My Coldest CEO

Enam puluh empat



Enam puluh empat

0Vrans kini menatap layar laptopnya dengan sorot mata yang serius. Ia kini sudah berada di ruangan kerja, kembali berkutat dengan beberapa email penting yang masuk dan menuntut dirinya untuk memeriksa semua itu. Ia menyesap secangkir Americano yang tadi ia pesan oleh salah satu bartender di perusahaan ini. Cairan hangat mulai menyapa dinding tenggorokannya.     

Banyak hal yang sebenarnya masih ingin ia lakukan bersama dengan Xena pada siang ini. Tapi ternyata pekerjaan juga tidak bisa di hiraukan ataupun di sepelekan. Jadi, dengan perasaan tidak rela ia mengatakan pada kekasihnya supaya kembali ke Luis Company tepat waktu.     

Ia terus menerus membaca dengan teliti dokumen itu tanpa berniat untuk mengalihkannya pandangannya. Terlalu larut dengan dokumen membuat pikirannya kembali menarik ingatannya pada saat dirinya masih menjadi laki-laki gila kerja yang suka sekali pulang melebihi jam kerja. Saat itu, belum ada seseorang yang menyadari dirinya jika bekerja terlalu keras bisa berdampak pada kesehatannya.     

Tok     

Tok     

Tok     

Vrans akhirnya mendongakkan kepala, menatap ke arah pintu ruang kerjanya dengan alis yang menyatu sempurna. "Masuk." Ucapnya dengan nada lantang supaya seseorang di luar sana segera masuk ke dalam ruang kerjanya. Ia cukup penasaran dengan siapa yang berada di luar sana karena pasalnya ini baru saja memasuki jam kerja setelah istirahat makan siang yang artinya mereka harus fokus pada pekerjaan yang menumpuk.     

Terlihat pintu terbuka dan kembali tertutup bersamaan dengan masuknya seorang gadis dengan tubuh bak model yang nyaris terlihat lekuk tubuhnya yang sempurna. Wajah cantik putih bersihnya di poles dengan make up yang terbilang tipis, membuat wajahnya terlihat segar.     

"Permisi, Tuan." Ucap gadis itu sambil berjalan ke arah Vrans dengan seulas senyum manis. Gaya berjalannya yang sangat anggun menambah poin menawan dari dalam dirinya. Ah tapi tetap saja, Vrans tidak tertarik dengan segala kesempurnaan itu. Baginya, Xena sudah lebih cukup dari apapun.     

Vrans mengangguk kecil. "Silahkan duduk." Ucapnya sambil menunjuk kursi yang tersedia tepat di hadapannya dengan meja sebagai penghalang mereka.     

"Aku di arahkan untuk langsung menemui Tuan disini untuk melakukan interview kerja." Ucap gadis itu setelah berhasil mendaratkan bokongnya tepat di kursi yang tadi ia arahkan. Terlihat ia tersenyum sopan.     

Vrans menaikkan sebelah alisnya. Interview kerja dilakukan pada hari ini? Ia benar-benar melupakan hal itu, astaga.     

Daripada merasa ragu, ia segera meraih telpon kantor untuk menghubungi dirinya langsung ke bagian resepsionis.     

"Halo, Tuan Vrans. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya wanita di seberang dengan sangat sopan begitu dering telepon terangkat.     

Vrans berdehem kecil dengan wajah datarnya menatap ke arah gadis yang kini menatap dirinya dengan tatapan terpesona. "Apa hari ini ada jadwal interview?" Tanyanya dengan heran. Jika ia ternyata benar melupakan hal ini, ia pasti akan merutuki kebodohannya.     

"Iya, Tuan. Posisi staff dengan nama Allea Liagrelya pada hari ini." Ucap wanita di seberang sana dengan sopan.     

"Terimakasih."     

Vrans memutuskan sambungan telepon lalu mengembalikan gagang telepon tersebut kembali ke tempatnya. Ia memusatkan pandangannya pada gadis di hadapannya. "Allea Liagrelya?" Tanyanya mengulangi nama yang tadi di sebutkan oleh salah satu karyawannya di bagian resepsionis.     

Allea mengangguk, lalu menaruh map coklat yang berisi beberapa dokumen penting tentang kelengkapan data pribadi miliknya kehadapan Vrans. "Ini Tuan, kamu bisa memeriksa dan menandatanganinya sesuai dengan--"     

Vrans memutar bola matanya. "Ya, aku tahu." Ucapnya memotong perkataan Allea dengan segera.     

Allea tampak terkekeh kecil. "Maaf Tuan, apa hari ini aku langsung bekerja di Luis Company?" Tanyanya sambil menaruh helaian rambut bergelombang-nya ke kebelakang telinga.     

"Wait." Gumam Vrans sambil memeriksa dokumen yang tadi di berikan Allea pada dirinya. Membaca segala biodata lengkap beserta latar belakang gadis ini.     

"Washington DC?" Tanya Vrans sambil menaikkan sebelah alisnya. Ia menatap lekat wajah Allea, seperti tidak asing namun ia tidak bisa mendeteksi lebih jauh lagi dengan ingatannya.     

Allea mengangguk mengiyakan perkataan Vrans. Ia tersenyum manis sambil terlihat garis di bawah matanya. Vrans yang melihat itu sama sekali tidak berniat untuk memuji kecantikan gadis di hadapannya ini.     

Karena ia sudah cukup percaya dengan beberapa karyawannya yang pasti juga sudah memeriksa data ini, Vrans memasukkan kembali dokumen tersebut dan diletakkan di atas meja kerjanya. "Kamu bisa mulai bekerja hari ini." Ucapnya pada akhirnya.     

Senyum Allea mengembang sempurna, memangnya siapa yang tidak senang ketika di terima bekerja di perusahaan besar ini? Luis Company, salah satu dari gedung besar yang ada di New York City dengan seorang CEO dengan pahatan wajah yang sangat sempurna.     

"Terimakasih Tuan, untuk jam kerjanya? Apa aku harus lembur karena baru bekerja saat jam makan siang sudah selesai?" Tanyanya sambil menatap masuk ke dalam manik mata Vrans.     

Vrans sedikit menggulung lengan tuxedo-nya lalu berdehem. "Tidak perlu, nanti saat sudah jam pulang, kamu boleh pulang." Ucapnya dengan nada sangat berwibawa.     

"BOSAYANG, XENA DATANG!"     

Perhatian mereka berdua teralih pada Xena yang kini sudah memasuki ruangan Vrans sambil membawa satu kotak pizza dengan beberapa bungkus makanan siap saji lainnya. Ia terlihat kesulitan membawa makanan-makanan itu lalu gadis itu langsung menaruhnya di meja dekat sofa.     

Vrans tersenyum melihat Xena datang. "Ada apa sayang? Bukankah kita baru saja makan siang?" Ucapnya sambil menatap kekasihnya yang kini sudah berjalan mendekat ke arahnya.     

"Aku masih lapar." Ucap Xena sambil duduk di pangkuan Vrans. Ia menatap seorang gadis yang ternyata menatap ke arahnya. "Hai, aku Xena Carleta Anderson." Ucapnya dengan ramah sambil mengulurkan tangannya.     

Allea terlihat tersenyum, lalu membalas juluran tangan Xena dengan sopan. "Aku Allea Liagrelya, Nyonya." Ucapnya.     

"Nyonya?" Xena menarik kembali tangannya sambil mengulang ucapan Allea yang memanggilnya dengan sebutan seperti itu, ia terkekeh geli. "Jangan memanggilku dengan sebutan Nyonya, Xena saja jauh terdengar lebih baik." Ucapnya sambil menyentil pipi kanan Vrans.     

"Awsh, kenapa?" Ucap Vrans saat jemari lentik itu menyentil pipinya.     

Xena menggeleng, "Tidak, hanya ingin menjahili mu saja." Ucapnya sambil terkekeh kecil.     

Allea yang melihat itu akhirnya mulai beranjak dari duduknya, "Aku harus segera bekerja, Permisi Tuan dan Xena." Ucapnya sambil melangkah menuju ke arah pintu ruang kerja Vrans.     

"Allea, kamu bekerja bersama Roseline Damica." Ucap Vrans mengingatkan Allea, membuat gadis itu menoleh kembali ke arahnya dan menyunggingkan senyum manis, lalu kembali meneruskan langkahnya keluar ruangan.     

Xena menaikkan sebelah alisnya. Senyum itu, senyum yang pernah ia lihat pada seseorang. "Aku seperti mengenal Allea." Ucapnya sambil menatap ke arah Vrans dengan wajah bingung yang menurut laki-laki itu sangatlah menggemaskan.     

"Aku juga, tapi tidak bisa menemukan siapa orangnya." Ucap Vrans sambil mengelus puncak kepala Xena, lalu mengecupnya dengan singkat.     

Xena mendorong pelan wajah Vrans, ia tidak ingin dirayu pada saat ini juga. Entahlah, sepertinya ia masih berpikir tentang siapa yang mirip dengan senyuman itu. "Jangan menciumiku, aku sedang berpikir keras." Ucapnya sambil menggembungkan kedua pipinya.     

"Aku merasakannya dan kamu juga, apa dia pernah berada di kehidupan kita?" Tanya Vrans sambil ikut memutar otaknya. Kalau mereka berdua memiliki pemikiran yang sama, pasti orang itu belum lama singgah di hidupnya.     

Xena menghela napasnya. "Aku menyerah! Lebih baik makan pizza saja, apa kamu mau, bosayang?" Tanyanya sambil mengecup singkat pipi Vrans, ia beranjak dari pangkuan laki-laki itu, lalu berjalan dan mendaratkan tubuhnya tepat di atas sofa.     

Vrans yang melihat itu langsung saja menuruti ucapan Xena, ia berjalan menuju gadisnya dan duduk di sampingnya.     

"Satu suapan untuk bayi besar." Ucap Xena sambil mengarahkan satu potong pizza ke arah Vrans. Ia melayangkan pizza tersebut ke udara seperti layaknya sebuah pesawat yang sibuk terbang di langit biru menelusuri angkasa yang sangat luas.     

Vrans membuka mulutnya, lalu menggigit potongan pizza yang di arahkan oleh gadisnya. "Uhm, kalau di suapi dengan gadis cantik seperti kamu, sepertinya rasa pizza ini menjadi sangat lezat." Ucapnya sambil mengerling jahil. Ia mulai mengunyah pizza yang sudah berada di mulutnya dengan nikmat.     

Sedangkan Xena, kini mengarahkan jemarinya ke pinggang Vrans, bersiap untuk mencubit laki-laki itu. "Jangan merayu, bosayang!" Ucapnya sambil menggembungkan pipinya dengan sebal.     

"Memangnya kenapa?" Tanya Vrans dengan nada heran. Memang apa salahnya merayu seseorang yang dicintai?     

"Ya tidak apa sih." Ucap Xena dengan terkekeh sambil meraih satu burger ekstra keju yang tadi di order olehnya. Ternyata makan dua taco saja tidak membuat perutnya kenyang.     

Katakan saja jika dirinya memang sangat mencintai makanan cepat saji. Tapi jika di suruh memilih, ia lebih baik memakan masakan milik Chef pengganti Chef Dion yang berada di kediaman besar rumah Vrans. Karena sudah terjamin tingkat kalori dan kebersihannya.     

"Gadis aneh." Gumam Vrans sambil meraih satu gelas besar minuman soda yang berwarna coklat itu. Ia sedikit menenggaknya, karena tenggorokannya sedikit serat dan mengingat dirinya tadi meminum Americano jadi tidak meminumnya dengan jumlah banyak.     

Xena hanya menjulurkan lidahnya bermaksud untuk meledek Vrans. "Biarkan saja aneh, yang terpenting sekarang jika Tuan tampan sudan jatuh cinta padaku." Ucapnya setelah berhasil menelan kunyahan burger di dalam mulutnya.     

Vrans menaikkan sebelah alisnya. "Kata siapa?" Ucapnya dengan nada seperti menggoda gadisnya, terlihat sekarang kini ia mengulum sebuah senyuman.     

Pada detik itu juga, Xena menatap sebal ke arah Vrans. "MEMANG KENYATAAN, BOSAYANG MENYEBALKAN!" Pekiknya dengan lantang. Ia sudah terlewat sebal dengan laki-laki yang akhir-akhir ini lebih suka menjahili dirinya.     

"Berisik sayang." Ucap Vrans sambil terkekeh, ia menaruh burger yang berada pada genggaman tangan gadisnya.     

"Loh aku belum selesai makan--"     

Cup     

Satu kecupan berhasil mendarat tepat pada bibir mungilnya. Vrans menatap Xena dengan sayang, lalu mulai melumat bibir yang telah menjadi candunya selama ini.     

Xena membuka mulutnya, membiarkan Vrans mengabsen seluruh deretan giginya yang terasa sangat memabukkan.     

Hanya lumatan dengan durasi singkat, setelah itu Vrans melepaskan ciuman mereka. "Kamu cantik." Bisik-nya tepat di telinga Xena. "Dan aku sangat menyayangimu lebih dari apapun. Jangan cemburu lagi dengan wanita lain, karena kamu masih menjadi yang terbaik sampai kapanpun." Sambungannya sambil mengecup kening Xena dengan lembut.     

Satu lagi yang perlu dipelajari dari percintaan, tidak ada cinta sejati jika orang itu hanya melihat dari fisik dan penampilan. Karena pasalnya, cinta itu berasal dari ketulusan pada lubuk hati yang paling dalam.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.