My Coldest CEO

Tujuh puluh sembilan



Tujuh puluh sembilan

0Dengan langkah yang gontai, Allea mulai masuk ke dalam kediamannya. Ia menatap datar rumah kosong yang hanya dihuni oleh dirinya dan beberapa maid, sangat datar sekali hidupnya. Ia dengan cepat langsung menaikkan anak tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua, begitu masuk ke dalam kamar utamanya, ia menaruh tas berisi laptop dan beberapa hal penting yang biasanya dipergunakan saat bekerja ke atas nakasnya.     

"Hari yang melelahkan." Ucap Allea. Kini ia mulai melepas sepasang high heels dari kedua kakinya secara bergantian, lalu melempar asal benda itu ke bawah meja riasnya.     

Mengingat tadi siang saat jam istirahat ia dan ketiga teman barunya mengadakan pesta makanan siap saji yang membuat perutnya kenyang hingga pada detik ini. Jadi, ia tidak perlu repot-repot turun ke lantai dasar hanya untuk makan malam atau menyuruh Clarrie membawakannya makan malam, hal itu sangat merepotkan orang lain saja.     

Ia mulai membuka jas kerja formalnya, melepas seluruh pakaiannya hingga kini ia hanya memakai dalaman atas bawah saja. Tubuhnya sudah terasa lengket dan tidak nyaman jika dibawa tidur kalau belum membersihkan tubuh. Akhirnya, ia memilih untuk mengambil ponselnya lalu setelah itu berjalan menuju kamar mandi tanpa meletakkan pakaian kotornya dengan benar ke dalam keranjang khusus.     

Saat sudah memasuki kamar mandi, ia lebih memilih untuk berendam di bathtub. "Sepertinya ini akan membuat rasa penatku hilang." Gumamnya sambil mengisi bathtub dengan temperatur air yang tidak terlalu dingin ataupun terlalu panas, hangat yang standar menjadi pilihannya saat ini.     

Air sudah cukup memenuhi setengah bagian lalu ia mulai menaruh ponselnya di tepi bathtub yang biasa digunakan untuk menaruh peralatan mandi lainnya. Ia memutar playlist lagu yang tengah populer di tahun ini untuk mengisi setiap sudut ruangan supaya terdengar tidak terlalu sepi.     

Setelah siap, Allea mulai melucuti seluruh pakaian dalamnya, lalu masuk ke dalam bathtub dengan tubuh yang setengah tenggelam. Bahkan ia juga menaruh sabun beraroma caramel yang akhir-akhir ini menjadi aroma kesukaannya.     

Entah kenapa, rasanya sangat nyaman sekali ketika merendamkan diri dengan hangatnya air yang memanjakan tubuhnya seperti apapun penat dan lelah yang ia rasakan telah menguap.     

Detik berganti menjadi menit, tepat pada menit ke dua puluh, Allea menyudahi acara berendam-nya pada malam ini. Lalu ia dengan sangat hati-hati langsung beranjak dari tidurnya dan langsung meraih handuk yang tergantung untuk di lilitkan ke sebagian tubuhnya. Ia turun dari bathtub lalu menarik penahan air yang berada di sana. Ia mengambil ponselnya, lalu berjalan ke arah cermin besar.     

Satu sosok yang berada di sana, yaitu dirinya sendiri. Ia merasa penampilannya sungguh mempesona walaupun sudah seharian lelah bekerja yang pasti membuat kedua matanya terasa kelelahan. Setelah puas dengan objek tatapnya, ia segera keluar dari kamar mandi lalu mulai berjalan ke arah lemari pakaian. Baju tidur dengan motif bunga kecil-kecil menjadi pilihannya saat ini.     

Allea menaruh ponselnya di tepi tempat tidur sambil membuka handuknya, lalu mulai memakai pakaian dalam dan dilanjutkan dengan balutan baju tidur. "Allea segera istirahat, jangan bermain ponsel lagi " Gumamnya sambil memunguti pakaian kotornya, dan langsung ia letakkan di dalam sebuah keranjang khusus.     

Drtt...     

Drtt...     

Allea langsung saja berjalan menuju dimana letak ponselnya berada, lalu langsung saja melihat siapa yang menghubungi dirinya saat ini. Satu nama yang berhasil memenuhi layar ponselnya. "Xena?"     

Lagi dan lagi gadis yang memiliki segudang rasa bosan dan tidak bisa diam itu tidak pernah absen untuk menelpon dirinya. Pernah sih tidak menelepon, tapi keseringan Xena melakukannya daripada tidak melakukannya..     

Dengan segera, Allea menggeser tombol hijau sebagai pertanda jika ia mengangkat panggilan telepon dari seberang sana.     

"Halo?" Sapa Allea sambil membanting dirinya ke atas kasur king size dengan seprai yang bermotif sama dengan baju tidur yang ia kenakan saat ini. Sambil meraih guling sebagai peneman tidurnya, ia mengatur posisi nyaman.     

"Hai, Allea." Sapa balik Xena dari seberang sana, mungkin saat ini gadis di seberang sana tengah menampilkan senyum manisnya yang biasa diperlihatkan ke semua orang. Sosok gadis yang ramah sekaligus periang, itulah watak Xena yang ia ketahui sejauh ini.     

"Ada apa lagi malam ini?" Tanya Allea dengan kekehan kecil. Kalau bukan tentang Vrans yang bekerja lembur, Xena yang merasa bosan karena tidak bisa tertidur, pasti ada hal lainnya yang mungkin ingin dibicarakan gadis itu pada dirinya. Tidak, tidak pernah berbicara yang menjerumus ke topik serius. Hanya obrolan santai dan ringan sebagai pemanasan sebelum tidur.     

Dari seberang sana, tiba-tiba saja Xena berdehem seperti menginterupsi suasana supaya titik fokus Allea tetap bersamanya. "Aku ingin mengajakmu ke pusat perbelanjaan besok saat pulang kerja, bisa?"     

Allea menaikkan sebelah alisnya, lalu arah matanya melihat ke arah kalender untuk memastikan tidak ada acara penting yang harus ia hadiri pada esok hari. "Tidak ada acara yang berarti bisa." Gumamnya hampir tidak terdengar oleh seseorang diseberang sana.     

"Apa Allea? Apa yang kamu katakan?" Tanya Xena di seberang sana dengan nada yang terdengar kebingungan membuat dirinya langsung terkekeh pada detik itu juga. Ia bahkan membayangkan wajah Xena yang menaikkan sebelah alisnya dengan mulut yang membulat kecil, terlihat sangat menggemaskan.     

"Ah tidak, tadi aku memeriksa jadwal." Ucap Allea sambil mengubah posisinya menjadi kesamping sambil mendekap sebuah guling. Ini adalah kegemaran dirinya, tanpa guling pasti sudah dapat di yakinkan jika ia tidak dapat tertidur dengan pulas. Memang sedikit konyol terlebih lagi dirinya sudah dewasa. Tapi mau bagaimana lagi? Kalau sudah menjadi kebiasaan sangat kecil kemungkinannya untuk di ubah, iya kan?     

Terdengar Xena yang mengucapkan kata 'oh' dengan panjang. "Kalau begitu, pasti bisa dong?" Tanyanya dengan riang.     

Entahlah, Allea merasa jika Xena sangat terbuka terhadap orang baru seperti dirinya. Maksudnya ia hanya tidak ingin jika suatu saat nanti gadis itu dengan sifatnya yang termasuk 'open life' sangat mudah untuk dimanfaatkan seseorang untuk berbagai hal yang mungkin hanya akan menguntungkan satu pihak dan tentunya Xena menjadi pihak yang di rugikan.     

Allea menganggukkan kepalanya walau ia tahu jika Xena tidak akan melihatnya. "Tentu saja, kenapa tidak? Lagipula pasti aku akan di traktir oleh Nyonya Luis." Ucapnya diselingi dengan nada humor, terlebih lagi kekehan kecil yang menambah kesan jika dirinya hanya bercanda mengucapkan hal ini. Lagi, siapa orang yang memandang pertemanan dengan segi harta? Jika ada, pasti orang itu hanya tahu caranya bersenang-senang tanpa tahu bagaimana kesulitan yang di capai supaya mendapatkan posisi 'bersenang-senang" yang di maksud itu.     

"YEAY, CAN'T WAIT OMG!" Pekik Xena dari seberang sana.     

Karena ponsel Allea yang cukup dekat dengan telinga, ia harus dengan refleks menjauhkan ponselnya yang kini membuat alat pendengaran sedikit berdengung. Astaga Xena memang terlewat mudah untuk mengekspresikan apa yang ia rasakan pada detik itu juga.     

Allea terkekeh kecil. "Memang ingin apa?"     

"Biasa, hanya berjalan-jalan santai. Orlin tidak bisa ikut karena mempunyai janji penting dengan Niel. Jadi, hanya kita bertiga." Ucap Xena di seberang sana menjelaskan secara detail dengan ucapan dengan nada yang riang.     

Allea menaikkan sebelah alisnya. "Bertiga?" Tanyanya seperti mengulang salah satu kalimat yang berhasil membuat dirinya langsung berpikir.     

Di seberang sana, Xena terkekeh. "Iya, bertiga. Bersama dengan Erica juga." Ucapnya.     

"Dia ikut juga?" Tanya Allea dengan penasaran. Bagaimana pun juga, setahu dirinya dari cara menilai kepribadian orang lewat raut wajah membuat dirinya paham jika gadis itu bukanlah penyuka belanja ataupun hal-hal yang berbau dengan kegiatan wanita lainnya seperti pergi ke salon untuk mempercantik penampilan.     

"Tentu, supaya kalian akrab."     

"Kita sudah saling kenal."     

"Ya memangnya kenapa? Tidak ada salahnya, bukan? Lagipula supaya Erica tidak memandang wajah datar itu lagi." Ucap Xena menjelaskan tujuannya. Selama Erica berteman dengan dirinya dan juga Orlin, bahkan sampai detik ini Erica tersenyum manis hanya beberapa kali saja yang bisa dihitung dengan jari. Mungkin saja jika gadis itu mengenal Allea yang menurutnya sangat mudah di ajak mengobrol karena selalu menyesuaikan topik pembicaraan, membuat Erica menjadi sedikit terbuka dari sebelumnya.     

Dikit-dikit lama kelamaan menjadi bukit, iya kan?     

Allea sebenarnya setuju dengan ucapan Xena. Akan tetapi bayangan wajah Erica yang sangat dingin menatap dirinya lebih tajam dari silet membuat ia merasa takut. "Yasudah kalau seperti itu. Nanti kita belanja tas." Ucapnya yang sudah mulai menyerah mencari alasan untuk menolak ajakan Xena, lagipula ia tidak punya alasan yang cukup masuk akal. Jadi, apa salahnya mencoba untuk dekat dengan Erica walaupun sudah berkali-kali gagal?     

"Oke, besok kita berangkat, pakai mobil kamu." Ucap Xena di seberang sana sambil terkekeh kecil, tawa yang selalu menjadi ciri khas gadis itu.     

Allea ikut terkekeh, lalu dirinya menguap tanda rasa kantuk yang sudah hinggap di dirinya. "Aku ingin tertidur, hari ini cukup melelahkan." Ucapnya sambil mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang kembali. Kedua bola matanya menatap ke arah langit-langit kamar.     

"Oke see you, Allea. Sampai jumpa besok." Ucap Xena dari seberang sana membuat Allea heran kenapa gadis itu masih saja memiliki sifat riang walau sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam.     

Allea menganggukkan kepalanya seperti menyetujui ucapan Xena dari seberang sana. "Sampai jumpa juga." Ucapnya sambil menyunggingkan seulas senyuman.     

Pip     

Sambungan telepon terputus dari seberang membuat Allea langsung saja menaruh ponselnya ke atas nakas tanpa mengalihkan pandangannya dari langit-langit kamar. Entah apa yang ia pikirkan saat ini, ia hanya merasa ada yang belum terselesaikan, tapi itu tidak tahu dengan itu semua.     

"Semakin di pikirkan semakin besar rasa penasaranku." Gumamnya sambil tersenyum miring. Tiba-tiba, pada malam ini ia menjadi pribadi yang senang membayangkan beberapa orang yang tengah menjerit kesakitan. Entah, semua pemikiran itu tiba-tiba hinggap tanpa permisi di otaknya.     

"Satu langkah terdepan? Itu semua hanyalah ucapan omong kosong yang sampai pada detik ini juga belum membuktikan apapun yang menunjukkan sebuah kebenaran."     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.