My Coldest CEO

Enam puluh enam



Enam puluh enam

0Seperti apa yang telah di rencanakan oleh Orlin sebelumnya, mereka kini sudah berada di pusat perbelanjaan. Orlin, Xena, dan tentunya bersamaan dengan Allea yang baru pertama kali menginjakkan kaki di gedung ini. Mereka melepas tawa bersama kala Xena berfoto dengan wajah konyolnya bersama salah satu orang yang ber-cosplay seperti salah satu tokoh kartun bernama Pikachu.     

//Fyi; Pikachu (ピカチュウ) adalah Pokémon utama Ash Ketchum. Pokémon ini adalah semacam pika berwarna kuning dan punya keistimewaan tenaga listrik. Pikachu bisa ditemukan di hutan, ladang dan tempat-tempat sumber tenaga listrik.//     

"Thank you!" Seru Xena sambil melepaskan pelukan eratnya pada orang itu dengan senyum yang sangat mengembang. Ia melambaikan tangannya lalu berlari menghampiri Orlin dan Allea untuk melihat hasil poto yang diambil oleh sahabatnya itu.     

Orlin memberikan sebuah jempol dengan tangan kanannya, tepat di hadapan Xena. "Bagus banget, kamu mirip sama Pikachu itu." Ucapnya sambil terkekeh geli.     

"Aku mau lihat." Ucap Xena sambil merebut ponsel miliknya yang berada di tangan Orlin. Ia melihat semua potret yang diambil sangat banyak dengan berbagai macam pose yang sangat lucu dan menggemaskan. Ada saat dirinya memeluk Pikachu itu dari belakang, ada yang dirinya menjulurkan lidah ke arah Orlin, ada juga saat dia mencium tepat di pipi kanan Pikachu.     

"Ternyata aku cantik ya!" Seru Xena dengan perasaan puas. Tidak salah dirinya menarik kedua tangan Orlin dan juga Allea secara terburu-buru untuk menghentikan Pikachu itu supaya menunggu kedatangannya.     

Allea yang melihat tingkah lucu Xena pun akhirnya melepaskan tawanya. "Kamu sangat lucu, Xena." Ucapnya, kali ini tanpa embel-embel 'Nyonya' di depan nama gadis itu. Jika bukan karena Xena yang meminta dirinya untuk bersikap biasa saja dan jangan terlewat sopan, mungkin ia sudah berbicara sangat baku dan berwibawa saat berbicara dengan calon istri seorang Vrans Moreo Luis.     

"Memang aku sudah lucu dari lahir!" Seru Xena dengan tingkat kepercayaan diri yang melebihi lapisan atmosfer bumi, ah itu hanya perumpamaan saja. Tapi memang benar-benar gadis ini selalu percaya diri dengan apa yang dimilikinya.     

Orlin memutar bola matanya kala mendengar ucapan Xena. Lalu ia menoleh ke arah Allea yang masih terkekeh geli. "Seharusnya kamu jangan memuji Xena, itu sebuah kesalahan." Ucapnya sambil terkekeh kecil membuat Xena pada detik itu juga merenggut senyumnya.     

"Kamu iri kan tidak di puji oleh Allea?" Tanya Xena sambil menjulurkan lidahnya. Ia berniat menjahili sahabatnya ini.     

Orlin menjulurkan lidahnya juga, mengikuti gerakan yang tadi Xena perlihatkan. "Tidak, karena sudah ada Niel yang memujiku setiap harinya."     

"Ih, bosayang juga memuji ku setiap hari, bahkan setiap saat." Ucap Xena tidak ingin kalah.     

Allea yang mendengarkan percakapan mereka akhirnya berdehem, merasa sebentar lagi akan ada perang yang tidak ada akhirnya dari Orlin dan juga Xena. "Sudah ayo kita pulang, hari sudah semakin menggelap." Ucapnya dengan senyuman manis. Ia cukup puas bermain bersama dengan kedua teman barunya ini. Walaupun dirinya lelah bekerja setengah hari dengan dokumen yang ternyata sudah sangat menumpuk itu, tak ayal pergi berdua mereka membuat penat di dalam tubuhnya menguap sempurna.     

"Iya, aku juga cukup lelah." Ucap Orlin sambil berpose seperti orang yang sudah kelelahan karena bekerja sangat keras.     

Xena yang melihat itu tiba-tiba meninju tangannya ke atas. "Let's go home!" pekiknya dengan semangat yang lagi-lagi mengundang banyak perhatian orang-orang. Ia sudah berjalan terlebih dahulu meninggalkan kedua orang yang sudah menghabiskan waktu bersamanya dari jam pulang kerja ini.     

Allea dan Orlin terkekeh kecil, lalu segera berjalan menghampiri Xena yang sudah hampir masuk ke dalam lift.     

"Na, tunggu!" Ucap Orlin dengan nada lantang melihat Xena yang sudah akan masuk ke dalam lift. Berkat ucapannya barusan, langkah sahabatnya itu berhenti.     

"Loh kalian lama banget sih." Ucap Xena.     

"Kamu yang terlalu cepat, Xena. " Ucap Allea sambil melihat beberapa paper bag yang berada di kedua genggaman tangan gadis itu. Ternyata Xena membeli banyak barang dengan brand ternama lainnya, bahkan tanpa berpikir panjang. Sedangkan dirinya, hanya membeli barang seperlunya, hemat.     

"Ayo, aku pasti sudah di tunggu bosayang di luar sana." Ucapnya sambil mengembangkan sebuah senyuman yang terlihat sangat terlihat gembira.     

"Memangnya kamu di jemput?" Tanya Orlin yang sudah berdiri tepat di hadapan Xena bersama dengan Allea, mereka menunggu lift kembali terbuka.     

Xena menganggukkan kepalanya. "Iya, tadi aku bilang tentang belanjaanku yang banyak ini." Ucapnya sambil mengangkat paper bag yang berada di masing-masing tangannya ke udara.     

"Kamu memangnya tidak terbiasa memakai kendaraan umum? Taxi, mungkin?" Tanya Allea sambil menaikkan sebelah alisnya.     

Orlin terkekeh kecil. "Taxi? Tidak mungkin. Xena paling anti dengan kendaraan umum, takut tersesat." Ucapnya sambil menoleh ke arah Xena yang sedang menahan malunya.     

"Ih Orlin, jangan beritahu Allea, aku malu!" Ucap Xena dengan wajah yang sudah memerah sempurna.     

Ting     

Begitu pintu lift terbuka yang beruntung tidak ramai orang, Xena langsung saja masuk mendahului Orlin dan Allea.     

"Tunggu, Xena! Dasar kamu sangat menyebalkan."     

...     

Malam hari ini, ditemani oleh sinar rembulan yang menambah kesan romantis membuat siapapun insan yang berada di bawahnya dibuat takjub sekaligus terpesona akan keindahan yang di pancarkan. Dan bertepatan dengan itu, Disinilah Xena dan Vrans, tiduran di atas alas karpet berbulu sambil menatap ke arah langit malam yang hari ini terlihat sangat cerah.     

"Aku ingin menantang mu jika kamu bisa menghitung berapa banyak bintang, akan aku beri sebuah kecupan." Ucap Xena sambil menunjuk ke arah langit, ia menoleh ke arah laki-laki yang tepat berada di sebelahnya.     

Vrans menaikkan sebelah alisnya, lalu menolehkan kepalanya ke arah Xena. Kedua manik matanya bertabrakan dengan milik gadisnya itu. "Hanya kecupan?" Tanyanya.     

"Lalu, kamu ingin apa?"     

"Sebuah lumatan singkat, mungkin?"     

"Tidak, aku tidak mau. Aku juga tidak akan percayalah jika kamu dapat menghitung bintang di langit malam ini."     

Vrans langsung saja mengubah posisinya menjadi duduk, membuat Xena yang melihat itu ikut melakukan hal yang serupa dengan kekasihnya.     

"Loh, kenapa duduk?" Tanya Xena dengan heran, kini ia memutuskan untuk langsung menatap kedua manik mata yang sudah beberapa ini sudah mengubah ekspresi dinginnya menjadi tatapan hangat.     

"Aku memang tidak akan pernah bisa menghitung perbintangan, saja seperti hal nya aku tidak bisa menghitung seberapa besar rasa cinta ku untukmu." Ucap Vrans sambil menangkup wajah Xena dengan kedua telapak tangannya. Ia tersenyum tipis, lalu mengecup singkat kening gadisnya.     

Rona merah itu kembali menjalar, memenuhi permukaan wajah Xena. Namun kali ini, diiringi dengan degup jantung yang berdetak kencang. Napasnya mulai tercekat mendengar ucapan laki-laki itu yang terlewat romantis. "Ka-kamu, apa sih kamu, bosayang tidak jelas!" Ucapnya dengan gugup sambil berusaha memalingkan wajahnya, namun tidak bisa karena Vrans benar-benar menahan wajahnya.     

"Mau kemana? Aku yang membuat kamu merasa malu, kenapa aku juga yang tidak di perbolehkan untuk menatap wajah yang berkali-kali lipat menjadi sangat manis itu?" Ucap Vrans sambil menoel hidung Xena dengan ibu jarinya. Ia terlihat gemas dengan tingkah kekasihnya ini.     

"Jangan mengganggu ku!" Seru Xena dengan pipi yang semakin berwarna merah padam. Ia menutup matanya, tidak ingin beradu pandang dengan manik mata yang selalu menghipnotis dirinya itu. Vrans, salah satu laki-laki yang mampu membuat dirinya merasa sempurna di setiap detik dalam hidupnya.     

Vrans terkekeh kecil. "Apa aku sudah pantas menjadi 'my sweet husband' bagi kamu?" Tanyanya dengan alis yang sedikit terangkat. Ia merasa perubahan yang mengarah pada derajat 180 di hidupnya. Semua berkat Xena.     

Mendengar ucapan Vrans, Xena membuka matanya yang sudah membelalak sempurna. "Tidak, kamu tetap menjadi My Coldest CEO. Bosayang yang aku miliki. Julukan itu tidak akan pernah berubah sampai kapanpun." Ucapnya.     

"Kenapa seperti itu?" Tanya Vrans dengan sebelah alis yang sudah terangkat. Matanya masih fokus menatap kedua manik bola mata milik Xena, seolah-olah memberitahu pada gadisnya tentang seberapa besar perasaan yang ia miliki ini     

Xena mengangkat sedikit bahunya, lalu mengulum sebuah senyuman. "Ya karena kamu salah satu es batu yang bisa aku cairkan dengan hangatnya sifat ku. Bagaimana, sudah hebat kan aku?" Ucapnya sangat bangga dengan nada yang sangat menggemaskan.     

"Iya, gadis hebat yang sudah meluluhkan sebuah hati beku yang tidak tersentuh ini."     

"Jadi, berikan aku hadiah atas kehebatan ku!"     

"Ingin apa? Tas branded? mobil? mansion? Atau--"     

"Give me some perfect marriage." Gumam Xena dengan sangat pelan. Rona wajah itu ia biarkan terlihat begitu saja oleh mata kepala Vrans. Justru kini ia tersenyum menggoda sambil menjulurkan lidahnya, bermaksud untuk mengejek laki-laki itu.     

Pada detik itu juga, Vrans mengangguk mantap, lalu meraih tengkuk Xena untuk kembali mencicipi bibir manis yang sudah menjadi candunya itu.     

Lumatan lembut namun dapat menyalurkan segala rasa sayang yang diberikan dari masing-masing hati yang bertemu menjadi suatu bagian utuh itu.     

Tidak ada penghalang lagi seperti kejadian lalu, semuanya sudah aman dan terkendali. Bahkan kini Sean pun dengan segenap hatinya masih berada pada genggaman Erica yang pastinya gadis itu tidak akan pernah bisa untuk di permainkan dengan mudah.     

"Kamu tahu tidak kenapa dari jutaan bintang di langit, aku akan tetap memilih bintang yang bersinar paling terang?" Tanya Vrans setelah cukup untuk memberikan gadisnya lumatan itu. Ia menjauhkan wajahnya, namun titik temu pandangnya masih terarah kan pada Xena.     

Dengan wajah lugunya, Xena menggeleng kecil. "Tidak, tahu. Memangnya kenapa?"     

"Karena, di bintang yang paling bersinar itu, aku akan selalu menemukan cahaya terang untuk selalu menemani ku dalam posisi gelap sekalipun." Ucap Vrans sambil mengacak lembut puncak kepala Xena dengan tangan kanannya.     

Merasa tidak mengerti dengan apa yang di ucapkan Vrans, Xena langsung saja menekuk senyumnya. "Bisa lebih ke intinya saja? Ayolah, aku tidak paham dengan kata-kata mu, bosayang."     

"Artinya, dari banyak wanita di luar sana, aku lebih memilih kamu untuk menjadi tujuan akhir hidup ku."     

Xena bergeming.     

Satu detik, sampai kira-kira mencapai satu menit, gadis itu mengerjapkan matanya. "Apa kamu kembali merayu aku?"     

"Iya, bukankah itu sudah jelas?"     

"Kalau begitu.." Ucap Xena sambil mendekatkan tubuhnya pada Vrans. "KAMU MEMBUAT AKU MALU UNTUK YANG KESEKIAN KALINYA, BOSAYANG!" Pekiknya sambil menerjang tubuh Vrans, memberikan cubitan cubitan kecil di pinggang laki-laki itu.     

Xena dengan wajah kesalnya, sedangkan Vrans yang sudah terbahak-bahak. Mereka adalah perpaduan yang bahkan sebelumnya tidak pernah berpikir untuk bersatu, ah ralat, tadinya hanya Xena yang mengharapkan dirinya dan Vrans menjadi kata 'kita'. Dan sekarang, hal itu sudah terwujud dengan perjuangan yang terbilang cukup sulit.     

Karena di saat seseorang sudah memilih untuk menunjuk orang lain sebagai tumpuan hidupnya, maka detik itu juga ia mengatakan sebuah keseriusan yang tidak boleh diragukan kebenarannya.     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.