My Coldest CEO

Enam puluh dua



Enam puluh dua

0Battery Park, New York.     

Battery Park adalah sebuah taman umum seluas 25 are (10 hektare) yang terletak di Battery, ujung selatan Pulau Manhattan di New York City, menghadap New York Harbor. Wilayah ini diberi nama sesuai baterai artileri yang ditempatkan di sana pada tahun-tahun pertama kota ini untuk melindungi permukiman di belakangnya. Di ujung utara taman ini terdapat Castle Clinton, sisa-sisa terakhir benteng pertahanan yang menginspirasi nama taman ini; Pier A, bekas terminal kapal pemadam; dan Hope Garden, tugu peringatan korban AIDS. Di ujung lainnya terdapat restoran Battery Gardens di sebelah United States Coast Guard Battery Building.     

Dan disinilah Vrans dan Xena berada. Duduk di sebuah bangku panjang yang terdapat di dekat pagar besi yang membatasi jalan dengan lautan.     

Beruntung udara saat ini tidak terlalu terik, ah tidak bahkan kini cuaca sudah berawan. Mereka jadi bisa lebih menikmati pemandangan yang dapat melepaskan penat akibat hampir seharian bekerja. Terik matahari juga tidak menjadi penghalang lagi bagi mereka yang biasanya akan terasa membakar permukaan kulit bagi orang yang keluar di tengah hari seperti ini.     

Xena mulai menyandarkan kepalanya pada bahu milik Vrans. Gadis itu kini menggumamkan sebuah lagu milih Ed Sheeran yang berjudul perfect.     

"Harusnya aku yang menyanyikan lagu itu untuk kamu, sayang." Ucap Vrans sambil mengelus lembut puncak kepala Xena. Ia merangkul tubuh kekasihnya dengan sangat posesif, membuat orang yang berlalu lalang dengan rasa iri maupun senang memusatkan perhatiannya pada mereka.     

Xena mendekatkan wajahnya tepat ke telinga Vrans, bermaksud untuk berbisik pada laki-laki itu. "Kalau begitu, coba nyanyikan untukku." Ucapnya sambil mengerling jahil.     

"Tidak mau, ini tempat umum."     

"Memangnya kenapa? Masalah?"     

"Masalah, nanti yang suka kepadaku bertambah banyak, dan pasti kamu akan merasa cemburu, iya kan?"     

Xena menjauhkan wajahnya dari Vrans, lalu menatap laki-laki itu dengan sebelah alis yang terangkat seolah-olah tidak setuju dengan apa yang di ucapkan oleh Vrans. "Enak saja, kapan aku cemburu pada wanita-wanita itu?" Ucapnya dengan mengulum senyuman kecil. Ia selalu saja tidak ingin mengakui jika dirinya kini sudah berubah status sebagai gadis pencemburu.     

"Masa sih?" Tanya Vrans sambil mengelus dagunya seolah-olah sedang mengingat masa lampau dan menghitung sudah berapa kali gadisnya ini marah tidak beralasan pada dirinya.     

"Iya! Aku kan sangat membebaskan kamu." Ucap Xena sambil terkekeh kecil.     

Vrans ikut terkekeh mendengar ucapan penuh kebohongan yang keluar dari mulut gadis mungilnya. "Jangan berbohong, sayang. Atau aku akan mencium mu pada detik ini juga." Ucapnya sambil menaik turunkan alisnya, berniat untuk menggoda Xena dengan kalimatnya yang mungkin terdengar vulgar bagi gadisnya.     

"JANGAN MEMBUATKU MALU, BOSAYANG!"     

Selalu saja jika dirinya kesal dan malu di saat bersamaan langsung berteriak yang mengundang perhatian banyak orang. Hal itu sama sekali tidak membuat Vrans malu ataupun risih sama sekali. "Kita kesini untuk melepas penat, bukan untuk berteriak kesal." Ucapnya sambil menarik paksa tubuh Xena supaya jatuh tepat di dada bidangnya.     

Mata mereka bertemu satu sama lain. Sama-sama menatap dengan penuh rasa sayang yang sangat dalam. Mungkin saking dalamnya, tidak ada satupun orang yang bisa merusak percintaan mereka.     

"Aku sayang kamu." Ucap Vrans sambil mengadu hidung mancungnya dengan hidung mungil milik Xena.     

"Geli, Vrans!" Ucap Xena sambil menggelengkan kepalanya merasakan hidungnya kini menjadi terasa gatal akibat perlakuan Vrans.     

Vrans hanya tersenyum, lalu meraih tengkuk Xena. "Sampai saat ini, bahkan aku tidak tau apa alasan aku yang telah mencintai kamu sedalam ini." Gumamnya sambil menatap serius manik mata milik gadisnya. Ia menatap bibir Xena yang selalu terlihat lembab lalu mulai mendekatkan wajahnya pada gadis itu.     

Xena yang mendapatkan perlakuan seperti itu awalnya menolak karena merasa malu dengan keadaan sekitar yang terbilang cukup ramai walaupun jam masih menunjukkan jam kantor yang artiannya masih dalam jam sibuk kota New York. Namun seiring berjalannya lumatan itu, ia akhirnya terbuai dan mengikuti permainan Vrans yang mulai mengabsen seluruh deretan giginya.     

Mereka sontak saja mengundang perhatian banyak orang. Mungkin saja salah satu dari mereka mengabadikan momen ini. Jarang sekali bukan seorang Vrans Moreo Luis menampakkan batang hidungnya di jam kerja, apalagi mengenai isu laki-laki itu yang lebih suka menghabiskan waktu dengan tumpukan dokumen daripada berjalan-jalan santai seperti saat ini bersama dengan Xena.     

Dan pada detik itu juga mereka paham kenapa Vrans memilih Xena sebagai pendamping hidupnya. Karena gadis itu mampu mengubah apa yang tadinya mustahil menjadi mungkin bagi Vrans.     

Seperti dunia milik berdua, mereka berdua menyalurkan rasa sayang lewat sebuah lumatan yang sangat lembut.     

...     

Orlin kini menatap layar ponselnya yang di penuhi beberapa kolase dirinya dan juga Niel yang baru saja selesai ia edit sedemikian rupa. Ia dengan pekikan yang tertahan mulai memeluk ponselnya tersebut, seolah-olah sedang memeluk tubuh kekasihnya.     

"Kenapa Niel sangat tampan ya, astaga!" Ia lalu dengan perasaan puas langsung saja menaruh ponselnya di atas meja kerjanya. Ia sedikit meregangkan otot tubuhnya yang terasa sangatlah terasa pegal.     

Jam makan siang baru berjalan sepuluh menit, tapi ia tidak ada niatan untuk keluar dari ruang kantornya. Biasanya saat jam istirahat ia akan mengorder sekotak pizza dan beberapa menu lain untuk di makan bersama kedua sahabatnya, tapi tidak untuk hari ini.     

Ia merasa sangat senang jika Xena dan Erica sudah menemukan kebahagiaan sama seperti dirinya. Ia justru tidak merasa kesepian atau bahkan berpikiran jika persahabatan mereka tidak akan berjalan sedekat dulu lagi. Lagipula kan dunia berputar, begitu juga dengan kehidupan. Mereka sudah banyak menghabiskan waktu bersama, mungkin saat ini giliran menghabiskan waktu bersama pasangan masing-masing.     

Dengan teramat malas, ia beranjak dari duduk dan mengambil kembali ponselnya. Ia berjalan mendekati sofa, dan menjatuhkan dirinya disana. Mungkin tidur sampai jam istirahat makan siang habis tidak masalah, kan?     

Ia memposisikan tubuhnya senyaman mungkin, lalu menaruh ponselnya tepat di atas meja yang memang telah di sediakan satu paket dengan sofa.     

Tanpa melepas high heels, ia mulai memejamkan matanya mengingat tadi malam dirinya tengah di landa perasaan yang teramat senang akibat dari lamaran Niel yang terbilang sangatlah manis, menjadikan dirinya hampir tidak bisa tidur sampai jam dua pagi.     

Tok     

Tok     

Tok     

Baru saja dirinya ingin memejamkan mata, pintu ruang kerjanya ada yang mengetuk dengan pelan. Ia menghela napasnya lalu mulai duduk kembali menebak-nebak siapa yang mengetuknya.     

Dengan Cepat, Orlin mengambil ponselnya dan berjalan mendekati pintu, dan melihat ada sebuah surat berwarna hitam yang tergeletak di lantai ruang kantornya. Ia sedikit menaikkan alisnya, lalu mengambil surat itu tanpa berniat ingin membuka pintu kantornya untuk mengecek siapa kira-kira orang yang berada di luar sana yang mengirimi dirinya surat ini.     

Kenapa harus melalui surat? Kenapa tidak berbicara langsung pada dirinya?     

Tanpa ingin memikirkan lebih lanjut tentang kira-kira siapa yang mengirimi dirinya surat ini, ia langsung saja membukanya secara hati-hati.     

:envelope:     

Hai, aku masih ada disini. Sudah mempersiapkan segalanya untuk kemenangan yang selanjutnya akan berada di tanganku.     

:envelope:     

Pada detik itu juga, Orlin dengan cepat membuka pintu ruang kerjanya, menatap orang yang berada di luar kantor dengan raut wajah kebingungan.     

"APA KALIAN TAHU SIAPA YANG BARUSAN MENGETUK PINTU KANTORKU?" Tanyanya dengan lantang. Ia menatap satu per satu wajah para karyawan yang tentunya ia kenal semua.     

Mereka menggelengkan kepalanya secara serempak sambil membalas pertanyaan dengan jawaban beragam namun memiliki satu tujuan yang sama kalau mereka tidak mengetahui siapa orangnya.     

Bersamaan dengan hal itu, Orlin membalikkan badannya lalu menatap ruang kantornya dengan was-was. Perasaan tidak enak itu kini mulai menyelimuti hatinya. Ia takut jika ternyata sedari tadi ada penyusup yang berada satu ruangan dengannya.     

Tidak ingin mengambil resiko, ia dengan kecepatan penuh berlari keluar dari ruang kerjanya. Mengarahkan tubuhnya untuk masuk ke dalam kantin mewah yang berada di Luis Company.     

Ia mengistirahatkan diri di kursi bar yang terdapat di dalam kantin, ia merasakan jantungnya yang memompa lebih cepat daripada sebelumnya. Astaga ia benar-benar panik dan takut di satu perasaan.     

Tanpa berniat ingin membacanya lagi, ia kembali memasukkan kertas yang berisi tulisan yang di tulis sangat rapih itu kembali ke dalam surat berwarna hitam. Dengan cepat, ia melipat surat itu lalu si masukkan ke dalam saku bajunya. Ia berjanji akan memberitahukan hal ini pada Vrans, ah tidak jangan laki-laki itu, lebih baik ia menelpon Erica saja nantinya.     

Dengan napas yang belum beraturan, ia mulai menatap sang bartender yang kini sedang sibuk membuat minuman beralkohol untuk seorang karyawan wanita yang berjarak 3 kursi bar dengan dirinya.     

"Aku pesan cappucino coffee yang dingin ya." Ucapnya dengan nada yang kadang sedikit tercekat. Ia benar-benar kehabisan tenaga akan hal ini. Melihat sang bartender yang sudah mengangguk mengiyakan pesanannya, ia segera membuka ponselnya dan mencari ruang chat dengan Erica.     

Orlin     

Erica, aku butuh kamu     

Orlin     

Ada hal penting yang aku ingin beritahu     

Orlin mulai menekan tombol kamera, lalu mengeluarkan surat yang tadi ia dapatkan sambil mengeluarkannya sedikit dari dalam surat asal tulisannya kelihatan.     

Cekrek     

Ia tersenyum puas dengan hasil poto yang tidak goyang. Ia segera memasukkan kembali surat tersebut ke dalam sakunya. Ia kembali menatap layar ponsel dan langsung saja mengirim poto tersebut ke ruang chat pribadi dirinya dengan Erica.     

Orlin     

Send a picture     

Pada menit ke dua, pesanannya sudah terbaca oleh Erica. Ia menggigit bibir dalamnya dengan cemas.     

Erica     

Itu dari siapa?     

Orlin memutar bola matanya. Dari siapa gadis itu bilang? Astaga sepertinya Erica benar-benar sedang di mabuk cinta sampai tidak paham dengan apa yang diberitahu olehnya.     

Orlin     

Tidak tahu, tadi ada seseorang yang menaruh itu dari balik celah pintu ruang kerjaku.     

Erica     

Mungkin hanya jahil?     

Orlin     

Pesan ini benar-benar terlihat nyata, Erica!     

Erica     

Baiklah, aku nanti akan memeriksa tulisan tangan itu.     

Senyum Orlin mengembang, Erica paling dapat di percaya mengenai hal ini. Namun tetap saja hatinya masih saja risau dan cemas. Sebenarnya orang jahil macam apa yang mengerjai dirinya seperti ini? Apa tidak terlihat sangat aneh?     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.