My Coldest CEO

Enam puluh lima



Enam puluh lima

0"Siapa tadi nama kamu? Alle ya?" Tanya Orlin sambil memakan kentang goreng yang tadi diberikan pada Xena untuk dirinya. Ia mencolek kentang tersebut ke saus sambal, menambah kenikmatan dua kali lipat.     

Allea terkekeh kecil, menurutnya Orlin sangatlah lucu dengan tingkah apa adanya seperti itu. Ia menggelengkan kepalanya. "Bukan Alle, tapi Allea, pakai A jangan lupa." Ucapnya sambil duduk di meja yang bersebrangan dengan Orlin. Memang setiap ruang kerja di khususkan untuk dua orang karyawan, tapi karena yang satu ruangan dengan Orlin sudah mengundurkan diri karena ingin pindah ke negara lain, jadinya Luis Company kembali membuka lowongan dan disinilah Allea berada.     

"Ku pikir itu sama saja." Ucap Orlin sambil menghapus noda saus yang terkena jemarinya menggunakan tisu bersih. Ia membuang tisu yang sudah kotor itu ke dalam tempat sampah kecil yang selalu di sediakan oleh petugas kebersihan di perusahaan ini. Ia mengambil satu gelas soda, lalu menyesapnya dengan nikmat.     

Allea hanya tersenyum, lalu mulai mengerjakan apa yang seharusnya seorang staff kerjakan. Ia lalu mulai membuka layar laptop miliknya, memindahkan segala berkas perusahaan kesana supaya lebih memudahkan pekerjaan-pekerjaan. "Bagaimana perasaan kamu ketika di terima di Luis Company, Orlin?" Tanyanya yang sudah siap dengan kacamata anti radiasi, ia selalu menggunakan itu jika dirinya mulai memfokuskan diri pada pekerjaan yang memerlukan bantuan laptop, takut kondisi matanya menurun karena merasa lelah terlalu lama bekerja menatap ke layar tersebut.     

Dengan satu tangan yang memegang donat dengan toping coklat, ia menoleh pada Allea dengan senyum mengembang. "Tentu saja sangat senang! Menjadi salah satu bagian orang penting yang terpandang adalah cita-cita ku sedari kecil." Ucapnya sambil mengunyah gigitan donat pada mulutnya.     

"Aku juga merasa seperti itu. Senang sekali saat mengetahui aku dihubungi oleh pihak kantor." Ucapnya sambil terkekeh kecil mengingat hari kemarin saat dirinya sedang berada di taman bunga kecilnya tiba-tiba saja ponsel miliknya berdenting menampilkan notifikasi email dari pihak Luis Company.     

Orlin mengangguk kecil. "Kamu harus merasa bangga dengan dirimu sendiri, semoga nyaman ya disini." Ucapnya, setelah itu kembali memakan donatnya dengan gigitan kecil. Ia sangat lapar mengingat istirahat tadi hanya ia habisnya di bar yang berada di kantin dengan perasaan sangat gelisah. Tapi kini, ia sudah kembali menjadi biasa lagi mengingat Xena dengan sangat baiknya masuk ke dalam ruang kerjanya dengan berbagai macam bungkusan makanan siap saji yang sangat menggugah selera. Membuat dirinya melupakan kejadian yang menimpa dirinya tadi saat jam makan siang.     

"Tentu saja, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini." Ucap Allea dengan bersemangat, ia terlihat tersenyum begitu manis membuat Orlin sempat tertegun.     

"Kamu mirip seseorang." Ucap Orlin menyatakan langsung apa yang kini berada di pikirannya. Ia menyipitkan matanya seolah-olah mencari kesamaan pada seseorang yang entahlah ia tidak mengingatnya sama sekali.     

Allea menaikkan sebelah alisnya. "Aku? Mirip seseorang?" Tanyanya dengan sangat bingung.     

Orlin mengangguk dengan antusias. "Iya, tidak mungkin aku salah!" Serunya sambil mendengus kecil. Walaupun ia terlihat sangat tidak memperhatikan sekitar, tapi memorinya sedikit berjalan dengan baik.     

Allea terkekeh. "Tidak, aku tidak pernah berkunjung ke New York jika tidak ada hal yang penting." Ucapnya dengan memutar bola matanya merasa aneh dengan ucapan yang di lontarkan Orlin untuknya.     

"Tapi kamu mirip!" Ucap Orlin tidak mau kalah dengan pendapatnya. Ia masih tidak percaya dengan apa yang dilihat, senyum itu...     

"Apa kamu dekat dengan Nyonya Xena?" Tanya Allea sambil sesekali melirik ke arah laptopnya yang berisi dokumen yang tadi di pindahkan dari flashdisk milik Orlin.     

Orlin mengangguk-anggukkan kepalanya dengan semangat. "Bukan kenal, tapi sangat kenal! Aku bersahabatan baik dengannya!" Serunya dengan nada yang terlewat semangat. Ia selalu bangga dengan apa yang dimilikinya saat ini. Keluarga, Niel, Xena, Erica, bahkan aspek lainnya yang tidak dapat di jelaskan satu per satu.     

Allea berdecak kagum. "Woah, tadi aku bertemu dengannya, sangat manis." Ucapnya sambil membenarkan letak kacamatanya.     

"Manis apanya? Kamu belum dekat dengan dia. Kalau sudah dekat, pasti menyesal telah mengatakan itu." Ucap Orlin sambil terkekeh ia membayangkan bagaimana wajah 'manis' Xena yang di maksud oleh Allea. Astaga rasanya ia tidak ingin berhenti tertawa apalagi saat mengingat hari dimana saat dirinya pergi ke mall bersama dengan Erica dan Xena, saat Xena masuk duluan ke kedai makan tapi dirinya dan Erica tidak ikut masuk kesana, membuat Xena berteriak kesal yang mengundang banyak sekali perhatian dari orang-orang. Memalukan sekaligus menggelitik rongga dadanya.     

Allea ber oh ria sambil menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu, bisakah aku berteman dengan kalian? Aku juga biasa mengadakan pool party setiap malam minggu, bagaimana?" Ucapnya dengan sangat antusias. Lagipula setiap hari rumahnya selalu kosong dan hanya di huni oleh dirinya dan para maid saja.     

Orlin berdecak kagum. "Kalau begitu, boleh saja! Tapi kamu harus ikut satu hal."     

Allie menaikkan sebelah alisnya. "Apa?"     

Dengan berdehem kecil, Orlin menyunggingkan senyum konyol khas dirinya. "Kita suka menginap di rumah Erica atau di rumahku, dan harus mengadakan ritual perang bantal."     

"Perang bantal?" Ulang Allea sambil terkekeh geli. Ia mulai menerawang jauh membayangkan saat dirinya bermain perang bantal seperti apa yang di maksud oleh Orlin. Rasanya seperti tertarik kembali pada masa kecil yang sangat menyenangkan, astaga.     

Orlin mengangguk. "Iya, entahlah itu seperti ciri khas kita sebagai bentuk membangkitkan pertemanan supaya tidak monoton." Ucapnya.     

Menurut sebagian orang, termasuk Orlin, Xena, dan Erica, sifat dan tindakan humoris sangatlah di perlukan di dalam sebuah pertemanan. Jikalau tidak, pasti ada salah satu dari orang itu yang bertingkah konyol dan mengundang tawa. Contohnya, ada Xena si penghibur, ada Orlin si pengikut cinta yang sedikit lugu, dan ada Erica si cewek dingin yang terkadang hanya terbuka pada kedua sahabatnya itu.     

Semua bentuk pertemanan, memiliki banyak sekali variasi yang membentuk ciri khas pada masing-masing diri.     

"Sepertinya menarik." Ucap Allea sambil meneguk sebotol air mineral yang ternyata tersedia di setiap meja kantor. Dan setiap hari juga botol minum tersebut akan di ganti dengan yang baru walaupun belum di sentuh sedikitpun. Perusahaan ini seperti selalu mengingatkan karyawannya untuk selalu meminum air mineral supaya meningkatkan cairan di dalam tubuh.     

Orlin mengangguk setuju, lalu mulai merenggangkan otot-otot tangannya. "Bagaimana kalau nanti sepulang kerja kita pergi ke pusat perbelanjaan bersama dengan Xena? Setuju?" Ucapnya.     

"Setuju, lagipula aku sepertinya rindu bertingkah seperti anak kecil." Ucapnya sambil terkekeh kecil, senyuman itu kembali terlihat tapi Orlin memilih untuk tidak memperdulikannya. Bisa saja itu hanya perasaannya saja kan?     

"Tapi nanti kalau ketemu Erica, maklumi saja ya, dia memang terlihat sangat beku." Ucap Orlin, kali ini melahap burger ekstra daging.     

"Erica siapa?" Tanya Allea dengan bingung. Pasalnya, ia memang belum mengenal orang-orang yang berada disini. Hari pertama kerja, seperti orang yang tersesat di dalam lebatnya hutan. Ia bahkan tersesat hanya untuk mencari toilet wanita, untuk mencari ruangan staff Orlin saja sangat berbelit dan berkali-kali harus bertanya pada seseorang yang lewat. Wajar saja, perusahaan ini sangat besar. Walaupun ia seorang yang teliti dan sangat update dengan berbagai informasi, tidak ayal juga kantor ini membuat dirinya terlihat seperti orang yang berlebihan melihat sesuatu yang megah.     

"Oh ya kamu belum mengenalnya. Dia Erica Vresila, sahabat ku yang paling dingin sedunia." Ucap Orlin mengingat-ingat segala sifat yang Erica miliki. "Mahir bertarung dan bela diri, suka membaca buku tebal, tatapannya sangat tajam, terkadang ia tidak suka dengan sesuatu yang berlebihan, tapi..." Sambungnya seakan-akan menggantung kalimat yang akan ia ucapkan, supaya terkesan seperti klimaks.     

Allea menaikkan sebelah alisnya. "Apa, Orlin? Ayolah, kamu membuatku penasaran." Ucapnya sambil berdecak kecil.     

"Tapi dia orang yang paling pengertian dan tidak mau sahabatnya terkena masalah. Dan sekalipun terkena masalah, dia akan turun tangan dan menyelesaikannya." Ucap Orlin menjelaskan secara detail tentang sifat sahabatnya yang satu itu. Gadis yang kini sedang berada di kehidupan seorang pembunuh bayaran yang memiliki harta berlimpah yang selalu di temani dengan kasus kepolisian yang melimpah.     

Allea menganggukkan kepalanya merasa paham dengan penjelasan Orlin yang kelewat detail. "Aku jadi ingin berteman dengannya." Ucapnya tanpa main-main sedikitpun. Menurutnya, sifat Erica benar-benar keren dan tentunya unik. Biasanya para gadis akan banyak menghabiskan waktu di salon atau pergi ke pusat perbelanjaan seharian memburu barang cantik yang menggiurkan, tapi Erica lebih gemar dalam bidang bela diri. Sungguh menakjubkan.     

Orlin menjentikkan ibu jarinya bersamaan dengan jari tengahnya. "Nah, untuk urusan itu sangat susah. Dulu Erica jarang sekali berbicara dengan aku dam Xena, sampai berasa hanya sahabatan berdua Xena. Tanpa ekspresi dan terkadang menjengkelkan." Ucapnya sambil mendengus kecil. Ia ingat betul saat dirinya berkenalan dengan Erica, jabatan tangannya pun tidak di terima oleh gadis itu, hanya bermodal wajah datar dan senyum setipis kertas.     

"Itu mungkin ciri khasnya, nanti biar aku yang cairkan." Ucap Allea sambil menepuk kecil dadanya dengan tingkah kepercayaan diri yang tinggi.     

Orlin yang melihat itu tertawa terbahak-bahak, "Baiklah kalau gagal, traktir aku sepuluh porsi taco, bagaimana?"     

"Tentu, aku terima tantangan mu, kalau ingat tapi ya." Balas Allea sambil menjulurkan lidahnya, ia lalu tertawa bersamaan dengan Orlin.     

Baginya, Orlin seorang gadis yang sangat ramah. Sifatnya yang mudah sekali di ajak bicara membuat siapapun nyaman berada di dekatnya. Hal ini terbukti dari dirinya baru pertama kali masuk dan bekerja di hari yang bersamaan ini, tidak kenal dengan siapapun --kecuali orang kantor yang ditemuinya di awal melamar pekerjaan-- dan bertemu dengan Orlin mungkin adalah sebuah keberuntungan yang harus di kenang sampai kapanpun.     

Orlin menghentikan tawanya, lalu kembali menggigit burger yang ada di tangannya. "Ayo kembali bekerja, nanti Tuan menyeramkan marah karena pekerjaan kita tidak benar." Ucapnya dengan tangan kiri mulai kembali memegang mouse untuk menggulung layar laptop ke atas.     

"Baik, aku bagian apa?"     

Orlin menelan kunyahan burger-nya. "Kamu cukup mengarsip data dan kalau sudah selesai langsung saja membuat agenda kantor. Hari ini cukup itu saja sebagai perawalan kamu disini." Ucapnya dengan ramah, jangan lupakan senyum manis yang selalu setia berada di wajahnya. Sepertinya Niel sangat beruntung mendapati kekasih yang murah senyum ini.     

"Hanya itu?" Tanya Allea sambil menaikkan sebelah alisnya. Ia sepertinya menginginkan pekerja yang lebih berat daripada ini.     

Orlin mengangguk kecil. "Memangnya mau apa?"     

"Mungkin menyiapkan tiket dan akomodasi untuk kegiatan kerja atau kunjungan kerja?"     

"Tidak, itu sudah pekerjaan ku hari ini, Allea. Sementara ini, kamu kerjakan apa yang aku bilang tadi. Untuk contoh berkasnya sudah ada di flashdisk yang tadi aku berikan padamu." Ucap Orlin sambil menaruh burger-nya yang tersisah setengah di atas meja kerja, ia meraih segelas soda lalu menenggaknya sampai setengah. Astaga lega sekali saat cairan bersoda dingin itu menyapa dinding tenggorokannya.     

"Baiklah, akan aku lakukan." Ucap Allea pada akhirnya. Ia membenarkan posisi duduknya, lalu dengan teliti langsung mengalihkan pandangannya pada layar laptop. Setidaknya, untuk hati ini dan kedepannya ia harus menunjukkan kinerja terbaik dirinya.     

Karena kesempatan, tidak akan pernah datang dua kali. Jikalau ada, pasti berbeda dengan sebelumnya.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.