My Coldest CEO

Delapan puluh tiga



Delapan puluh tiga

0"Aku menitip ini padamu."     

Erica memberikan sebuah flashdisk ke hadapan Sean, pagi ini setelah selesai melahap sepiring pancake dengan topping madu di atasnya, gadis itu berniat untuk segera berangkat kerja.     

Sean mengambil flashdisk tersebut, lalu menaikkan sebelah alisnya. "Dari mana kamu mendapatkan benda ini?" Tanyanya dengan alis yang menyatu.     

"Di ruang kantor ku," ucap Erica sambil beranjak dari duduknya lalu mulai membenarkan letak jas pada tubuhnya, ia tampak langsung menyambar tas jinjing yang saat ini ia pakai untuk alat bantu membawa beberapa peralatan penting lainnya seperti peralatan make up walau hanya dasarnya saja, atau bahkan peralatan canggih lainnya yang sangat lah menyerupai benda-benda familiar pada kehidupan sehari-hari.     

Jadi, Erica tidak perlu cemas jika sewaktu-waktu ada seseorang yang secara tidak sengaja atau mungkin sengaja membuka tasnya.     

"Apa kamu yakin?" Tanya Sean memastikan apa yang Erica ucapkan barusan. Ia benar-benar merasa sangat familiar dengan flashdisk yang kini berada di genggaman tangannya. Karena benda ini, benar-benar sama persis dengan apa yang pernah ia pegang beberapa tahun sebelumnya.     

Throwback     

Tepat pada malam hari di kediaman keluarga Xavon, dentuman musik DJ yang memenuhi setiap sudut ruangan membuat siapa saja yang mendengarnya pasti langsung berkeinginan untuk menggoyangkan tubuhnya di lantai dansa. Tapi itu semua tidak berlaku pada Sean, Ia kini dengan malas menatap beberapa orang laki-laki yang bisa di sebut kolega penjahat karena memang tiap orang disini pasti memiliki catatan kepolisian, termasuk dirinya. Berpakaian tuxedo, dengan tangan yang saling bersulang menyerukan kata 'winner' sebagai wujud apresiasi terhadap kemenangan Hana.     

Iya, Hana Xavon. Satu-satunya 'woman assassin' yang berhasil membunuh hampir lima puluh orang dalam sekali waktu hanya dengan tembakan bermodel Kalashnikov AK-47 Assault Rifle. Satu-satunya pula gadis yang meraih gelar pembunuh bayaran paling handal dan juga termahir, semua berada di dalam tubuh gadis itu. Kemampuan yang jarang sekali di miliki oleh para gadis lainnya, ternyata di miliki oleh Hana.     

//Fyi; Senjata yang pengoperasiannya menggunakan senapan serbu ini dirancang oleh Mikhail Kalashnikov. AK-47 mudah digunakan dan merupakan senjata paling populer serta mematikan di seluruh dunia. Dengan satu peluru saja, senjata ini sanggup membunuh orang dengan cepat.//     

"Membosankan," ucap Sean sambil memutar kedua bola matanya merasa jengah dengan perayaan yang menurutnya sangatlah berlebihan ini. Membunuh lima puluh orang dalam satu waktu? Ia tidak pernah percaya dengan Hana, walau semua itu memang benar adanya.     

Jam sudah menunjukkan waktu tengah malam, tapi mereka semua justru terlihat semakin bersemangat meramaikan suasana seolah-olah malam hari adalah hal biasa bagi mereka semua untuk tetap terjaga dan tidak merasa kantuk. Ia merasa jengah dengan pesta yang mengarah pada omong kosong ini. Untuk apa merayakan keberhasilan Hana secara terus-menerus setiap gadis itu melakukan hal yang fantastis? Apa kalau berucap 'terimakasih' saja belum cukup untuk menyalurkan rasa simpati mereka.     

Hana yang mendengar keluhan yang berasal dari mulut Sean pun akhirnya merangkul adiknya dengan gaya sangat tenang. "Ayolah Sean, bergabung dan berkenalan dengan teman-teman ku." ucapnya sambil menepuk pelan pundak Sean dengan pelan. Ia sangat tahu betul dengan sifat laki-laki ini yang memang tidak mudah bergaul dengan banyak orang, pantas saja adiknya merasakan bosan yang melanda atmosfer di sekitarnya.     

Sean menaikkan sebelah alisnya. "Teman-teman? Lebih pantas di sebut sampah, iya kan?" tanyanya dengan senyuman miring yang terlihat sangat menyeramkan. Jiwa pembunuh yang pun tidak kalah dengan milik Hana yang lebih terkesan hanya mengintimidasi dengan poin plus bisa menggunakan seluruh model senjata tembak. Ia mengakui jika Hana memang sangatlah keren, tapi ia tidak tertarik untuk menyimpan perasaan kagum dalam jangka waktu yang lama untuk gadis yang berstatus kakak kandungnya itu.     

Hana mengangkat bahunya acuh. Sejujurnya, ia tidak setuju mengenai Sean yang selalu menganggap jika pertemanan hanyalah bagian dari omong kosong yang berada di dunia. Orang bisa saja pergi membawa seluruh privasi yang tadinya hanya di ungkapkan pada dia, sangat memberikan kesan buruk. Setidaknya itu hanyalah pemikiran seorang Sean karena tidak pernah niat menjalin hubungan pertemanan.     

Hana terkekeh kecil, lalu melepaskan rangkulan tangannya pada pundak Sean. "If you are bored, you can take my job for today." bisiknya tepat pada telinga Sean, ia langsung saja merogoh sling bag yang selalu ia sampirkan di tubuhnya. Mengambil sebuah benda kecil berbentuk pipih yang biasa di operasikan pada laptop atau komputer, apalagi kalau bukan flashdisk?     

Sean mengambil flashdisk tersebut kala Hana menjulurkan benda tersebut. Simbol H di tengahnya membuat Sean langsung paham jika itu adalah inisial huruf nama depan dari Hana Xavon.     

"New Zealand, Christopher Damachrush." gumam Hana melanjutkan ucapannya. Ia menganggukkan kepala dengan sorot mata yang dalam, merasa hal ini adalah tindakan yang tepat untuk menyerahkan pekerjaan kotornya pada Sean. Ia selalu melakukan hal ini jika dirasa tidak bisa nge-handle pekerjaannya.     

Mendengar hal tersebut, tentu saja Sean langsung menaikkan sebelah alisnya merasa tertarik dengan penawaran Hana yang mungkin dapat menghalau rasa bosan. Lalu, ia mengeluarkan smirk andalan seorang Sean Xevon. "Easy," gumamnya sambil memasukkan flashdisk tersebut ke dalam saku tuxedo-nya. "But, give me a million dollars, deal?"     

"Why not? My little boy."     

Throwback off     

Sean menatap Erica dengan sangat lekat, ia benar-benar mengenali flashdisk yang berada pada genggaman tangan ini. "Aku harus segera menyelidikinya," ucapnya sambil memasukkan benda tersebut ke dalam saku celana, lalu mengecup kening gadisnya dengan lembut. "Kamu pagi ini bawa mobil sendiri, ya?" Tanyanya sambil memberikan sebuah kunci mobil dengan gantungan tengkorak yang menjadi hiasannya.     

Erica menaikkan sebelah alisnya merasa penasaran dengan apa yang akan di lakukan Sean tanpa dirinya. Tapi ia juga tidak bisa absen kantor lagi karena bulan ini ia sudah mengambil cutinya. Bisa-bisa walaupun Vrans berbaik hati pada dirinya, mungkin bisa saja gaji dan kinerjanya menurun drastis dan ia tidak ingin hal itu terjadi.     

"Baiklah, bukan masalah besar." ucap Erica sambil menyambar kunci yang berada di tangan Sean. Ia mengecup singkat pipi kanan laki-laki itu, lalu melambaikan tangannya pertanda perpisahan karena ia ingin segera berangkat ke Luis Company.     

Tanpa menunggu jawaban dari Sean, Erica langsung saja melangkahkan kakinya pergi ke luar kediaman rumah Sean Xavon ini dan langsung menuju ke mobil untuk alat transportasinya pagi ini. Mungkin ia harus berterimakasih kepada flashdisk itu, karena berkat bantuannya ia menjadi bisa memiliki kesempatan untuk berkendara sendiri. Karena selama bersamaan Sean, ia selalu di antar jemput seperti layaknya seorang ratu yang tidak di perbolehkan kan untuk mengemudi atau sekedar memegang kendali apapun.     

Dengan cepat, Erica langsung memakai seatbelt ke tubuhnya. Menyalakan lagu santai, lalu mulai menyalakan mesin mobil sport dengan gaya yang sangat keren ini. Deretan mobil dengan body yang masih mulus tanpa noda dan lecet pun membuat dirinya memutar otak tentang seberapa banyak uang yang dikeluarkan laki-laki itu untuk membeli transportasi semua itu. Ia yakin, semua barang Sean tidak ada yang murahan.     

Erica mulai mengendalikan mobil, melajukan mobilnya untuk meninggalkan pekarangan rumah luas ini. Senyuman miring tertarik sempurna pada sudut kanan wajahnya, ah jangan lupa sorot mata tajam yang mengintimidasi itu.     

Bagaimana pun, ia sangatlah khawatir dengan hasil pemeriksaan Sean terhadap flashdisk tersebut. Ia belum siap menerima kenyataan jika seorang Hana Xavon benar bangkit kembali. Hal ini justru melekat pada otaknya membuat ia tidak pernah bisa melepaskan tatapan mata pada wajah Allea. Memang sih gadis itu sama sekali tidak mirip dengan Hana. Tapi senyuman itu... sangat mirip bahkan jika Allea tersenyum sekali pun.     

Tadi malam ia sudah melakukan segala pengintaian bersama dengan Sean sampai secara tidak sadar ia ketiduran di atas sofa dan pagi hari tubuhnya sudah berada satu kasur dengan laki-laki menyebalkan itu. Ia pikir Sean akan bertindak macam-macam, tapi nyatanya tidak. Sean memang pembunuh bayaran yang liar, tapi tidak dengan kinerja otaknya yang masih mengelola baik tentang apa yang boleh dilakukan dan sebaliknya.     

Menurut pengakuan Sean tentang apa yang di telusuri oleh robot serangga pengintai, ia tidak menemukan apapun. Bahkan seluruh ruangan kamarnya tidak ada hal yang menyangkut sama seperti layaknya Hana yang gemar sekali mengoleksi foto kucing hitam sebagai pajangan di kamarnya. Bahkan yang biasanya Hana menyukai kegelapan, tapi kamar Allea benar-benar berwarna terang putih dan biru langit. Semuanya bertolak belakang dengan perilaku Hana.     

Mengingat kerumitan yang terus berjalan ini, Erica langsung saja menghembuskan napasnya dengan kasar, bertepatan dengan warna lampu lalu lintas yang berubah warna menjadi merah pertanda kendaraan harus berhenti untuk memberikan akses jalan pasa kendaraan lain yang berbeda arah.     

Sambil menunggu lampu lalu lintas kembali hijau, Erica memijat pelipisnya. Ia bahkan tidak pernah membayangkan hal ini bisa terjadi. Terlebih lagi kemungkinan besar jika Xena tau akan hal ini pasti membuat gadis itu langsung merasa down atau lebih parahnya lagi menimbulkan trauma mendalam yang sudah memudar sedikit demi sedikit.     

Ia sepertinya harus bertindak terbuka dengan Allea supaya ia memiliki akses masuk ke dalam hidup gadis itu. Ia benar-benar tidak punya pilihan lain, selain berpura menjadi sosok Erica Vresila yang tidak dingin. Ah tidak, tentu saja masih dingin tapi tidak akan sedingin sebelumnya. Hanya untuk mengetahui siapa yang iseng mengirim surat tersebut yang dalam artian sudah isa di ambil.     

Jika di pikir-pikir, ini gila mengenai asumsi Allea adalah Hana. Tapi di satu sisi lagi ia sangat tahu dengan strategi Hana yang tidak mungkin main-main. Jika seorang pembunuh bayaran biasa saja seperti Sean mampu membunuh banyak orang, bukankah hal itu berlaku berkali-kali lipat dengan Hana yang merupakan pembunuh bayaran terkenal dan paling banyak di cari orang, iya kan?     

TIN     

TIN     

TIN     

Eric mengerjapkan matanya karena terkejut dengan bunyi klakson mobil lain dari luar sana, lalu segera melirik ke arah lampu lalu lintas yang sudah berubah warna menjadi hijau. Ia merutuki dirinya sendiri yang tadi melamun saat lalu lintas berganti warna. Karena tidak ingin membuat pengendara lain terganggu, ia segera melajukan mobilnya dengan kecepatan standar.     

"Kalau memang ini adalah teka teki yang dibuat oleh seseorang, maka aku siap menjadi peserta yang akan menebak teka-teki tersebut." gumam Erica sambil menatap serius ke jalanan. Dan dengan kinerja otaknya yang masih berkelana jauh mencari jawaban, ia juga sudah mempersiapkan rencana yang mungkin akan merubah kepribadian dinginnya menjadi sedikit lebih hangat. Ingat, hanya sedikit!     

...     

Next chapter     

:red_heart::red_heart::red_heart::red_heart::red_heart:     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.