SEBESAR INI LOH!" Pekiknya dengan heboh sambil merentangkan tangannya dengan sangat lebar, menarik perhatian banyak orang dan menatap dirinya dengan kekehan kecil. Sudah biasa Xena berperilaku seperti ini jadi semua orang sudah terbiasa dengannya.     

Vrans menaruh jari telunjuknya di depan mulut, memberi aba-aba supaya gadisnya ini tidak heboh. "Nanti terdengar sama orang-orang loh, sayang."     

"Tidak apa-apa, supaya mereka tau rasa sayang Xena untuk Vrans sangatlah besar melebihi apapun."     

"Kalau begitu, aku sangat beruntung mendapatkan hati kamu dan di izinkan untuk menjadi laki-laki yang sangat penting bagimu. Iya kan?" Tanya Vrans dengan kedua alis yang naik turun bermaksud untuk menggoda gadisnya.     

Xena mengibaskan kedua tangannya di depan wajah merasakan hawa panas yang kembali menyapa permukaan wajahnya. "Jangan berbicara satu katapun lagi, Vrans." Gumamnya dengan sebal.     

Melihat gadisnya yang sudah mati-matian menahan ronanya, ia akhirnya mengambil pinggang Xena lalu memeluknya dengan sangat erat. "Maaf, aku menyukai saat rona merah itu menghiasi pipi mu." Ucapnya sambil mengecup pipi Xena.     

"Oh jadi kamu memang niat membuatku malu, ya?!" Pekiknya sambil mencubit pinggang Vrans dengan ganas. Mereka kini terlihat seperti pasangan yang sangat harmonis, bahkan tidak jarang dari beberapa orang pun mulai memfokuskan perhatiannya pada mereka.     

"Ah tidak, jangan merasa seperti itu, sayang." Ucap Vrans sambil terkekeh kecil. Ia mengambil kunci mobilnya yang berada di atas meja, lalu bangkit dari duduknya dan membantu kekasihnya untuk melakukan hal yang sama pada dirinya.     

"Sudah kan makannya? Kita berjalan-jalan sebentar. Pasti kamu penat mengurusi tumpukan dokumen tanpa Erica, iya kan?" Tanya Vrans sambil mengelus puncak kepala gadisnya.     

Pada detik itu juga, Xena mengangguk dengan antusias. "Iya bosayang! Aku sangat pusing, tidak ada teman yang bisa di ajak berbicara." Ucapnya sambil mengerucutkan bibir.     

Mereka berdua mulai berjalan meninggalkan kedai taco tersebut seperti pasangan remaja yang sedang kasmaran.     

Dengan sangat romantis, Vrans mulai membukakan pintu mobil untuk Xena, setelah gadisnya sudah duduk di samping kursi pengemudi dengan manis, baru lah ia mengitari mobil untuk masuk dan duduk di kursi pengemudi.     

"Siap untuk jalan-jalan, Nyonya Luis?"     

Rona merah itu kembali datang menghampiri kedua pipi Xena. Gadis itu mencubit lengan Vrans dengan gemas. "Sudah berapa kali aku bilang jangan memanggilku seperti itu?" Ucapnya sambil pura-pura sibuk memakai seatbelt ke tubuhnya.     

Vrans menaikkan sebelah alisnya, sambil mengarahkan mobil supaya keluar dari area parkir. "Memangnya tidak ingin di panggil dengan sebutan itu?"     

"Ti-tidak seperti itu, bosayang! Tapi aku malu, lihat sekarang wajahku sudah terlihat seperti kepiting rebus, huh!"     

Vrans tidak memperdulikan ucapan Xena, laki-laki itu kini sibuk memfokuskan pandangannya pada jalanan. "Tidak, aku tidak melihatnya."     

Xena menekuk senyumnya. Lihat, sekarang Vrans terlihat sangat menyebalkan! Laki-laki itu kini sepertinya sudah mempelajari segala sifat menjengkelkan yang dulu terlalu menonjol dari dirinya.     

"Sekarang kamu bahkan lebih menyebalkan dari pada aku ya, bosayang!" Ucap Xena sambil menaruh ponselnya di dashboard mobil. Ia menatap ke arah Vrans yang bahkan dengan wajah tenangnya terlihat sangat teramat tampan.     

"Maaf ya, sayang." Ucap Vrans yang lagi-lagi tidak menoleh sama sekali ke arah Xena. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan standar, selalu mengutamakan apa yang menjadi keselamatan bagi dirinya dan juga Xena.     

Xena menjulurkan tangannya, meraih rahang kokoh milih kekasihnya yang bersih dari bulu halus yang biasanya dimiliki para laki-laki dewasa. "Kenapa bosayang-nya Xena digilai para wanita? Padahal kamu orang yang paling menyebalkan sedunia."     

Berkat ucapan Xena, kini Vrans terkekeh geli. "Kenapa harus bertanya padaku? Seharusnya kamu sebagai seorang salah satu dari mereka yang menyukai aku, sudah tau jawabannya." Ucapnya sambil menggelengkan kepalanya dengan singkat, merasa heran dengan pertanyaan yang sebenarnya gadis itu sudah tahu jawabannya tapi justru malah memilih untuk bertanya. Ada-ada saja.     

Jemari Xena bergerak untuk mengelus bibir Vrans, gadis itu terlihat seperti sedang berpikir keras. "Apa ya? Kamu itu Tuan tampan, dingin seperti kulkas, dan satu lagi, terlihat sangat menawan dan berwibawa!" Ucapnya dengan semangat.     

Vrans tersenyum hangat. "Itu kamu tahu jawabannya. Mungkin para wanita di luar sana berpikiran hal yang sama dengan dirimu." Ucapnya sambil mengambil jemari Xena dengan tangan kiri yang bebas dari kemudi mobil, lalu menggenggamnya.     

"Lalu? Kamu akan menyukai mereka sama dengan kamu menyukai aku? Kan sama-sama wanita." Tanya Xena dengan sebelah alis terangkat.     

"Siapa yang bilang sama?"     

"Kamu." Ucap Xena dengan sebal, ia kini tengah menggembungkan pipinya dengan gemas. Membuat Vrans pada detik itu juga ingin melumat bibir gadis itu yang justru terlihat mungil.     

"Tidak, aku tidak berkata seperti itu. Rasa sayangku hanya cukup untuk satu orang, dan itu kamu, Gadis Pluto." Ucap Vrans dengan nada rendah. Ia benar-benar ingin terus menerus menjahili gadisnya, hal itu merupakan kesenangan sendiri baginya.     

"Jangan membuat ku malu, Vrans!" Queen melepaskan genggaman tangan Vrans pada jemarinya. Ia kini tengah mendekatkan wajahnya pada AC mobil, ya walaupun itu tidak berdampak apapun bagi rona merah di pipinya, tapi setidaknya ia sudah berusahalah supaya tidak malu.     

"Aku berkata serius, sayang." Ucap Vrans.     

"Aku juga serius!" Pekik Queen dengan sebal. Pasalnya, ini sudah lewat dari hitungan jari saat laki-laki itu menjahili dirinya yang berakhir dengan rona merah di pipi. Memang sangat menyebalkan, tapi sayang dan membuat dirinya selalu di landa rindu!     

"Kalau begitu, aku lebih serius untuk menjalin rumah tangga dengan kamu dan sudah mengharapkan beberapa calon penerus Luis Company." Ucap Vrans di selingi dengan senyum menggoda yang terlihat jelas walau dari samping tempat Xena duduk.     

Dan pada detik itu juga, Xena membungkam mulutnya. Rona merah semakin menjalar ke telinganya. Astaga, apa tadi yang di katakan oleh laki-laki itu? Calon penerus? Bahkan dirinya belum berpikiran sejauh itu.     

"VRANS MOREO LUIS YANG MENYEBALKAN!"     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.